UU TPKS Dinilai Sebagai Langkah Maju Lindungi Korban Kekerasan Seksual
Ilustrasi kekerasan seksual. (Foto: MP)
MerahPutih.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyesahkan Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang (UU) TPKS, setelah berbagai pro kontrak, perubahan nama uu ini mewarnai prosesnya sejak 2012.
Amnesty International Indonesia (AII) menilai pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang (UU) TPKS merupakan langkah maju dari negara untuk melindungi korban kekerasan seksual.
Baca Juga:
UU TPKS Disahkan, Puan Dapat Apresiasi Tinggi dari Elemen Perempuan
"Ini adalah langkah maju yang sudah lama ditunggu-tunggu untuk melindungi hak-hak korban kekerasan seksual di Indonesia," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid di Jakarta, Rabu (13/4).
Pengesahan RUU TPKS dapat dicapai berkat kegigihan dan kerja keras masyarakat sipil, khususnya organisasi-organisasi pembela hak perempuan serta para penyintas kekerasan seksual dan keluarganya, yang senantiasa berupaya meningkatkan kesadaran perihal urgensi masalah kekerasan seksual selama hampir satu dekade.
Meskipun begitu, kata Usman, pihaknya memandang Undang-Undang TPKS belum sempurna. Ketidaksempurnaan itu muncul dari keputusan DPR untuk tidak mencantumkan pemerkosaan ke dalam jenis kekerasan seksual.
UU TPKS hanya mengatur sembilan jenis kekerasan seksual, yakni pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non-fisik, kontrasepsi paksa, sterilisasi paksa, kawin paksa, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Baca Juga:
DPR Sahkan RUU TPKS Jadi Undang-Undang
Sementara itu, dua jenis kekerasan seksual lainnya, yakni pemerkosaan dan pemaksaan aborsi yang pernah masuk dalam draf sebelumnya dikeluarkan untuk menghindari tumpang tindih dengan RKUHP yang masih dibahas oleh DPR RI.
"Meskipun UU TPKS adalah legislasi yang sangat diperlukan, UU ini belum sempurna. Oleh karena itu, kami dari Amnesty International Indonesia mendesak Pemerintah dan DPR untuk memastikan pasal-pasal tentang pemerkosaan dalam RKUHP sejalan dengan UU TPKS dan mengutamakan hak-hak korban," ujarnya.
DPR menyetujui pengesahan RUU TPKS menjadi undang-undang pada 12 April 2022. Aturan tersebut merupakan legislasi pertama terkait dengan kekerasan seksual dalam sejarah Indonesia.
RUU TPKS digagas oleh Komnas Perempuan pada tahun 2012. Komnas Perempuan menyelesaikan penyusunan RUU tersebut bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) dan Forum Pengada Layanan (FPL) pada tahun 2016. Setelah itu, RUU TPKS mulai dibahas di DPR RI. (Pon)
Baca Juga:
Pengesahan UU TPKS Buah Perjuangan Korban Kekerasan Seksual
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Mantan Kapolres Ngada Dipenjara 19 Tahun karena Cabuli Bocah, Bukti Jabatan dan Pangkat tak Bisa jadi Tameng dalam Pelanggar HAM
Mahasiswi Pemasok Anak Korban Pedofil Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Divonis 11 Tahun Bui
Divonis 19 Tahun Bui, Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Cabuli Bocah karena Hobi Nonton Bokep
Komisi XIII DPR Dukung Hukuman Maksimal untuk Mantan Kapolres Ngaada
36 Kasus Pelecehan Seksual di Kereta Mayoritas Terjadi di KRL, KAI Ancam Blacklist Pelaku Nakal
Konten Lecehkan Kiai, DPR Desak KPI Audit dan Setop Siaran Xpose Trans7
Komisi I DPR Desak TNI Tindak Tegas Prajurit yang Memukul Driver Ojol di Pontianak
Komnas HAM Sebut Restorative Justice tak Boleh Dipakai untuk Kasus HAM Berat dan TPKS
[HOAKS atau FAKTA]: Stasiun TV Dilarang Tayangkan Aksi Unjuk Rasa karena Mengandung Unsur Kekerasan
PBB Soroti Demo di Indonesia yang Diwarnai Kekerasan, Desak Investigasi Transparan dan Menyeluruh