Uji Nyali Indonesia Buru Aset Para Buronan


Djoko Tjandra. (Foto:Antara).
MerahPutih.com - Penegakan hukum di Indonesia tengah digegerkan dengan pelarian sejumlah buronan kelas kakap yang tak kunjung tertangkap. Bagaimana tidak, mereka bisa menghindar dari kejaran meski sudah diberikan status DPO selama bertahun-tahun, teranyar buronan Djoko Tjandra yang bebas masuk Indonesia dengan bantuan aparat.
Indonesian Corruption Watch (ICW) mengungkap ada 53 pelaku tindak pidana korupsi yang kabur ke luar negeri dari jumlah tersebut, 40 orang yang masih buron, satu orang telah menyerahkan diri dan 12 orang sudah tertangkap.
Para buronan ini, terbanyak merupakan pihak yang terjerat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Paling tidak dari catatan ICW, kerugian negara yang disebabkan oleh 53 orang yang kabur ke luar negeri, mencapai Rp284 triliun. Namun yang baru dikembalikan sejumlah Rp546 miliar.
Para buronan ini, membawa asetnya ke luar negeri. Hal inilah yang menjadi cara bagi para koruptor melakukan pencucian uang.
Baca Juga:
MKD Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin
"Mereka yang kabur rata-rata terlibat kasus BLBI, tentunya kemungkinan membawa serta aset ke luar negeri sangat besar," ujar Koordinator ICW Adnan Topan Husodo beberapa waktu lalu.
Catatan ICW juga, negara yang menjadi tempat persembunyian adalah Singapura, negara yang berbatasan dengan Indonesia ini, jadi tempat favorit para buronan kasus korupsi. Selain itu Amerika Serikat, Belanda, Australia, Hongkong.
"Di Singapura paling tidak, ada 18 orang dan yang tidak diketahui dimana negaranya itu ada 10 orang," ungkapnya.
ICW meminta pemerintah selain memburu orangnya, untuk memberikan efek jera pada pelaku tindak pidana korupsi, harus dilakukan pemiskinan koruptor dengan cara pemulihan aset atau asset recovery.
"Ketika poses men-tracing aset tidak dilakukan atau lama pelaku korupsi itu nyaman," kata Adnan.
Faktor yang mempengaruhi kurangnya penerapan asset recovery terhadap pelaku korupsi di Indonesia adalah mentalitas dan erspektif penegak hukum yang fokus pada pelaku tindak pidana korupsi. Penegak hukum tidak memprioritaskan pada aset pelaku hingga melewatkan hal-hal penting yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.
"Masih follow the suspect, jadi yang penting orangnya ditangkap dulu, perkara asetnya disembunyikan, di jual segala macam itu prioritas berikutnya," ujarnya.
Baca Juga:
KPK Siap Tindaklanjuti 'Nyanyian' Wahyu Setiawan soal Kecurangan Pemilu
Namun, kata ia, ogahnya penegak hukum melakukan pengusutan aset karena terkendala dengan kerumitan prosedur. Misalnya, harus mengidentifikasi rekening aset dan sebagainya," jelas dia.
Pemerintah, kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mulai lakukan asset recovery. Salah satunya pada aset buronan Maria Pauline Lumowa di luar negeri dengan menempuh berbagai upaya hukum.
Bareskrim Polri, kata ia, akan mendata semua aset tersangka yang diduga diperoleh menggunakan uang kas BNI yang dibobol Maria Pauline Lumowa untuk kepentingan dirinya sendiri.
"Semua akan terlacak, akan terlihat ada di mana saja," kata Yasonna.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta pemerintah dan aparat penegak hukum segera membekukan aset milik terpidana dan buronan perkara korupsi semisalnya Djoko Tjandra.
"Saya meminta pemerintah Indonesia sementara membekukan aset-asetnya Joko Tjandra. Karena dia telah masuk secara ilegal. Kejaksaan Agung berhak membubarkan PT, setidaknya sebelum dibubarkan, dibekukan. Agar tidak dapat dibelanjakan apalagi dialihkan," katanya.
Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak), Barita LH Simanjuntak mengingatkan Kejaksaan Agung untuk melakukan inventarisasi aset-aset Djoko.
"Setiap pelaku tindak pidana korupsi kalau sudah ada putusan pengadilan, kejar tangkap orangnya, kejar uangnya, dan asetnya, itu sudah satu paket. Jadi bukan hanya orangnya dan uangnya, tapi (mengeksekusi) hartanya sesuai putusan pengadilan juga harus dilaksanakan," katanya.
Praktisi hukum dan komunikasi dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menegaskan target kerugian negara harus bisa dikembalikan koruptor. Langkahnya adalah dengan pembentukan Tim Pemburo Koruptor yang bukan hanya mencari orang tapi mengambil aset yang dikorupnya.
Indonesia Coruption Watch (ICW) menyebut, langkah terpenting saat ini adalah dari politisi DPR agar segera mengesahkan RUU Perampasan Aset. Aturan ini, jadi paket penting untuk dapat merampas aset hasil kejahatan korupsi.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, jika RUU ini sudah disahkan, penegak hukum tidak lagi bergantung dengan kehadiran para pelaku korupsi di Indonesia. Sekali pun menjadi buronan, aset mereka yang diduga berasal dari kejahatan korupsi jika tidak dapat dibuktikan sebaliknya bisa dirampas dalam persidangan.
"Metode pembuktiannya pun lebih mudah, karena mengadopsi konsep pembalikan beban pembuktian," Kurnia menjelaskan.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly berjanji, akan mulai prosedur pengumpulan data dan pelacakan aset hasil tindak pidana yang disimpan di Swiss setelah adanya UU tentang Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Hukum Timbal Balik dalam Pidana Antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss berlaku tetap bisa dilacak dan disita oleh negara.
"Bagusnya, UU ini bersifat retroaktif. Jadi, seluruh kejahatan fiskal, pencucian uang, atau apa saja yang terjadi sebelum perjanjian ini bisa tetap kita lacak," tutur Yasonna.
Ketua MPR Bambang Soesatyo menuturkan, perburuan tersangka koruptor dan aset akan lebih mudah, karena Indonesia akan kembali menandatangani kesepakatan bilateral tentang Automatic Exchange Information (AEoI) dengan sejumlah negara.
AEoI adalah fasilitas sistem pertukaran informasi otomatis untuk mengetahui dan mengawasi potensi pajak, baik di dalam maupun di luar negeri. AEoI bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi dana milik perorangan atau badan hukum yang disimpan di negara lain.
Saat ini, Indonesia telah menandatangani kesepakatan implementasi AEoI dengan Hongkong, Tiongkok dan Swiss. Penerapan AEoI sendiri sudah disepakati oleh 100 negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). (Knu)
Baca Juga:
Sidik Jari Pelaku Pembunuhan Editor Metro TV 'Hilang' di TKP
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
5 Pasal Kontroversial dalam RUU Perampasan Aset yang Perlu Direvisi, Pakar UNM Ungkap Risiko Kriminalisasi dan Kehilangan Kepercayaan Publik

KPK Buka Peluang Panggil Ketum PBNU Terkait Korupsi Kuota Haji

Hotman Klaim Kasus Nadiem Mirip Tom Lembong, Kejagung: Itu Kan Pendapat Pengacara

Apartemen Nadiem Makarim Digeledah, Kejagung Temukan Barang Bukti Penting

Kakak-Adik Bos Sritex Jadi Tersangka Kasus Pencucian Uang, Negara Rugi Rp 1 Triliun!

Presiden Nepal Yakinkan Semua Pihak, Tuntutan Pengunjuk Rasa Akan Dipenuhi

KPK Menggali Keterangan Khalid Basalamah Terkait Perolehan Kuota Haji Khusus

Kejagung Akui Kepala Desa yang Terlibat Kasus Korupsi Meroket Hingga 100 Persen

Eks Wamenaker Noel Tampil Berpeci Setelah 20 Hari Ditahan KPK, Alasannya Biar Keren

Tersangka Anggota DPR Satori Tidak Ditahan Setelah Diperiksa KPK 7 Jam Lebih
