Survei SMRC: Kinerja Kejaksaan Dinilai Buruk Dari Penegakan Hukum Sampai Rekrutmen

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Kamis, 19 Agustus 2021
Survei SMRC: Kinerja Kejaksaan Dinilai Buruk Dari Penegakan Hukum Sampai Rekrutmen

Kejaksaan Agung. (Foto: Antara)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) melansir hasil survei publik nasional bertajuk "Sikap Publik terhadap Kinerja Kejaksaan" dengan telepon pada 31 Juli sampai 2 Agustus 2021 terhadap 1000 responden yang dipilih secara acak.

Dari Survei, mendapati beberapa temuan menarik, antara lain, tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga penegak hukum tidak terlalu tinggi, meskipun yang percaya masih di atas 50 persen. Hanya 61 persen warga yang sangat atau cukup percaya pada pengadilan. Masih ada 35 persen yang kurang atau tidak percaya. Selebihnya, 4 persen warga tidak dapat memberi penilaian.

Baca Juga:

Puan Harap Kejagung Jadi Panglima Pemberantasan Korupsi

Sementara untuk Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), warga yang percaya pada lembaga ini hanya 60 persen. Ada 36 persen warga mengaku kurang atau tidak percaya pada KPK, dan ada 4 persen yang tidak dapat memberi penilaian. Demikian pula dengan lembaga kepolisian, ada 58 persen warga yang percaya dan 38 persen yang tidak percaya.

Adapun lembaga kejaksaan, warga yang mengaku sangat atau cukup percaya hanya 59 persen. Masih cukup banyak warga yang kurang atau tidak percaya pada lembaga ini, yakni sebesar 36 persen. Meskipun masih di atas 50 persen, tingkat kepercayaan warga terhadap lembaga-lembaga penegak hukum tidak terlalu tinggi. Hal ini sejalan dengan temuan lain, yaitu bahwa warga pada umumnya kurang positif dalam menilai kondisi penegakan hukum di negara kita sekarang ini.

Direktur Riset SMRC, Deni Irvani mengemukakan, yang menilai kondisi penegakan hukum sekarang buruk/sangat buruk 41,2 persen, lebih banyak dibanding yang menilai baik/sangat baik 25,6 persen. Sementara yang menilai sedang 30,1 persen, dan yang tidak menjawab sekitar 3,2 persen. Survei ini juga menemukan adanya sentimen negatif warga pada kondisi korupsi.

“Mayoritas warga, 53 persen, menilai korupsi di negara kita sekarang semakin banyak dibanding tahun lalu. Hanya 8 persen yang menilai semakin sedikit, dan 31 persen yang menilai sama saja. Yang tidak menjawab 8 persen,” kata Deni.

Penilaian warga terhadap kejaksaan pada beberapa aspek pada umumnya cenderung negatif atau lebih banyak yang menilai negatif dibanding positif.

"Penilaian yang paling negatif terkait dengan praktik suap, di mana sekitar 59 persen warga menilai jaksa di negara kita tidak bersih dari praktik suap. Yang menilai jaksa bersih dari praktik suap hanya 26 persen. Sisanya, sekitar 15 persen, tidak dapat memberi penilaian.”

Survei ini juga menemukan bahwa warga pada umumnya, 52 persen, menilai proses pemilihan jaksa tidak bersih dari KKN. Yang menilai bersih hanya 30 persen, dan sisanya 18 persen tidak dapat menjawab. Sekitar 49 persen warga menilai jaksa tidak independen dalam menuntut perkara, lebih banyak dari yang menilai jaksa independen, 34 persen. Yang tidak dapat menjawab 17 persen.

Deni Irvani menegaskan, publik juga menilai buruk sistem pengawasan internal yang berlaku di lingkungan kejaksaan. Sekitar 45 persen warga menilai pengawasan internal terhadap pegawai kejaksaan atau jaksa tidak berjalan dengan baik.

"Yang menilai sudah berjalan dengan baik 35 persen, dan sekitar 20 persen tidak tahu/tidak dapat menjawab,” kata Deni.

Ia melanjutkan, temuan ini konsisten dengan penilaian warga pada bagaimana kejaksaan menangani kasus di daerah. Sekitar 41 persen warga menilai kasus-kasus di daerah tidak ditangani oleh kejaksaan secara serius dan profesional. Yang menilai sudah ditangani dengan serius dan profesional 38 persen, dan sekitar 20 persen tidak tahu/tidak menjawab.

Lebih jauh, survei ini juga menemukan bahwa sekitar 37 persen warga menilai laporan pengaduan masyarakat atas pelanggaran yang dilakukan jaksa dan pegawai kejaksaan tidak diproses dengan baik oleh pihak kejaksaan. Yang menilai sudah diproses dengan baik 39 persen, dan yang tidak tahu/tidak menjawab 23 persen.

Survei ini juga melacak pandangan warga mengenai info adanya lelang jabatan Kajati DKI Jakarta 2019. Dari 21 persen warga yang tahu lelang jabatan Kajati pada 2019 tersebut, ada 47 persen, atau 10 persen dari populasi, yang pernah mendengar berita tentang lelang jabatan untuk Kajati DKI.

Jaksa Agung
Jaksa Agung ST Burhanuddin. (Foto: Kejagung)

"Dari 10 persen warga yang pernah mendengar berita tentang lelang jabatan Kajati DKI, ada sekitar 43 persen yang menilai bahwa proses lelang tersebut berjalan kurang/tidak adil. Yang menilai adil sangat/cukup adil 51 persen," ungkap Deni.

Sejalan dengan itu, dari 10 persen warga yang pernah mendengar lelang jabatan Kajati DKI, ada sekitar 47 persen yang tahu atau pernah dengar bahwa dalam proses lelang jabatan tersebut calon yang mendapatkan nilai paling tinggi tidak dipilih sebagai Kajati DKI.

Terkait proses rekrutmen, mayoritas, 58 persen tidak yakin proses seleksi CPNS di lembaga kejaksaan telah berjalan dengan adil tanpa kecurangan. Yang yakin 30 persen, dan ada 12 persen yang tidak dapat menjawab.

"Mengingat penilaian-penilaian tersebut di atas sangat berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan warga terhadap kejaksaan, sangat berharap lembaga kejaksaan mampu menyikapinya dengan bijak dan menjadikannya masukan demi memperbaiki kinerja lembaganya di masa mendatang," ujar Deni dalam keteranganya. (*)

Baca Juga:

Formappi Sebut Seleksi Kepala Kejati di Kejagung Hanya Formalitas

#Kejagung #Jaksa Agung #Hukum #Penegakan Hukum #Survei #Survei SMRC
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
Masih Aman, Pakar Hukum Tata Negara Sebut Anggota Polisi yang Duduki Jabatan Sipil tak Perlu Ditarik
Pakar Hukum Tata Negara, Juanda mengatakan, bahwa anggota polisi yang duduk di jabatan sipil tak perlu ditarik.
Soffi Amira - Minggu, 14 Desember 2025
Masih Aman, Pakar Hukum Tata Negara Sebut Anggota Polisi yang Duduki Jabatan Sipil tak Perlu Ditarik
Indonesia
Narapidana Diduga Dipaksa Makan Daging Anjing, Kalapas di Sulut Dicopot
Dugaan Kalapas Enemawira, Sulut, berinisial CS memaksa narapidana memakan makanan nonhalal ini diungkapkan anggota Komisi XIII DPR RI Mafirion.
Alwan Ridha Ramdani - Rabu, 03 Desember 2025
Narapidana Diduga Dipaksa Makan Daging Anjing, Kalapas di Sulut Dicopot
Berita Foto
Raker Wamenkum Edward Omar Sharif dengan Komisi III DPR bahas RUU Penyesuaian Pidana
Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (2/12/2025).
Didik Setiawan - Selasa, 02 Desember 2025
Raker Wamenkum Edward Omar Sharif dengan Komisi III DPR bahas RUU Penyesuaian Pidana
Berita Foto
Raker Wamenkum Edward Omar Sharif Hiariej dengan Komisi III DPR Bahas RUU Penyesuaian Pidana
Rapat Kerja (Raker) Wakil Menteri Hukum (Wamwenkum) Edward Omar Sharif Hiariej dengan Komisi III DPR, di Jakarta, Senin (24/11/2025).
Didik Setiawan - Senin, 24 November 2025
Raker Wamenkum Edward Omar Sharif Hiariej dengan Komisi III DPR Bahas RUU Penyesuaian Pidana
Indonesia
Begini Isi RUU Penyesuaian Pidana Yang Ditargetkan Rampung Desember 2025
Penyesuaian dilakukan untuk memberikan satu standar pemidanaan yang konsisten secara nasional
Alwan Ridha Ramdani - Senin, 24 November 2025
Begini Isi RUU Penyesuaian Pidana Yang Ditargetkan Rampung Desember 2025
Indonesia
[HOAKS atau FAKTA ]: Kejagung Sita Uang Jokowi Triliunan Rupiah
Beredar informasi di media sosial yang menyebut Kejaksaan Agung menyita uang Jokowi senilai triliunan. Cek faktanya!
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 19 November 2025
[HOAKS atau FAKTA ]: Kejagung Sita Uang Jokowi Triliunan Rupiah
Indonesia
Polisi Bisa Sadap dan Tangkap Semena-Mena di KUHAP Baru, Ketua Komisi III DPR: Tuduhan itu Hoaks
Pasal 136 ayat (2) KUHAP baru menegaskan bahwa teknis penyadapan akan diatur dalam undang-undang khusus yang akan dibahas setelah KUHAP disahkan.
Dwi Astarini - Selasa, 18 November 2025
Polisi Bisa Sadap dan Tangkap Semena-Mena di KUHAP Baru,  Ketua Komisi III DPR: Tuduhan itu Hoaks
Indonesia
No Viral No Justice Berlaku di Kasus Konkret, Punya Keterkaitan Publik
Dengan kewenangan besar yang melekat pada MK, ia menilai wajar bila ada pihak-pihak yang mencoba memengaruhi putusan.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 14 November 2025
No Viral No Justice Berlaku di Kasus Konkret, Punya Keterkaitan Publik
Indonesia
Advokat Usul RUU KUHAP Atur Hak Tersangka dan Sumpah Hakim sebelum Putusan Dibacakan
Memperkuat posisi tersangka agar proses penyidikan berlangsung dengan adil, transparan, dan berprinsip pada kemanusiaan.
Dwi Astarini - Senin, 10 November 2025
Advokat Usul RUU KUHAP Atur Hak Tersangka dan Sumpah Hakim sebelum Putusan Dibacakan
Indonesia
Hasil Survei LSI Denny JA: Soeharto Jadi Presiden RI yang Paling Disukai
Hasil survei LSI Denny JA mengungkapkan, bahwa Soeharto menjadi Presiden RI yang paling disukai publik.
Soffi Amira - Sabtu, 08 November 2025
Hasil Survei LSI Denny JA: Soeharto Jadi Presiden RI yang Paling Disukai
Bagikan