Stunting Bukan Sekadar Akibat Anak Susah Makan


Anak berisiko mengalami stunting di usia 1000 hari pertamanya. (Foto: Unsplah/Omar Lopez)
DOKTER Rindang Asmara, MPH, bersama 1000 Days Fund memiliki fokus untuk menangani masalah stunting di Nusa Tenggara Timur (NTT). Rindang mengatakan angka stunting di NTT masih tinggi. Sulitnya akses air bersih di sebuah daerah seperti NTT juga menjadi masalah utama di sana nan menyebabkan masih banyak anak-anak mengalami stunting.
Rindang dalam sebuah diskusi media yang dihelat oleh Maverick Indonesia di kawasan Kebayoran, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu, mengatakan selama ini banyak masyarakat masih memahami stunting terjadi karena anak susah makan, sehingga kekurangan gizi dan nutrisi. Padahal, akses air bersih bisa menjadi faktor lainnya.
Baca Juga:
Kota Layak Anak Terganjal Data 788 Anak Alami Stunting dan Pernikahan Dini
Di daerah, lanjut Rindang, anak-anak secara tidak langsung mengonsumsi air tidak bersih yang digunakan sebagai campuran mengolah susu formula. Alhasil, anak akan terserang diare karena banyaknya bakteri pada air tidak bersih. "Jadi apapun yang dikonsumsi anak, akan dipakai tubuhnya untuk melawan infeksi atau akan keluar saja dari diarenya," kata perempuan yang menjabat sebagai COO 1000 Days Fund itu.
Diare akan membuat anak mengalami infeksi berulang. Semua nutrisi dari makanan dikonsumsi yang dibutuhkan tubuh untuk mendukung masa pertumbuhan, akan terbuang sia-sia akibat diare. Apabila kondisi ini sering terjadi, anak akan mengalami stunting atau tinggi badannya tidak normal pada usianya.

"Menurut WHO (2020) stunting adalah pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang/ tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan kondisi irreversibel akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan/atau infeksi berulang / kronis yang terjadi dalam 1000 HPK," demikian definisi stunting seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Berbeda dengan di daerah, di perkotaan, meskipun akses air bersih mudah, risiko anak mengalami stunting tetap tinggi karena kehadiran ultra process food. Ketika anak mengonsumsi ultra process food, anak akan merasa kenyang padahal belum mengonsumsi makanan bergizi dengan nutrisi seimbang.
Ultra process food, seperti dimuat di laman SehatQ ialah makanan yang melewati beberapa tahap pemerosesan. Contoh ultra process food ialah keripik kentang, biskuit, kentang goreng, permen, roti kemasan, hingga mi instan.
Baca Juga:
"Saat dia (anak) makan ultra processed food, otaknya akan memberi tahu badannya bahwa dia tidak lapar. Orang tua akan menganggap anaknya tidak mau makan, dia makannya susah," tutur Rindang menjelaskan dampak anak mengonsumsi ultra process food yang berujung ke stunting.
Masalah stunting memang kompleks. Perlu adanya kolaborasi dari sejumlah pihak untuk mensosialisasikan tentang definisi stunting secara menyeluruh. Seperti yang dilakukan 1000 Days Fund- organisasi non-profit yang berfokus mencegah stunting di Indonesia.
1000 Days Fund memiliki program pelatihan kader posyandu agar mereka memahami stunting secara menyeluruh. Dengan begitu, kader dapat mengedukasi kepada para orang tua mengenai langkah-langkah perlu dilakukan pada 1000 hari pertama usia anak (dari kandungan hingga usia dua tahun) agar kelak tidak mengalami stunting.
Data Litbang Kemenkes 2019 mengungkapkan terdapat lebih dari 1,5 juta kader posyandu di Indonesia dan 90 persen di antaranya tidak terlatih. Hal ini sangat signifikan mengingat lebih dari 66 persen penduduk Indonesia bergantung pada posyandu untuk intervensi 1.000 Hari Pertama Kelahiran (HPK).
Maka dari itu, 1000 Days Fund telah bekerja sama dengan pemerintah untuk memberikan pelatihan bagi lebih dari 54.000 kader posyandu yang tersebar di 28 pulau. Sebanyak 87,5 persen kader posyandu merasa lebih percaya diri dalam mengedukasi keluarga dan 77,7 persen orang tua telah memahami apa itu stunting, penyebab, dan bagaimana cara mencegahnya.
Kader posyandu adalah individu yang dipilih oleh anggota masyarakat dan bekerja dengan semangat sukarelawan. Umumnya, mereka tidak memiliki latar belakang pendidikan kesehatan seperti dokter, perawat, maupun bidan.
“Melalui strategi pelatihan kader posyandu, kami melihat korelasi yang positif antara peningkatan kapasitas kader dengan penurunan angka stunting,” tutup Rindang. (ikh)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Bunda, Coba deh Lavender & Chamomile untuk Tenangkan Bayi Rewel secara Alami

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa

Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke
