Banggar DPR Ingatkan Pemerintah Tak Tergesa Laksanakan Redenominasi Rupiah
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah. (Foto: DPR RI)
MerahPutih.com - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam merencanakan kebijakan redenominasi rupiah. Ia menilai langkah tersebut tidak boleh dilakukan secara terburu-buru karena berpotensi menimbulkan dampak besar terhadap stabilitas ekonomi dan psikologis masyarakat.
“Kalau semua belum siap, jangan coba-coba dilakukan redenominasi. Jangan dikira redenominasi itu sekadar menghilangkan tiga nol di belakang rupiah. Dampak inflatoirnya akan luar biasa kalau pemerintah tidak siap secara teknis,” ujar Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/11).
Politikus PDI Perjuangan itu menegaskan, sebelum kebijakan redenominasi dijalankan, pemerintah perlu memastikan sejumlah prasyarat utama terpenuhi. Di antaranya, stabilitas pertumbuhan ekonomi, kondisi sosial-politik yang kondusif, serta kesiapan teknis di seluruh sektor, terutama sistem keuangan dan transaksi publik.
Baca juga:
Mensesneg Prasetyo Hadi Tegaskan Implementasi Redenominasi Rupiah Masih Jauh
Menurutnya, redenominasi tidak sekadar persoalan teknis pengurangan digit pada mata uang, melainkan melibatkan penyesuaian sistem pembayaran, pencatatan keuangan, hingga persepsi publik yang sangat sensitif terhadap nilai uang.
“Kalau harga Rp 280 dibulatkan jadi Rp 300, itu inflatoir dan bisa sangat mengganggu. Itu yang menjadi kekhawatiran kami di Badan Anggaran,” jelas Said.
Said juga mengungkapkan bahwa proses redenominasi harus didukung payung hukum yang kuat melalui pembahasan undang-undang di DPR. Namun, hingga kini beleid tersebut belum masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah 2025–2026.
“Kalau Prolegnas jangka panjang mungkin masuk, tapi untuk 2025–2026 belum. Pemerintah pun merevisi pernyataannya bahwa rencana itu baru akan dilakukan pada 2027. Saya kira itu baik, karena perlu sosialisasi yang intensif, termasuk literasi keuangan masyarakat yang masih rendah,” ujarnya.
Baca juga:
Menkeu Purbaya: Kewenangan Pelaksanaan Redenominasi Rupiah Berada di Bank Sentral
Said menegaskan, pemerintah perlu melakukan sosialisasi masif agar masyarakat tidak salah paham. Ia menilai penting untuk menegaskan bahwa redenominasi bukan sanering atau pemotongan nilai uang.
“Hati-hati, jangan sampai masyarakat menganggap redenominasi itu pemotongan uang. Itu bahaya sekali. Ini sama sekali bukan pemotongan uang,” tegasnya.
Meski penuh risiko, Said tak menampik bahwa redenominasi memiliki manfaat jangka panjang jika dilaksanakan secara matang. Langkah ini dinilai dapat menjaga wibawa dan kedaulatan rupiah, mempermudah transaksi keuangan, serta meningkatkan efisiensi sistem pembayaran nasional.
“Tujuannya menjaga wibawa dan kedaulatan rupiah, bukan memperkuat nilai tukar terhadap dolar,” pungkasnya. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Fraud BI-FAST Rp 200 Miliar Terungkap, DPR Minta Pengamanan Dana dan Data Nasabah Diperkuat
Prabowo Subianto Yakin Ekonomi Indonesia Tetap Tenang dan Mampu Bertahan dari Gempuran Perang Dagang
Dorong Ekonomi Nasional Jelang Nataru, Pemerintah Siapkan 3 Program Salah Satunya Diskon Belanja
Pengusaha Diminta Jadi Kakak Asuh Koperasi Merah Putih, Pertumbuhan Tidak Dinikmati Segelintir Orang
Faktor Yang Bisa Bikin Redenominasi Rupiah Gagal Versi Analis Ekonomi Politik
Jokowi Pidato Forum Bloomberg New Economy Forum 2025, Paparkan Revolusi Ekonomi Cerdas
BPS Rekrut 190 Ribu Orang Buat Sensus Ekonomi 10 Tahunan
PKB Dukung Langkah Prabowo Perkuat Ekosistem Koperasi, Bentuk Nyata Wujudkan Pasal 33
Begini Tahapan Redenominasi, Butuh Waktu 6 Tahun
Redenominasi Rupiah, Syarat Wajibnya: Ekonomi Stabil dan Adanya Aturan Perundang-Undangan