Ratusan Ribu Orang Tandatangani Petisi Tolak UU Cipta Kerja


Petisi online Tolak Omnibus Law. Foto: Change.org
MerahPutih.com - Petisi penolakan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang kini telah disahkan menjadi Undang-Undang mencuat. Petisi di laman Change.org itu sudah ditandatangi lebih dari 928.154 hingga Selasa (6/10).
Petisi online ini dibuat oleh para pemuka agama di Indonesia, di antaranya Prof. Busryo Muqodas, Pdt. DR. Merry Kolimon, Ulil Absar Abdalla, Engkus Ruswana, Roy Murtadho dan Pdt. Penrad Sagian.
"Omnibus Law adalah ancaman untuk kita semua. Ancaman untuk demokrasi Indonesia. Kami bersuara dengan petisi ini, untuk mengajak teman-teman menyuarakan keadilan," mengutip deskripsi petisi.
Baca Juga
RUU Cipta Kerja Disahkan, KIARA: Perampokan terhadap Kedaulatan Masyarakat Bahari
Petisi menyoroti pengesahan Omnibus Law yang tergesa-gesa dilakukan Pemerintah bersama DPR pada Senin (5/10) kemarin. Padahal, rencana awal, akan dilaksanakan pada Kamis (8/10) mendatang.
Sebagai RUU yang dibentuk dengan metode Omnibus Law, RUU Cipta Kerja memuat banyak klaster dan sub klaster isu pembahasan, yang di dalamnya ada lebih dari 8 UU. Serta seribu lebih pasal di seluruh UU tersebut yang diubah.
"RUU Cipta Kerja mengancam banyak sektor, mulai dari kebebasan sipil, keadilan sosial, ekonomi, budaya dan keberlanjutan lingkungan hidup," tulis petisi tersebut
Para penggagas petisi membeberkan sejumlah pasal yang merugikan banyak pihak. Di antaranya, ancaman kebebasan beragama dan berkeyakinan, khususnya adanya wacana pengawasan aliran kepercayaan oleh kepolisian.
Ketentuan ini dinilai justru akan melanggengkan stigma, penyingkiran, diskriminasi dan pelanggaran HAM yang terjadi berpuluh-puluh tahun kepada kelompok minoritas agama atau keyakinan dan menimbulkan kecurigaan antar sesama warga negara.
Selain itu, mereka juga menyoroti pemangkasan hak-hak buruh atau pekerja. Nantinya para pekerja atau buruh akan diupah semurah mungkin dengan penghitungan upah per jam dan dilegalkannya pembayaran upah di bawah standar minimum di sebagian sektor ketenagakerjaan.
"Selain itu status dan kepastian kerja tidak jelas lewat outsourcing dan kontrak kerja tanpa batasan waktu," tulis petisi tersebut.
UU Cipta Kerja menurut para penggagas petisi berpotensi menimbulkan konflik agraria maupun lingkungan hidup. Selama lima tahun terakhir ada 1.298 kasus kriminalisasi terhadap rakyat akibat mempertahankan hak atas tanah dan wilayah hidupnya.
Misalnya, perubahan atas UU P3H (Pasal 82, 83 dan 84, yang ada di dalam pasal 38 UU Cipta Kerja) soal ancaman pidana kepada orang-perorangan yang dituduh melakukan penebangan pohon, memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong dan membelah pohon tanpa perizinan dari pejabat yang berwenang di kawasan hutan.
Omnibus Law Cipta Kerja juga dinilai mengancam ruang penghidupan kelompok nelayan, tani, dan masyarakat adat atas nama kepentingan pembangunan dan ekonomi. Menurut mereka, aturan ini akan memberikan kemudahan bagi korporasi dan pemerintah untuk merampas tanah dan sumber daya alam yang dikuasai masyarakat, baik kelompok miskin kota, masyarakat adat, petani, dan nelayan.
"Akibatnya, kelompok nelayan, tani, dan masyarakat adat berpotensi tak memiliki ruang penghidupan yang bebas dan berdaulat untuk menopang kehidupannya," tulis petisi tersebut.
Kekuasaan birokratis yang terpusat berlawanan dengan semangat desentralisasi/otonomi daerah pasca 1998. Mereka menilai, UU Cipta Kerja akan menarik kewenangan pemerintah provinsi dalam mengelola mineral dan batubara, termasuk kewenangan penerbitan peraturan daerah dan penerbitan izin.
Baca Juga
Oleh karena itu, para penggagas petisi meminta Pemerintah dan DPR membatalkan Omnibus Law Cipta Kerja. Menurut mereka, kehadiran agama dan kepercayaan bagi dunia adalah berdiri bagi kemaslahatan seluruh umat manusia dan alam lingkungan.
"Karena itu kami meminta DPR RI untuk membatalkan Omnibus Law dan kembali membuka ruang partisipasi publik yang demokratis," demikian permintaan para pemuka agama dalam petisi tersebut. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Petisi Tolak Kenaikan PPN 12 Persen Bukti Kebijakan Pemerintah Tak Diterima Publik

Tito Tunjuk Wamen Bima Arya Jadi PIC Paket Omnibus Law Revisi UU Politik

Amini Usul DPR, Mendagri Kaji Paket Omnibus Law Revisi UU Politik Setelah Pilkada

Aktor Joe Alwyn Dukung Gencatan Senjata di Palestina

Dua Lipa hingga Zayn Malik Teken Petisi agar Biden Lakukan Gencatan Senjata di Gaza

Wacana Pemakzulan Jokowi Dianggap Hanya Imajinasi Belaka

MK Putuskan Perppu Cipta Kerja Tak Langgar Aturan, Gugatan Buruh Ditolak

Buruh Ancam Mogok Nasional Jika Putusan MK Terkait Omnibus Law Tak Sesuai Ekspektasi
