Tarik Ulur Program Dokter Layanan Primer

Renovasi Ruang VK di Manggarai Barat Flores. (aipmnh.org)
Inilah Merah Putih.
Para Dokter di seluruh Indonesia berdemo menolak program Dokter Layanan Primer (DLP).
Padahal program itu merupakan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter.
Mulai 1 September lalu Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) membuka program studi DLP bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan.
DLP merupakan program studi yang diajukan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan pelayanan primer dengan waktu belajar minimal dua tahun.
Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Layanan Primer Indonesia, Dhanasari V. Trisna Sanyoto, sedikitnya 17 Fakultas Kedokteran dari Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta yang telah terakreditasi A, akan membuka pendidikan spesialis dokter layanan primer.
Pendidikan dokter spesialis layanan primer ini, seperti disampaikan Ratna Sitompul, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), sangat diperlukan untuk menguatkan layanan primer Indonesia dan juga untuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional yang sudah dua tahun berjalan di Indonesia.
Pendidikan spesialis ini boleh diambil oleh para dokter yang sudah menyelesaikan internship-nya. Sarjana dari Fakultas Kedokteran yang baru lulus sebagai dokter umum bisa kembali belajar dengan tambahan 2-3 tahun di pendidikan spesialis ini. Para dokter umum yang sudah memiliki pengalaman kerja lebih dari 5 tahun juga bisa mengambil pendidikan ini, dan hanya perlu belajar selama 6 bulan saja.
Namun para dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia memiliki pandangan yang berbeda tentang pendidikan DLP ini.
Masa sekolah dokter yang delapan tahun ditegaskan Profesor Dr. Ilham Oetama Marsis, Sp.OG, Ketua Umum PB IDI, sudah sangat cukup, apalagi di dalamnya juga sudah mencakup Standart Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI).
Untuk membiayai seorang dokter kembali menempuh pendidikan DLP selama 3 tahun dengan biaya Rp 300 juta per orang, dipandang sebagai pemborosan atau kemubaziran yang luar biasa.
Menurut Profesor Marsis dari segi program pendidikan yang dipelajari juga tidak jauh berbeda dengan SKDI.
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada SKDI 2012 telah menetapkan bahwa Dokter yang sudah menguasai modul penyakit pada 2010 dapat bertugas sebagai dokter di layanan primer dalam melaksanakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Kemudian pada SKDI 2017 terdapat 144 penyelesaian penyakit dan sampai 2019 ditetapkan 155 penyelesaian masalah penyakit. Untuk memenuhi SKDI pada 2019 nanti, dokter hanya perlu menguasai 11 modul penyelesaian penyakit.
Namun pemerintah bersikukuh dengan program pendidikan DLP.
Menurut Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Pelayanan, Akmal Taher, peningkatan kompetensi dokter di tingkat primer dengan adanya tambahan studi itu diharapkan bisa mengurangi intensitas masyarakat dalam menggunakan pelayanan sekunder. Dan hal itu akan menguntungkan negara.
Bentuk Pelayanan Primer adalah pelayanan kesehatan yang diperlukan masyarakat yang sakit ringan atau masyarakat yang sehat seperti Puskesmas, Puskesmas keliling dan klinik.
Sementara Pelayanan Sekunder adalah pelayanan kesehatan tingkat dua yang dibutuhkan masyarakat yang memerlukan perawatan inap, dan sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Contohnya Rumah Sakit tipe C dan Rumah Sakit tipe D.
Ketimbang memboroskan anggaran negara (beasiswa) Rp 300 juta per orang, IDI menyarankan agar dana tersebut dialokasikan untuk perbaikan kualitas pelayanan di puskesmas terpencil yang distribusi dokter di wilayah-wilayah yang masih tidak terisi dokter. (BES/dsyamil)
BACA JUGA
- IDI Memperingati Hari Dokter Nasional Dengan Demo Tolak DLP
- Selamat Hari Dokter Nasional 2016
- Netizen Keluhkan Mahalnya Biaya Sekolah Kedokteran
Bagikan
Berita Terkait
Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa

[HOAKS atau FAKTA]: IDI Publikasikan 19 Minuman yang Sebabkan Diabetes dan Pengerasan Otak
![[HOAKS atau FAKTA]: IDI Publikasikan 19 Minuman yang Sebabkan Diabetes dan Pengerasan Otak](https://img.merahputih.com/media/e5/74/63/e57463822770c6512e7a4fbac4ff353f_182x135.jpeg)
PB IDI Protes Mutasi dan Pemberhentian Dokter Vertikal oleh Kemenkes, Dinilai Tidak Punya Alasan

Pengungsi Gempa Bandung Raya 5.400 Orang, IDI Terjunkan Tim Medis

RS Medistra Minta Maaf Terkait Syarat Diterima Kerja Harus Lepas Hijab

Kemenkes Bantah Terlibat Pemecatan Dekan FK Unair Penolak Dokter Asing

Dekan FK Unair yang Tolak Dokter Asing Praktik di Indonesia Dipecat

IDI Ingatkan Dokter Tidak Boleh Beriklan Terutama Terkait Produk

DPR Ungkap Tanpa Jaminan Kesejahteraan, Pemerataan Dokter Sulit Terpenuhi

RSCM Respons Sanksi Kemenkes Soal Perundungan di Kalangan Dokter Spesialis
