Save The Children Inisiasi Aksi Bersih Pantai di Sulawesi Tengah


Dibutuhkan aksi nyata kepedulian terhadap lingkungan untuk menikmat alam yang indah dan bersih (Foto: pixabay/kanenori)
KEMENTERIAN Kelautan dan Perikatan (KKP) menyebutkan bahwa sebaran abrasi pantai di Sulawesi Tengah sebanyak 34 titik. Angka tersebut menduduki tempat terbanyak ketiga di Pulau Sulawesi, setelah Sulawesi Selatan (57 titik) dan Sulawesi Tenggara (74 titik).
Abrasi pantai berdampak pada penyusutan garis pantai, sehingga daratan utama semakin berkurang, berkurangnya sumber daya ikan dan plashma nutfah, serta merusak hutan bakau di sepanjang pesisir pantai yang memperbesar risiko bencana.
Baca Juga:
Perusahaan Ini Siapkan Solusi Liburan di Pantai saat Pandemi COVID-19
"Krisis Iklim dirasakan dampaknya secara nyata oleh anak-anak saat ini, terutama pada mereka yang tinggal di daerah rawan bencana dan pernah mengalami histori kejadian bencana skala besar seperti misalnya di Kabupaten Donggala," jelas Chief of Advocacy, Campaign, Communication, and Media Save the Children Indonesia Troy Pantouw.
Troy juga menjelaskan bahwa tanpa adanya aksi nyata yang dilakukan segera dari lingkungan keluarga dan anak-anak, maka anak-anak akan terus menanggung beban tidak proporsional karena situasi yang mereka alami saat ini.

Anak-anak dan keluarga yang terdampak langsung dari krisis iklim pun harus dibantu dalam melakukan upaya-upaya adaptasi, karena kemampuan mereka terbatas.
Validasi Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan terdapat 5.402 total kejadian bencana pada tahun 2021 dan 99,5 persen di antaranya merupakan kejadian bencana hidrometeorologi yang berasosiasi dengan iklim dan cuaca ekstrem, misalnya terdapat 91 kejadian gelombang pasang serta abrasi.
Kemudian, total bencana yang terjadi pada 2021 mengalami kenaikan sebanyak 16,2 persen dari tahun sebelumnya. Tercatat 728 orang meninggal dunia dan lebih dari 7 juta jiwa menderita dan mengungsi, termasuk di antaranya adalah anak-anak.
Menyoroti hal tersebut, kelompok anak di Kabupaten Donggala yang tergabung dalam Child Campaigner Save the Children Indonesia, menginisiasi Aksi Generasi Iklim dengan melakukan aksi bersih pantai, menanam bakau, dan melakukan pemagaran hutan bakau di Pantai Mapaga, Labean, Kabupaten Donggala. Salah satu penggagas aksi tersebut ialah Rahmi, anak berusia 17 tahun yang merupakan bagian dari Forum Anak Labean sekaligus penyintas banjir rob, tsunami, dan gempa yang melanda Sulawesi Tengah pada 2018.
Rahmi menjelaskan awalnya sebelum bencana, banjir rob hanya di atas mata kaki. Setelah bencana, bisa mencapai 60 sentimeter atau selutut orang dewasa. Apabila banjir, semua barang yang tidak bisa kena air diangkat atau dipindahkan.
"Selain itu, akses untuk belajar susah karena akses tertutup dan harus menyebrang ke sekolah, sementara untuk menyebrang pakai perahu butuh uang yang cukup besar. Bahkan kadang tidak terpikir sekolah, karena harus mengungsikan barang-barang agar tidak terkena air," ujar Rahmi.
Mata pencaharian Ayah Rahmi sebagai nelayan pun terpengaruh karena sulit mendapat ikan. Akibatnya, tidak ada ikan yang bisa dijual atau dimakan. Tak jarang rahmi sekeluarga juga menjadi gatal-gatal akibat dari banjir yang masuk ke rumah.
Biasanya, air bersih didapat dari pompa air sumur namun berubah menjadi keruh. Kebutuhan air untuk Rahmi dan keluarga diambil dari sungai terdekat. "Lima tahun lalu, adik sakit diare. Orang tua panik, uang tidak ada, banjir rob sedang naik. Akhirnya tanya-tanya tetangga saja obatnya apa, dicarikan obatnya dan dikasih minum (ke adik)," tutur Rahmi.
Baca Juga:
Selain itu, sampah bawaan laut turut naik ke daratan saat terjadi banjir rob, dampaknya ketika daratan sudah kembali kering, sampah lautan mengotori daratan dan sekitar rumah masyarakat.

Rahmi merupakan satu dari sekian banyak anak dan keluarga yang terdampak banjir rob di Sulawesi Tengah. Dia harus meninggalkan rumah yang sudah 20 tahun ditempati bersama keluarga, dan pindah ke hunian tetap agar bisa kembali menjalani hidup normal. Saat ini dia sudah dua tahun tinggal di hunian tetap. Meski demikian, Rahmi tetap berharap masalah ini bisa ditanggulangi dengan cepat.
"Saat ini yang bisa kami lakukan sebagai anak-anak adalah membersihkan pantai dan menanam pohon, juga memagari pohon bakau supaya tidak dimakan kambing yang datang. Tetapi kami berharap pemerintah dapat melakukan hal lain misalnya bangun tanggul rob supaya rumah orang-orang tidak terendam banjir lagi," harap Rahmi. (ryn)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Pagi ini, Kualitas Udara di Jakarta Terburuk Kedua di Dunia

3 Truk Tinja Ketahuan Buang Limbah di Selokan Jaktim, Perusahaan Sudah 3 Kali Langgar Aturan

Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025, Pemerintah Anugerahkan Kalpataru Lestari untuk Pejuang Hijau

Pramono Bakal Revitalisasi MCK hingga Komunal di 55 RW

Budidaya Larva Black Soldier Fly Antarkan Nasabah PNM Mekaar ke Penghargaan Mata Lokal Award 2025

Kisah Chaim Joel Fetter Sediakan Pusat Kesejahteraan Anak di Sumbawa, Menunggu Uluran Bantuan Tempat Tidur

Khatib Salat Jumat Hari ini Diminta Sampaikan Pesan Pelestarian Lingkungan, Jemaah juga Ikut Tanam Pohon

Udara Jakarta tidak Sehat Buat Kelompok Sensitif, Pemprov Mau Tiru Cara Paris dan Bangkok

Hari Pertama Masuk Sekolah, Rabu (9/4), Kualitas Udara Jakarta tidak Sehat
