Rugi, Kalau Tidak Ada Partai Politik yang Berani Ambil Peran Oposisi


Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Iding Rosyidin (Foto: uin.jakarta,ac.id)
MerahPutih.Com - Wacana bergabungnya sejumlah partai politik seperti PAN, Demokrat, Gerinda dengan koalisi pemenang Pilpres 2019 sangat disayangkan pengamat politik Iding Rosyidin.
Menurut pengajar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, menjadi oposisi tidak dirugikan karena merupakan bagian dari proses demokrasi. Artinya, dengan keberadaan oposisi, kinerja pemerintah terus diawasi.
“Oposisi seolah-olah yang dirugikan dan dianggap di luar budaya Indonesia dan berbagai macam julukan padahal mestinya tidak,” kata Iding saat dihubungi di Jakarta, Senin (1/7).
Menurut Iding, makna oposisi menjadi kabur dan sempat terputus sejak pemerintahan Soeharto. Selama 32 tahun itu, lanjut Iding oposisi tidak diperbolehkan sehingga tidak ada yang berani melawan pemerintah pada saat itu.
Namun istilah tersebut menurutnya sebetulnya sudah ada sejak sebelum kemerdekaan meskipun namanya bukan oposisi.

“Di zaman sebelum kemerdekaan, tradisi kritik pada pemerintah sudah ada bahkan di zaman kerajaan meskipun namanya bukan oposisi tapi itu bentuk perlawanan,” ucapnya.
Oposisi menjadi penting dalam proses demokrasi Indonesia karena menurutnya, mempunyai kekuatan sebagai kontrol pemerintah dalam melaksanakan kebijakannya.
“Sebagai check and balances pada level parlemen dan kontrol terhadap pemerintahan,” ujarnya.
Sementara pengamat hukum tata negara Juanda mengatakan istilah oposisi tidak ada dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun yang ada adalah fungsi oposisi, yaitu sebagai kelompok penyeimbang pemerintah.
Menurut dia, fungsi oposisi itu bisa dijalankan partai politik di luar pemerintahan dan masyarakat sipil.
Sejauh ini, hanya partai Gerindra dan PKS yang telah menyatakan tetap menjadi pihak oposisi pemerintah.
Politisi PKS, Mardani Ali Sera sebagaimana dilansir Antara mengatakan PKS akan memposisikan diri berada di luar pemerintahan dan menjadi penyeimbang pemerintah.
“Sebagai partai penyeimbang pemerintah yang mengkritisi program-program pemerintah yang tidak populer, maka akan lebih terhormat. Ini akan menjadi bagian dari tugas mulia," kata Mardani Ali Sera pada diskusi "Empat Pilar MPR RI" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.
BACA JUGA: Gemar Tarik Pelatuk Senjata Api dalam Tangani Kasus, KontraS Sebut Polri Semena-Mena
Jokowi, Polri dan Tantangan Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Sementara Anggota Dewan Penasehat DPP Partai Gerindra Muhammad Syafi'i menyebut partainya akan tetap menjadi oposisi baik di pemerintahan dan parlemen guna mewujudkan demokrasi yang sehat.
"Harus ada yang bersikap oposisi dan Gerindra sejak awal sudah menunjukkan positioning sebagai partai oposisi," tutupnya.(*)
Bagikan
Berita Terkait
Fraksi Partai Gerindra DPR RI Nonaktifkan Rahayu Saraswati Buntut Ucapan Sakiti Banyak Pihak

Arahan Prabowo untuk Anggota DPR Fraksi Gerindra: Harus Mawas Diri dan Jaga Ucapan serta Perilaku

Legislator Gerindra Malam Ini Kumpul di Kertanegara, Akses Jalan Depan Rumah Prabowo Ditutup untuk Umum

Prabowo Subianto Tak Menyangka Ucapannya di Sidang MPR Jadi Nyata, Ada Kader Partai Gerindra Ditangkap KPK

Habiburokhman Usulkan Anggaran Snack Rapat Dihapus Demi Efisiensi, Cukup Air Putih Saja

Pajak Bumi dan Bangunan Naik Hingga 250% di Pati, PKS Minta Pemerintah Jangan Pernah 'Bermain Api' dengan Rakyat

Demi Tanah Abang Bangkit, Fraksi PKS Desak Pemprov DKI Jadikan Prioritas di RPJMD

PKS: Bendera One Piece Bukan Anarkis, Itu Kritik Kreatif

Geger Bendera Bajak Laut One Piece Jelang HUT RI, Mardani: Nikmati Saja

Legislator Ungkap Keuntungan dari Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal
