Rugi, Kalau Tidak Ada Partai Politik yang Berani Ambil Peran Oposisi
 Eddy Flo - Selasa, 02 Juli 2019
Eddy Flo - Selasa, 02 Juli 2019 
                Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Iding Rosyidin (Foto: uin.jakarta,ac.id)
MerahPutih.Com - Wacana bergabungnya sejumlah partai politik seperti PAN, Demokrat, Gerinda dengan koalisi pemenang Pilpres 2019 sangat disayangkan pengamat politik Iding Rosyidin.
Menurut pengajar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, menjadi oposisi tidak dirugikan karena merupakan bagian dari proses demokrasi. Artinya, dengan keberadaan oposisi, kinerja pemerintah terus diawasi.
“Oposisi seolah-olah yang dirugikan dan dianggap di luar budaya Indonesia dan berbagai macam julukan padahal mestinya tidak,” kata Iding saat dihubungi di Jakarta, Senin (1/7).
Menurut Iding, makna oposisi menjadi kabur dan sempat terputus sejak pemerintahan Soeharto. Selama 32 tahun itu, lanjut Iding oposisi tidak diperbolehkan sehingga tidak ada yang berani melawan pemerintah pada saat itu.
Namun istilah tersebut menurutnya sebetulnya sudah ada sejak sebelum kemerdekaan meskipun namanya bukan oposisi.
 
“Di zaman sebelum kemerdekaan, tradisi kritik pada pemerintah sudah ada bahkan di zaman kerajaan meskipun namanya bukan oposisi tapi itu bentuk perlawanan,” ucapnya.
Oposisi menjadi penting dalam proses demokrasi Indonesia karena menurutnya, mempunyai kekuatan sebagai kontrol pemerintah dalam melaksanakan kebijakannya.
“Sebagai check and balances pada level parlemen dan kontrol terhadap pemerintahan,” ujarnya.
Sementara pengamat hukum tata negara Juanda mengatakan istilah oposisi tidak ada dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun yang ada adalah fungsi oposisi, yaitu sebagai kelompok penyeimbang pemerintah.
Menurut dia, fungsi oposisi itu bisa dijalankan partai politik di luar pemerintahan dan masyarakat sipil.
Sejauh ini, hanya partai Gerindra dan PKS yang telah menyatakan tetap menjadi pihak oposisi pemerintah.
Politisi PKS, Mardani Ali Sera sebagaimana dilansir Antara mengatakan PKS akan memposisikan diri berada di luar pemerintahan dan menjadi penyeimbang pemerintah.
“Sebagai partai penyeimbang pemerintah yang mengkritisi program-program pemerintah yang tidak populer, maka akan lebih terhormat. Ini akan menjadi bagian dari tugas mulia," kata Mardani Ali Sera pada diskusi "Empat Pilar MPR RI" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.
BACA JUGA: Gemar Tarik Pelatuk Senjata Api dalam Tangani Kasus, KontraS Sebut Polri Semena-Mena
Jokowi, Polri dan Tantangan Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Sementara Anggota Dewan Penasehat DPP Partai Gerindra Muhammad Syafi'i menyebut partainya akan tetap menjadi oposisi baik di pemerintahan dan parlemen guna mewujudkan demokrasi yang sehat.
"Harus ada yang bersikap oposisi dan Gerindra sejak awal sudah menunjukkan positioning sebagai partai oposisi," tutupnya.(*)
Bagikan
Berita Terkait
Prabowo Ikut Musnahkan Barang Bukti Narkoba, Pengamat: Bandar Mulai Ketar-ketir
 
                      Timor Leste Resmi Gabung ASEAN, DPR: Kerja Sama Regional Makin Kuat, Indonesia di Garis Depan
 
                      Akun Medsos yang Hina Bahlil Dilaporkan ke Polisi, Direktur P3S: Sangat Tidak Etis
 
                      Pengamat Beri Nilai 6 untuk Setahun Kinerja Prabowo-Gibran, Sebut Tata Kelola Pemerintahan Semrawut
 
                      PKS Solo Kukuhkan Pengurus, Serukan Koalisi Beretika dan Bermartabat
 
                      TNI Diminta Sapu Bersih Ormas Preman yang Meresahkan dan Mengaku Terafiliasi Parpol
 
                      Bertemu ‘Empat Mata’, Pengamat Menduga Jokowi Kecewa karena Tak ‘Deal’ Politik dengan Prabowo
 
                      Evaluasi Masih Bobrok, Legislator PKS Ingatkan MBG Berpotensi Jadi 'IKN Jilid 2'
 
                      Keracunan karena MBG Marak, DPR Tuntut Evaluasi Total Segera dari Segi Komunikasi Krisis hingga Regulasi
 
                      F-PKS DPRD DKI Minta Transjakarta Perluas Rute Mikrotrans
 
                      




