Vaksin Akhiri Wabah Maut Hitam di Priangan Jabar


Sambul Buku Wabah Sampar. (Foto: MP/Iman HA).
MerahPutih.com - Vaksin Covid-19 menjadi salah satu harapan terbesar agar umat manusia terbebas dari pandemi virus corona jenis baru, SARS CoV 2.
Saat ini penelitian vaksin Covid-19 dilakukan, tak terkecuali di Indonesia di mana Bandung, menjadi kota satu-satunya pusat penelitian vaksin Sinovac buatan Tiongkok.
Soal vaksin di Indonesia, khususnya di Bandung, sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Begitu juga bicara wabah, pandemi corona bukanlah yang pertama.
Baca Juga:
Kemenkes: Mayoritas Masyarakat Bersedia Menerima Vaksin COVID-19
Jauh sebelum pandemi COVID-19, sejumlah daerah di Indonesia pernah dilanda wabah sampar, penyakit yang dikenal juga dengan sebutan pes. Penyakit ini dipicu bakteri Yersinia pestis dari hewan pengerat seperti tikus.
Sampar menyerang paru-paru, limpa, kulit dan organ tubuh lainnya. Sampar pernah menjadi pandemi “maut hitam” dan merenggut sedikitnya 25 juta jiwa di Eropa pada abad pertengahan.
Penyakit ini, kini sudah ditemukan obat dan vaksinnya, namun tetap berpotensi menjadi wabah karena agen penularnya seperti tikus masih berkeliaran.
Catatan wabah sampar di Indonesia, termasuk di Jawa Barat, terdokumentasi dalam buku “Jaman Woneng: Wabah Sampar di Priangan, 1925-1937” yang ditulis Atep Kurnia.
Menurut Atep Kurnia, Jawa Barat pernah menjadi pusat penularan sampar. Ia merinci wabah mematikan ini pada buku 166 halaman yang diterbitkan Penerbit Layung dan Ayo Bandung, Garut, 2020.
Dari gambar sampulnya saja, buku ini tampak bercerita kasus zaman baheula. Atep Kurnia mengawali bukunya dengan peristiwa impor beras yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda pada 5 November 1910. Beras impor mendarat di Surabaya, kemudian disimpan di suatu gudang di Malang.
“Diduga pada tumpukan beras tersebut ada tikus-tikus terinfeksi sampar yang terbawa dari Rangoon (Myanmar),” tulis Atep Kurnia, penulis yang juga aktif menulis dalam bahasa Sunda.
Sejak itu, Atep Kurnia menceritakan bagaimana awal wabah yang menyerang Indonesia melalui Malang. Selanjutnya serangan wabah terjadi dalam tiga gelombang, antara 1911 hingga 1939. Diperkirakan korbannya mencapai ratusan ribu jiwa.
Dari Malang, wabah sampar menjalar ke Kediri, Blitar, Tulungagung dan Madiun. Wabah ini tak terbendung. Antara 1915-1916, wabah terjadi di Surakarta dan Yogyakarta. Kemudian masuk Ambarawa, Parakan, Banyumas.
Sampar masuk wilayah Jawa Barat pada gelombang ketiga, yakni 1923. Mula-mula Kuningan, Majalengka, dan Ciamis. Dari situ menjalar ke barat sampai Priangan.
“Pada fase ketiga, sampar menerjang Jawa Barat, bahkan menjadi yang paling buruk selama rentang waktu 1910-1934. Dinas Sampar tidak siap untuk menangani besarnya wabah tersebut, sehingga lebih banyak orang yang meninggal,” kata Atep (halaman 13).

Kematian disebabkan sampar di Jawa Barat tiap tahunnya meningkat. Pada 1932, kematian mencapai 4.366, pada 1933 meningkat menjadi 15.000, dan 1934 mencapai 23.239.
Wilayah Priangan kemudian menjadi episentrum sampar di Jawa Barat. Hampir seluruh daerah di Kabupaten Bandung terinfeksi wabah ini.
Upaya yang dilakukan untuk membendung sampar dengan menjalankan perbaikan dan pembangunan kembali rumah (verbeterde woningen) yang sasarannya rumah-rumah bambu yang rentan menjadi sarang tikus, agen pembawa bibit penyakit sampar.
Sama seperti pandemi COVID-19, penanganan sampar juga mengandalkan harapan pada vaksin. Pada akhir 1934, Direktur Instituut Pasteur di Bandung, dokter Otten, berhasil menemukan vaksin dari uji coba tikus yang ditangkap di Ciwidey.
“Dokter Otten berhasil melakukan percobaan sehingga akhirnya menemukan basil sampar pada tikus yang ditangkap di Ciwidey, ternyata cocok untuk dijadikan vaksin massal,” lanjut Atep Kurnia.
Setelah penemuan vaksin sampar, menurut Atep perlahan tapi pasti wabah ini berkurang di Tatar Sunda dan Indonesia. (Iman Ha/Jawa Barat)
Baca Juga:
Komunikasi Pemerintah Soal COVID-19 Minta Diperjelas
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID

[HOAKS atau FAKTA]: Suhu Dingin dan Kabut di Jabodetabek Hasil Rekayasa agar Angka Penyakit TBC Meningkat
![[HOAKS atau FAKTA]: Suhu Dingin dan Kabut di Jabodetabek Hasil Rekayasa agar Angka Penyakit TBC Meningkat](https://img.merahputih.com/media/a1/94/ca/a194ca9b40f4787086da8d3b6dbeaf1d_182x135.jpg)
Klaim Vaksin HPV Sebabkan Kemandulan, Ini Penjelasan Ahli yang Bikin Plong

Kemenkes Temukan 1 Kasus Positif COVID dari 32 Spesimen Pemeriksa

178 Orang Positif COVID-19 di RI, Jemaah Haji Pulang Batuk Pilek Wajib Cek ke Faskes Terdekat

Semua Pasien COVID-19 di Jakarta Dinyatakan Sembuh, Tren Kasus Juga Terus Menurun Drastis

Jakarta Tetap Waspada: Mengungkap Rahasia Pengendalian COVID-19 di Ibu Kota Mei 2025

[HOAKS atau FAKTA]: Vaksin Disiapkan Sebelum Penyakitnya Muncul, Sebabkan Kebodohan hingga Mandul
![[HOAKS atau FAKTA]: Vaksin Disiapkan Sebelum Penyakitnya Muncul, Sebabkan Kebodohan hingga Mandul](https://img.merahputih.com/media/cb/96/e7/cb96e76dd80770d33a8ae51142c6957d_182x135.jpg)
[HOAKS atau FAKTA]: Vaksin COVID-19 Terkoneksi Bluetooth di Aplikasi Handphone
![[HOAKS atau FAKTA]: Vaksin COVID-19 Terkoneksi Bluetooth di Aplikasi Handphone](https://img.merahputih.com/media/b7/83/47/b783478297cb6d97ceab51e9480de202_182x135.png)
KPK Minta Tolong BRI Bantu Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19
