Risiko Kredit Meningkat Akibat Rupiah Melemah


Rupiah. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Mata uang rupiah terus mengalami gejolak. Misalnya pada Senin (30/1) rupiah ditutup Rp 15.890 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp 15.938 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia berada pada posisi Rp 15.916 dari sebelumnya Rp 15.941 per dolar AS di Senin (30/10).
Baca Juga:
Kondisi Amerika Bikin Mata Uang Rupiah Alami Pelemahan
Pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini, berpotensi meningkatkan risiko kredit pinjaman dalam valuta asing (valas).
“Pelemahan rupiah memang berpotensi meningkatkan risiko kredit pada debitur dengan pinjaman dalam valuta asing, karena secara ekuivalen rupiah, nilai kewajiban debitur menjadi semakin besar,” kata Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi.
Darmawan menjelaskan, Bank Mandiri telah mempunyai beberapa strategi. Perbankan saat ini perlu melakukan monitoring secara khusus terhadap debitur valas yang pendapatannya dalam nilai rupiah guna memastikan memiliki kemampuan membayar atau repayment capacity.
Kemudian, langkah yang dilakukan dari Bank Mandiri yakni tetap mendorong pertumbuhan kredit dalam rupiah.
"Oleh karenanya pertumbuhan kredit rupiah bank lebih tinggi dibandingkan kredit valas yang mencapai 13,1 persen secara year on year,” ujar Darmawan.
Terkait dengan pendanaan valas, sebagai bank yang juga bergerak di sektor wholesale, Bank Mandiri mengoptimalkan potensi nasabah eksportir dengan menyediakan berbagai solusi finansial.
Ia memberikan contoh platform Kopra dari perseroan serta pemanfaatan instrumen Devisa Hasil Ekspor (DHE).
Adapun Dana Pihak Ketiga (DPK) valas perseroan mengalami pertumbuhan sebesar 9,83 persen secara bank only hingga mencapai 14,9 miliar dolar AS. Selain itu, guna memperkuat likuiditas valas, Bank Mandiri telah menerbitkan global bonds pada April 2023 lalu dengan nilai sebesar 300 juta dolar AS.
“Selain itu, kewajiban atas global bonds ini dipenuhi dari cash flow asset BMRI sehingga tidak terkena risiko nilai tukar,” terangnya.
Ia menegaskan, volatilitas di pasar spot cenderung disebabkan oleh ketidakpastian penetapan suku bunga Bank Sentral AS atau The Fed, serta konflik yang terjadi di kawasan Timur Tengah akhir-akhir ini.
"Dampak terhadap ekonomi domestik akan relatif terbatas mengingat fundamental perekonomian Indonesia hingga kuartal III-2023 masih dinilai terus bertumbuh," katanya dikutip Antara. (*)
Baca Juga:
Melemahnya Kurs Rupiah Bisa Berdampak Pada Subsidi BBM
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Alasan Bitcoin Jadi Solusi Investasi Menarik di Tengah Ancaman Inflasi

Biar Rakyat Senang Saat Belanja, Mendagri Perintahkan Daerah Tahan Inflasi Maksimal di 3,5 Persen

Harga Beras Berikan Kontribusi Inflasi Terbesar Kelompok Pangan Setelah Bawang Merah

Angka Kemiskinan Jakarta Year On Year Turun, Gubernur Klaim Berhasil Kendalikan Inflasi

Strategi Sukses Jakarta Kendalikan Inflasi Jadi Kunci Stabilitas Harga Pangan dan Distribusi Efisien

Dalam 20 Bulan Terakhir Harga Emas Alami Lonjakan Tertinggi di April 2025

IMF Ramalkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Anjlok, Istana Optimis Masih akan Baik-Baik Saja

Sekjen Gerindra Sebut Megawati Ajarkan Prabowo soal Pemulihan Ekonomi

Inflasi Jakarta 2 Persen di Maret 2025, Tarif Listrik Jadi Penyumbang Terbesar

Pemerintah Didesak Percepat Stimulus untuk Meredam Dampak Gejolak Ekonomi
