Sederet Alasan PPN 12 Persen Harus Dibatalkan, Angka PHK Tinggi hingga Konsumsi Rumah Tangga Melorot


nggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati. (Dok. Media DPR
MerahPutih.com - Rencana pemerintah menaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada awal tahun 2025 perlu dipertimbangkan. Hal ini diungkapkan Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati.
“Dari seluruh indikasi indikasi yang ada kondisi ekonomi saat ini sedang kurang baik," katanya dalam keterangan tertulis kepada wartawan di Jakarta, Jumat (22/11).
Anis menuturkan, Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan. Tren ini dimulai pada Mei 2024 dengan deflasi kecil sebesar 0,03 persen, diikuti 0,08 persen, pada Juni, 0,18 persen pada Juli, 0,03 persen, pada Agustus, dan 0,12 persen pada September.
“Deflasi menjadi sinyal daya beli masyarakat yang melemah," ujar Politisi PKS ini.
Anis pun menyebut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi nasional kuartal III tahun 2024 melambat di angka 4,95 persen year on year (yoy).
Baca juga:
Kenaikan PPN Dinilai Sebagai Langkah Strategis Tingkatkan Pendapatan Negara
Konsumsi rumah tangga juga melambat, hanya naik 4,91 persen (yoy), lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang sebesar 4,93 persen.
"Maka konsumsi masyarakat sangat membutuhkan berbagai stimulus dari pemerintah, agar membaik," ungkapnya.
Doktor Ekonomi Syariah UNAIR ini mengungkapkan laporan BPS yang menunjukkan proporsi kelas menengah pada 2024 tercatat sebesar 47,85 juta jiwa, melorot dibandingkan periode prapandemi COVID19 pada 2019 yang mencapai 57,33 juta jiwa. Bahkan sebanyak 9,48 juta kelas menengah turun kelas.
"Sebaliknya, kelompok aspiring middle class atau kelas menengah rentan menunjukkan peningkatan jumlah, yakni dari 128,85 juta jiwa pada 2019 menjadi 137,5 juta jiwa pada tahun 2024," katanya.
Anggota DPR RI asal Jakarta ini menyebut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI, sejak awal tahun hingga 15 November 2024, ada sekitar 64.288 tenaga kerja yang terkena PHK di Indonesia. Jumlahnya naik dari akhir Oktober yang tercatat sebesar 63.947 tenaga kerja.
Baca juga:
Pertumbuhan Ekonomi Bisa Anjlok, Pemerintah Diminta Mengkaji Ulang PPN 12 Persen
"Jadi pascapandemi ini memang banyak industri yang tidak kembali pulih, PHK tertinggi dari sektor manufaktur, termasuk di industri tekstil," ungkapnya.
Anggota Baleg DPR RI ini mengingatkan pemerintah bahwa masih terdapat ruang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) untuk mengkoreksi tarif PPN 12 persen yang berlaku di Januari 2024.
Pada UU HPP pasal 7 ayat 3 dan ayat 4, disebut bahwa tarif PPN dapat disesuaikan menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen dengan kebijakan negara yang diatur oleh PP dengan persetujuan DPR RI.
“Ini ruang yang bisa digunakan dengan mempertimbangkan situasi ekonomi saat ini," tutup Anis. (Knu)
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Gaji DPR RI 2025 Usai Pemangkasan: Berapa Take Home Pay-nya Sekarang?

Aktivis Sebut Penonaktifan 5 Anggota DPR RI Bodohi Rakyat, Gaji Tetap Diterima

DPR Soroti Ketergantungan Impor Minyak dan Pangan, Pemerintah Diminta Segera Panggil Produsen untuk Pastikan Komitmen Ketersediaan dan Harga yang Terjangkau

Legislator Tekankan Tiga Prioritas Utama dalam Pendidikan Nasional: Kesejahteraan Guru, Akses Merata, dan Sarana Prasarana Memadai

Puan Maharani Kumpulkan Pimpinan Fraksi Partai, Bahas Transformasi DPR

DPR Dorong Pemerintah Libatkan Peternak Kecil dalam Program Sapi Merah Putih

RUU Perampasan Aset Masih Usulan Pemerintah, DPR Pertimbangkan untuk Ambil Alih

DPR Buka Peluang Ambil Alih Inisiatif RUU Perampasan Aset dari Pemerintah

Stok Melimpah Namun Harga Melambung Jadi Pertanda Masalah Serius, Pemerintah Diminta Waspadai Spekulasi dan Kartel Beras

RUU PPRT akan Perkuat Peran P3RT sebagai Penjamin Keamanan dan Keterampilan Pekerja Rumat Tangga
