Sentuhan Sosial yang Hilang akibat COVID-19

Muchammad YaniMuchammad Yani - Senin, 07 Desember 2020
Sentuhan Sosial yang Hilang akibat COVID-19

Apa yang dapat menggantikan pelukan yang hilang akibat COVID-19 (Foto: 123RF/Kwanchai Chai-udom)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

PELUKAN, jabat tangan, sun pipi, akan menjadi bentuk sentuhan yang menghilang dari kehidupan kita selama pandemi global. Bahkan tos, tinju, dan adu siku yang dapat membuat kita berdiri lebih dekat dari jarak 1,5 meter juga makin jarang dilakukan.

Saat ini, ketika kita mulai keluar rumah mereka dan membangun kembali kehidupan, ada kecanggungan dalam melakukan itu semua. Para ahli pun berpendapat sentuhan sosial akan berkurang, untuk tidak mengatakan hilang secara keseluruhan, bahkan setelah pandemi berakhir. “Saya pikir kita tidak harus berjabat tangan lagi, jujur saja,” kata Dr. Anthony Fauci dalam wawancara dengan podcast Wall Street Journal.

Jika sentuhan sosial menghilang lebih dari sekedar sementara, tidak ada konsensus tentang apa yang akan menggantikannya. “Saat kami keluar dari karantina dan isolasi, saya pikir kami akan melihat beberapa orang menawarkan jabat tangan dan beberapa orang tidak ingin bersentuhan,” kata Aaron Smith, psikoterapis dan instruktur di sekolah pekerjaan sosial di Renison University College di Kanada. Dia mengeksplorasi kelebihan dan kekurangan jabat tangan dalam artikel jurnal yang diterbitkan pada bulan Maret lalu.

Baca juga:

Durasi Olahraga Ideal Setelah Duduk Seharian

“Akan ada banyak kecanggungan saat orang-orang mencoba mencari cara untuk menyapa seseorang, bagaimana menyambut seseorang secara profesional, bagaimana bertemu pacar anakmu untuk pertama kalinya,” kata Smith seperti diberitakan time.com (6/12).

Ketidakpastian ini dapat mempengaruhi hubungan tersebut. “Kita akan mulai melihat lebih banyak jenis konflik antarpribadi dan berbasis keluarga,” Smith memprediksi. Jika rekan bisnis mencoba untuk berjabat tangan atau ibu kamu memeluk, dan kamu menarik diri, "akan ada beberapa efek getaran yang cukup besar dalam hal dinamika relasional yang kita lihat."

Bahkan bagi kamu yang benci dipeluk atau berjabat tangan, kehilangan sentuhan sosial sepenuhnya seperti yang kita alami selama COVID-19, mungkin tetap terasa tidak normal. “Tiba-tiba, kami mulai menyadari bahwa semua sentuhan ini hilang. Rasanya ada kekosongan yang aneh,” kata Juulia Suvilehto, peneliti di Universitas Linköping di Swedia yang mempelajari ikatan sosial.

Ada rasa canggung saat bersentuhan dengan orang lain. (Foto: 123RF/Nophamon Yanyapong)
Ada rasa canggung saat bersentuhan dengan orang lain. (Foto: 123RF/Nophamon Yanyapong)

Bahasa adalah cara paling jelas yang digunakan manusia untuk membina ikatan sosial satu sama lain, tetapi sentuhan juga memiliki fungsi serupa. “Kami tahu bahwa primata selain manusia banyak menggunakan sentuhan sosial. Semakin besar kelompoknya, semakin banyak waktu yang mereka habiskan untuk itu. Ini adalah cara menjalin sekutu dan menjaga hubungan,” kata Suvilehto.

Sentuhan juga membantu mengurangi agresi di antara orang-orang, kata Tiffany Field, direktur Touch Research Institute di University of Miami School of Medicine, “Saat kamu menyentuh seseorang secara sosial, sangat sulit untuk bersikap agresif terhadap mereka.”

Sebaliknya, Field menambahkan, “Jika kamu memisahkan dua monyet dan mereka dapat melihat, mendengar, dan mencium satu sama lain, tetapi mereka tidak dapat saling bersentuhan, begitu kamu melepaskan kaca plexiglass, mereka akan membunuh satu sama lain.”

Baca juga:

Survive Stabilkan Berat Badan Selama Pandemi, Bisa?

Field tidak berpikir sentuhan akan populer kembali, ia pun curiga benturan siku akan mengurangi jabat tangan. Namun, Field berharap sentuhan akan kembali di antara keluarga yang menghabiskan lebih banyak waktu bersama di karantina. Ke depan mungkin trend-nya akan demikian, orang hanya menjabat tangan dan berpelukan hanya dengan yang paling mereka percayai. Salam baru tanpa kontak kulit akan lebih sering digunakan untuk orang yang berada di luar lingkaran sosial.

Tatapan dan Kata-kata jadi Pilihan

Namun penelitian menunjukkan bahwa mungkin, sampai taraf tertentu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengganti jabat tangan dan pelukan. Demikian diungkap dalam sebuah penelitian yang dilakukan Dr. Mark Sklansky kepala kardiiologi pediatrik di UCLA Mattel Children’s Hospital, AS.

Sklansky, ahli jantung pediatrik dan pejuang anti-jabat tangan, melakukan eksperimen untuk melihat apakah dia dapat menghilangkan jabat tangan di dua unit perawatan intensif neonatal UCLA, tempat beberapa pasien yang paling rentan dirawat.

COVID-19 mengubah perilaku orang. (Foto: 123RF/beer5020)
COVID-19 mengubah perilaku orang. (Foto: 123RF/beer5020)

Dalam sebuah studi tahun 2017, ia menjelaskan pengaturan zona bebas jabat tangan dengan memasang tanda yang menggambarkan dua tangan yang saling berpegangan, dicoret, dan mendorong para dokter, perawat, dan penghuni untuk mencoba salam nonverbal yang berbeda. Sementara sekitar sepertiga penyedia layanan resisten, terutama dokter, dan terutama laki-laki, hampir semua keluarga pasien mendukung untuk tidak disentuh oleh dokter mereka.

Kurang dari 10 persen mengatakan mereka ingin disambut dengan jabat tangan. Sebagian besar lebih memilih ketika penyedia layanan kesehatan menatap mata mereka, tersenyum, memanggil mereka dengan nama atau ditanya tentang kesejahteraan mereka.

Jika kamu merasa bahwa hubungan pribadi lebih sulit dibentuk saat berbicara dengan seseorang yang berjarak enam kaki atau melalui layar di Zoom, kamu tidak sendirian. “Kamu harus mengungkapkan lebih banyak hal yang biasanya kamu ungkapkan dengan sentuhan,” kata Suvilehto.

Memeluk seseorang yang membutuhkan penghiburan atau meletakkan tangan di bahunya sering kali terasa lebih mudah dan lebih alami daripada menemukan kata-kata yang tepat. (Aru)

Baca juga:

Jadi yang Pertama, Singapura Setujui Produk Daging Buatan

#Kesehatan #Psikologi
Bagikan
Ditulis Oleh

Muchammad Yani

Lebih baik keliling Indonesia daripada keliling hati kamu

Berita Terkait

Lifestyle
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak
Pertambahan mata minus ini akan mengganggu aktivitas belajar maupun perkembangan anak
Angga Yudha Pratama - Rabu, 01 Oktober 2025
Waspadai Tanda-Tanda Mata Minus pada Anak
Fun
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Satu dari tiga orang dewasa di Indonesia memiliki kadar kolesterol tinggi.
Ananda Dimas Prasetya - Selasa, 30 September 2025
Strategi Sehat Kontrol Kolesterol, Kunci Sederhana Hidup Berkualitas
Indonesia
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan
Peredaran rokok ilegal dinilai sangat mengganggu. Sebab, peredarannya bisa merugikan negara hingga merusak kesehatan masyarakat.
Soffi Amira - Kamis, 25 September 2025
Peredaran Rokok Ilegal Dinilai Mengganggu, Rugikan Negara hingga Merusak Kesehatan
Indonesia
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak
Pemerintah DKI melalui dinas kesehatan akan melakukan penanganan kasus campak agar tidak terus menyebar.
Dwi Astarini - Jumat, 12 September 2025
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak
Indonesia
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Langkah cepat yang diambil jajaran Dinkes DKI untuk mencegah penyakit campak salah satunya ialah melalui respons penanggulangan bernama ORI (Outbreak Response Immunization).
Dwi Astarini - Selasa, 09 September 2025
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Indonesia
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lonjakan kasus malaria yang kembali terjadi setelah daerah tersebut sempat dinyatakan eliminasi pada 2024 itu harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Dunia
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Menkes AS juga menghapus program pencegahan penyakit yang krusial.
Dwi Astarini - Rabu, 03 September 2025
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Lifestyle
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Mereka yang membatasi makan kurang dari delapan jam sehari memiliki risiko 135 persen lebih tinggi meninggal akibat penyakit kardiovaskular.
Dwi Astarini - Selasa, 02 September 2025
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Indonesia
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran
Irma mendorong BPJS Kesehatan untuk bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik
Angga Yudha Pratama - Kamis, 28 Agustus 2025
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran
Bagikan