No Viral No Justice Berlaku di Kasus Konkret, Punya Keterkaitan Publik
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra berbicara dalam diskusi konstitusi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Bantul, D.I Yogyakarta, Jumat (14/11/2025). ANTARA/HO-UMY.
MerahPutih.com - Ungkapan "no viral, no justice", yang berarti jika tidak viral maka tidak ada keadilan, diengungkan brbagai kalangan karena keadilan dirasakan tidak tidak adil.
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menegaskan bahwa ungkapan tidak berlaku dalam pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi.
Konsep keadilan yang bergantung pada viralitas mungkin relevan untuk kasus-kasus konkret, namun tidak bisa diterapkan pada kasus abstrak yang menjadi kewenangan MK.
"Kalau kata orang-orang, 'no viral no justice'. Jadi kalau tidak diviralkan dulu, tidak adil. Nah, dalam konteks kasus yang abstrak, itu tidak bisa," ujar Saldi dalam diskusi konstitusi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Bantul, DI Yogyakarta, Jumat (14/11).
Baca juga:
Sidang Uji Materi UU Pers Hadirkan Dewan Pers, PWI dan AJI di Mahkamah Konstitusi
Ia mencontohkan, sejumlah kasus yang pernah menyita perhatian publik, seperti kasus Nenek Minah serta kasus seorang guru di Sulawesi yang dipecat karena meminta bantuan orang tua murid untuk menggaji guru honorer.
Kasus konkret semacam itu memang memiliki keterkaitan kuat dengan opini publik, sementara pengujian norma di MK tidak bersandar pada persepsi viral.
"Seberapa jauh opini publik memengaruhi hakim, saya belum menemukan buktinya," ujar dia.
Saldi mengakui,isu intervensi terhadap hakim tidak bisa dipandang sebagai sesuatu yang sama sekali tidak mungkin.
Dengan kewenangan besar yang melekat pada MK, ia menilai wajar bila ada pihak-pihak yang mencoba memengaruhi putusan.
"Pendapat bahwa Mahkamah Konstitusi tidak boleh diintervensi itu terlalu ideal. Wajar saja orang berupaya mengintervensi atau memengaruhi MK, dengan kewenangan sebesar itu," kata dia.
Tantangan terbesar justru terletak pada kemampuan menemukan hakim yang memiliki ketahanan integritas sehingga tidak goyah oleh tekanan politik maupun sosial.
"Yang harus kita siapkan adalah bagaimana menemukan hakim yang bisa tahan terhadap intervensi itu," ujarnya. (*)
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
No Viral No Justice Berlaku di Kasus Konkret, Punya Keterkaitan Publik
DPR Minta Polri Segera 'Move On', Putusan MK Wajib Dilaksanakan dan Polisi Aktif Harus Tentukan Sikap
MK Larang Polisi Aktif Duduk di Jabatan Sipil, Pakar Hukum Sebut masih Ada ‘Celah’
MK Larang Polisi Aktif Isi Jabatan Sipil, DPR Tegaskan Tak Ada Ruang Penundaan
MK Putuskan HGU IKN Jadi 95 Tahun, Komisi II DPR: Harus Diikuti Regulasi yang Jelas
Putusan MK: Polri Aktif Wajib Mundur dari Jabatan Sipil, DPR Minta Perubahan Norma UU Polri
MK Putuskan Polisi Aktif Dilarang Jabat di Luar Institusi, Mabes: Itu Berdasar Permintaan
MK Tolak Permintaan agar Jabatan Kapolri Ikut Periode Presiden, Setingkat Menteri dan Berpotensi Mereduksi Polri sebagai Alat Negara
MK Putuskan Larang Polisi di Jabatan Sipil, Nasir Djamil: Perlu Disikapi dengan Sinkronisasi Aturan
MK Batasi HGU Tanah IKN Sampai 190 Tahun yang Ditetapkan Era Jokowi Jadi 35 Tahun