Bertarung Unjuk Kejantanan dan Uji Keberanian Lewat Seni Bela Diri Karaci Khas NTB


Penampilan dua petarung yang saling jalan beriringan. (Website/kemendikbud.go.id)
MerahPutih.com - Seni bela diri Karaci menjadi salah satu yang masih eksis dipertunjukkan masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB). Hal ini dilakukan sebagai upaya melestarikan kebudayaan lokal.
Seni pertarungan Karaci melibatkan dua orang lelaki. Mereka saling pukul untuk menjatuhkan lawan dan merebut kemenangan.
Dahulu pertunjukan ini hanya diperuntukan bagi kalangan bangsawan atau para raja di Sumbawa. Disebutkan bahwa awalnya dimulai sejak berdirinya kesultanan Sumbawa di abad ke 16 sampai dengan masa kesultanan berakhir tahun 1958.
Namun seiring waktu, kebudayaan yang khusus ini mengalami pergeseran. Agenda hiburan raja itu meluas ke masyarakat dan menjadi hiburan yang paling ditunggu-tunggu untuk disaksikan.
Dalam pertarungan Karaci, petarung yang tangguh dan kuat dibutuhkan. Dua orang petarung berasal dari suku Samawa, suku asli Sumbawa.
Baca juga:
Para petarung tidak bertanding dengan tangan kosong, melainkan dibekali dengan alat tarung seperti tongkat yang disebut sesambu, empar yakni perisai yang terbuat dari kulit kambing atau kerbau.
Sebelum bertemu, salah satu petarung melakukan sejumlah gerak tari (ngumang). Petarung memulai karaci sambil melakukan Lawas yakni berbalas pantun.
Tujuan Lawas dilakukan untuk mencari lawan dalam bertarung. Setelah menemukan lawan, para petarung satu dan lainnya akan saling menari bersama.
Setelah hal tersebut rampung, kemudian menggunakan kain merah yang dililitkan di beberapa area tubuh mereka.
Kesenian ini sangat maskulin. Karena, selamaeksistensi kesenian ini berumur ratusan tahun belum pernah dilakukan wanita. Selain karena sangat berbahaya, bela diri ini termasuk sangat kasar.
Menurut kebudayaan masyarakat NTB, seni ini mengandung makna penting. Di mana diartikan sebagai bentuk kejantanan, keberanian.
Lelaki suku Samawa mesti menjadi garda depan membela dan menjaga tanah Sumbawa dengan berani dan kuat dari yang ingin menghancurkannya.
Baca juga:
Warga di Pesisir Selatan Bali-NTB Diminta Waspada Gelombang Tinggi Capai 3 Meter
Supaya tradisi Karaci berlangsung lancar dan tidak ada hambatan maka pertunjukan diawasi oleh seorang wasit seperti dalam pertandingan. Wasit tersebut mesti berlaku adil dan mampu mencegah munculnya hal buruk selama Karaci berlangsung.
Melengkapi keamanan petarung Karaci, tradisi ini biasanya juga menyediakan sosok sandro alias dukun. Ia dipercaya sebagai orang yang bisa mengobati luka yang diderita oleh petarung Karaci.(tka)
Bagikan
Tika Ayu
Berita Terkait
Solo International Performing Arts 2025 Diramaikan 9 Negara, Perkuat Posisi sebagai Kota Budaya Dunia

Mengenang Pramoedya Ananta Toer lewat 'Bunga Penutup Abad'
Ruang Seni Portabel Pertama Hadir di Sudirman, Buka dengan Pameran ‘Dentuman Alam’
ArtMoments Jakarta 2025 Tampilkan 600 Seniman dan 57 Galeri, Angkat Tema 'Restoration'

Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres

ARTSUBS 2025 Hadirkan Ragam Material dan Teknologi dalam Ruang Seni yang Lentur

Serba-serbi Gunung Tambora, Pesona Jantung Konservasi Alam Khas Indonesia Timur

Banyak Turis Asing Terjatuh, Gunung Rinjani Ditutup Sementara

Emte Rilis ‘Life As I Know It’, Rayakan Kesendirian lewat Pameran Tunggal
