Sekjen PDIP Sebut Demokrasi Indonesia Sedang Diuji, Nepotisme Menguat
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto. (Foto: MP/Ponco)
MerahPutih.com - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa demokrasi Indonesia sedang diuji di hadapan delegasi Council of Asian Liberal and Democrats (CALD Party).
Hal itu Hasto sampaikan saat menerima delegasi yang berasal dari sembilan negara di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Selatan, Sabtu (28/10).
Baca Juga:
Simbol kemunduran demokrasi itu diutarakan Hasto saat melihat Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah yang mengenakan baju hitam. Hasto lalu mengenalkan Basarah kepada delegasi CALD.
"Pak Ahmad Basarah, mohon berdiri. Beliau adalah Ketua DPP Bidang Luar Negeri, Wakil Ketua MPR RI. (MPR) ini adalah badan permusyawaratan tertinggi, jadi beliau adalah orang yang sangat penting," kata Hasto.
Sebelum berpidato, Hasto mengaku sempat berbincang dengan Basarah. Hasto menanyakan mengapa tidak menggunakan baju partai berwarna merah seperti dirinya kepada Basarah.
"Dan memang benar, ini mencerminkan betapa demokrasi saat ini sedang diuji. Ya, karena terlahir kembalinya nepotisme. Jadi, kita harus mempertimbangkan hal ini," ujarnya.
Fenomena penggunaan baju hitam ini diawali oleh sikap Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat yang mengungkap hal tentang lembaganya yang kini dilanda prahara.
Mahaguru di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu sampai merasa perlu mengenakan baju hitam untuk menggambarkan kondisi MK saat ini.
Baca Juga:
Sekjen PDIP Bantah Isu Megawati dan Jokowi Tidak Jalin Komunikasi
Berpidato pada Konferensi Hukum Nasional yang digelar Kemenkumham di Jakarta, Rabu (25/10), Arief menceritakan soal adanya pertanyaan apakah Indonesia sedang baik-baik saja atau sebaliknya.
“Saya mengatakan di berbagai sektor bidang kehidupan Indonesia sedang tidak baik-baik saja,” imbuhnya.
Arief dalam kesempatan itu juga mengajak peserta Konferensi Hukum Nasional berhati-hati.
Menurut dia, saat ini ada kecenderungan sistem ketatanegaraan dan bernegara yang sudah jauh dari Pembukaan UUD 1945.
“Bayangkan, bapak (dan) ibu sekalian. Di era Soeharto, era rezim Orde Baru atau Orde Lama pun, itu tidak ada kekuatan yang terpusat di tangan-tangan tertentu,” katanya.
Ketua MK periode 2015-2018 itu menjelaskan pada era Orla maupun Orba masih ada pembagian kekuasaan yang mengacu pada teori Trias Politika, yakni lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Namun, kondisi itu justru berbeda dengan sekarang.
Arief menuturkan ada pihak yang memiliki partai politik sehingga punya tangan di lembaga legislatif. Menurut dia, pihak yang sama juga memiliki tangan di eksekutif, bahkan di yudikatif.
“Saya sebetulnya datang ke sini agak malu. Kenapa saya pakai baju hitam, karena saya sebagai hakim Mahkamah Konstitusi sedang berkabung, karena di Mahkamah Konstitusi baru saja terjadi prahara,” kata Arief. (Pon)
Baca Juga:
Kirim Whatsapp ke Gibran Minta Kembalikan KTA PDIP, Rudy: Belum Dijawab
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Implementasi PP 47/24 Masih Rendah, Pemerintah Didesak Percepat Penghapusan Piutang Macet UMKM
Sumpah Pemuda Harus Jadi Semangat Kepeloporan Anak Muda
Peringatan Sumpah Pemuda, PDIP Tegaskan Komitmen Politik Inklusif bagi Generasi Muda
Ribka Tjiptaning Nilai Soeharto tak Pantas Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Dianggap Pelanggar HAM
Soal Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, PDIP: Kita Dukung KPK, Diperiksa Saja
PDIP Sebut Ada Niat Jahat jika Utang KCJB Dikaitkan dengan APBN
PDIP Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, FX Rudy Sebut itu Harapan Masyarakat
Bonnie Triyana Tegaskan Pemberian Gelar Pahlawan kepada Soeharto Mencederai Cita-Cita Reformasi
Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan, Politisi PDIP: Aktivis 1998 Bisa Dianggap Pengkhianat
Hari Santri Jadi Momentum Gali kembali Islam Bung Karno dan Resolusi Jihad