Sejarah Pemerintah Mengatur Kaum Jomlo

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Sabtu, 06 Juni 2020
Sejarah Pemerintah Mengatur Kaum Jomlo

Iringan pengantin Jawa. (Tropenmuseum)

Ukuran:
14
Font:
Audio:

JELANG lebaran lalu beredar meme pertanyaan pantangan meski basa-basi, kapan nikah?

Jika hari ini pertanyaan tersebut sekadar basa-basi dan dilontarkan saudara, teman, dan mantan pacar, di masa lalu pemegang otoritas tertinggi berkewenangan menanyakan status sudah menikah atau belum.

Baca juga: Lakon Sejarah Dakon, Permainan Tradisional Paling Populer Saat Ramadan

Status jomlo di usia produktif membuat merah kuping pemerintah. Pada permulaan 1808, pemerintah Hindia Belanda memerintahkan para bupati khusus mengawasi orang-orang jomlo atau lajang.

Uraian perintah tersebut, pada Plakaatboek,XV, P. 1808, disebutkan agar perhatian para bupati ditujukan kepada kaum pribumi dan rakyat jelata supaya tidak lagi hidup menyendiri. “Semua pria dan wanita muda sudah bisa menikah, harus segera menikah dan dengan demikian akan mencegah terjadinya kemalasan, hidup menggelandang, dan kenakalan lainnya serta mendorong pertambahan penduduk secara tetap”, dikutip Peter Boomgard pada Anak Jajahan Belanda: Sejarah Sosial dan Ekonomi Jawa 1795-1880.

Jomlo
Foto keluarga Belanda di Hindia Belanda. (Tropenmuseum)

Kejomloan jelas diterjemahkan pemerintah sebagai masalah ekonomi. Kaum jomlo, duda, dan janda, lanjut Boomgaard, dianggap sebagai satuan sosial dan ekonomi tak utuh dan lengkap sehingga kontraproduktif terhadap perekonomian.

Di daerah-daerah dengan sistem kepemilikan tanah umum, kaum jomlo tidak diperkenankan menjadi pemilik tanah.

Pemerintah menggariskan, seturut Boomgaard, hanya pasangan menikah bisa membentuk satuan ekonomis dan mampu mencukupi kebutuhan. Mereka menjadi motor penggerak semua kewajiban sosial, ekonomi, dan politik terhadap komunitas lokal dan negara.

Jomlo
Keluarga Belanda berpose di studio foto Hindia Belanda. (Tropenmuseum)

Cara pandang pemerintah Hindia Belanda tersebut menyerap tata hidup masyarakat Jawa tentang hidup membujang atau jomlo pada usia dewasa sebagai kekeliruan atau menyimpang kodrat. “Tidak dapat disangkal di Jawa hampir semua orang menikah. Tidak ada adat kebiasaan atau lembaga melarang pernikahan,” tulis Boomgaard.

Baca juga: Membongkar Klaim Raden Patah Orang Tionghoa

Tak heran bila status menikah senantiasa didorong penguasa Jawa maupun penguasa Belanda. Jelaslah, baik komunitas desa dan negara menganggap pernikahan sebagai hal penting mewujudkan tatanan masyarakat harmonis dan produktif.

Sementara, negara sangat tertarik dengan status pernikahan karena membuat warga memiliki penghasilan untuk bisa membayar pajak kepada negara. (*)

Baca juga: Cerita Masa Lalu Wisata Pesohor Dunia Menikmati Pemandangan Daerah Pegunungan Jawa Barat!

#Menikah #Jomlo #COVID-19
Bagikan

Berita Terkait

Lifestyle
Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID
Gejala long COVID tidak selalu sama pada setiap orang. Sebagian mengalami hanya satu keluhan, seperti sesak napas atau kelelahan (fatigue), sementara yang lain menghadapi kombinasi beberapa gangguan.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 12 Agustus 2025
Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID
Indonesia
2 Juta Warga DKI Jakarta di Atas 19 Tahun Belum Menikah, Faktornya Bukan karena Ketakutan
Sebanyak dua juta warga DKI Jakarta di atas 19 tahun belum menikah. Namun, faktornya bukan dikarenakan takut, melainkan mempersiapkan hidup yang lebih matang.
Soffi Amira - Minggu, 03 Agustus 2025
2 Juta Warga DKI Jakarta di Atas 19 Tahun Belum Menikah, Faktornya Bukan karena Ketakutan
Indonesia
Jangan Terbawa Arus Budaya Barat, Menag Minta Pasangan di Indonesia segera Menikah
Menteri Agama, Nasaruddin Umar, meminta pasangan di Indonesia untuk segera menikah. Ia heran jika masih ada yang lebih memilih kumpul kebo.
Soffi Amira - Minggu, 06 Juli 2025
Jangan Terbawa Arus Budaya Barat, Menag Minta Pasangan di Indonesia segera Menikah
Indonesia
Kemenkes Temukan 1 Kasus Positif COVID dari 32 Spesimen Pemeriksa
Kemenkes menjabarkan saat ini ada 179 kasus COVID-19, dengan 1 kasus positif dari 32 pemeriksaan yang ditemukan
Wisnu Cipto - Senin, 16 Juni 2025
Kemenkes Temukan 1 Kasus Positif COVID dari 32 Spesimen Pemeriksa
Indonesia
178 Orang Positif COVID-19 di RI, Jemaah Haji Pulang Batuk Pilek Wajib Cek ke Faskes Terdekat
Batuk-pilek disertai sesak napas dalam waktu kurang dari 14 hari setelah kembali dari Tanah Suci.
Wisnu Cipto - Senin, 16 Juni 2025
178 Orang Positif COVID-19 di RI, Jemaah Haji Pulang Batuk Pilek Wajib Cek ke Faskes Terdekat
Indonesia
Semua Pasien COVID-19 di Jakarta Dinyatakan Sembuh, Tren Kasus Juga Terus Menurun Drastis
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menegaskan bahwa situasi COVID-19 di Ibu Kota tetap terkendali
Angga Yudha Pratama - Jumat, 13 Juni 2025
Semua Pasien COVID-19 di Jakarta Dinyatakan Sembuh, Tren Kasus Juga Terus Menurun Drastis
Indonesia
Jakarta Tetap Waspada: Mengungkap Rahasia Pengendalian COVID-19 di Ibu Kota Mei 2025
Ani mengimbau masyarakat untuk terus menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan
Angga Yudha Pratama - Rabu, 11 Juni 2025
Jakarta Tetap Waspada: Mengungkap Rahasia Pengendalian COVID-19 di Ibu Kota Mei 2025
Indonesia
KPK Minta Tolong BRI Bantu Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19
KPK meminta bantuan BRI untuk memberikan informasi mengenai fasilitas kredit
Wisnu Cipto - Jumat, 06 Juni 2025
KPK Minta Tolong BRI Bantu Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19
Indonesia
KPK Periksa 4 Orang Terkait Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19, Ada Staf BRI
Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK.
Wisnu Cipto - Kamis, 05 Juni 2025
KPK Periksa 4 Orang Terkait Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19, Ada Staf BRI
Indonesia
COVID-19 Melonjak, Ini Yang Dilakukan Menkes Budi Gunadi Sadikin
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin usai menemui Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (3/6), mengakui ada kenaikan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia yang terkonfirmasi.
Alwan Ridha Ramdani - Rabu, 04 Juni 2025
COVID-19 Melonjak, Ini Yang Dilakukan Menkes Budi Gunadi Sadikin
Bagikan