Rapat Komisi III DPR-KPK Dilanjutkan Pagi Ini
Suasana Rapat dengar pendapat umum (RDPU) antara Komisi III DPR dengan KPK. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
MerahPutih.com - Rapat dengar pendapat umum (RDPU) antara Komisi III DPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan dilanjutkan Selasa (12/9) pagi, guna memberikan kesempatan kepada lembaga antirasuah menyiapkan jawaban atas berbagai pertanyaan anggota legislatif.
"Rapat kita skorsing hingga (Selasa) besok pagi jam 10.00 WIB," kata Pimpinan Komisi III Benny K Harman di gedung parlemen, Jakarta, Senin (11/9) malam.
Dalam RDPU tersebut, sejumlah anggota atau perwakilan Komisi DPR III melontarkan pertanyaan kepada KPK antara lain mengenai mekanisme pengelolaan dan pendataan barang rampasan/sitaan.
KPK menjelaskan bahwa mekanisme pengelolaan barang rampasan dan sitaan melalui tiga hal yakni lelang, hibah, dan penetapan status penggunaan. Sedangkan pencatatan juga dilakukan dengan cermat di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara.
Untuk barang sitaan berupa kendaraan yang masih belum lunas, atau kredit, KPK biasanya mempersilakan pihak tersangka menguasai kendaraan tersebut agar tidak membebani KPK, dengan catatan surat-surat kendaraan dipegang oleh KPK agar kendaraan tidak berpindah kepemilikan.
Selain itu, para anggota Komisi III juga mempertanyakan hubungan penyelidik dengan penyidik, hingga kewenangan KPK menyita telepon genggam seorang yang tertangkap tangan melakukan korupsi. Hal ini belum sempat dijelaskan KPK hingga RDPU diskorsing.
Namun, dalam wawancara seusai RDPU, Komisioner KPK Laode Syarif menjelaskan kepada wartawan terkait penyitaan telepon genggam.
Menurut dia, dalam Pasal 1 poin 19 KUHP dijelaskan bahwa dalam rangka seseorang tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi, maka penyelidik atau penyidik dapat menyita alat-alat yang dianggap sebagai bagian melakukan kejahatan.
"Dan HP itu bisa diminta. Tapi apakah bisa disita, kalau disita harus dibikinkan sprindik, sebagai dasar untuk melakukan penyitaan," kata Laode.
Dia mencontohkan dalam kasus OTT kasus Bupati Pamekasan, penyidik meminta telepon genggam pelaku dan diserahkan dengan sukarela. Kemudian telepon genggam dikembalikan ke pemiliknya hingga dibuatkan sprindik dan akhirnya dilakukan penyitaan sebagai barang bukti. (*)
Sumber: ANTARA
Bagikan
Berita Terkait
DPR Minta Riset Kebencanaan Harus 'Membumi', Kesiapsiagaan Bencana Melalui Pendidikan dan Riset
KPK Kaji Dugaan Korupsi Pembalakan Liar di Sumatera dan Aceh
Deputi KPK Diterjunkan Kawal Donasi & Anggaran Bencana Sumatera Biar Tidak Dikorupsi
DPR Setujui Prolegnas Prioritas 2026: 6 RUU Jadi Fokus Legislasi
KPK Temukan Koneksi Len Industri ke Skandal SPBU Pertamina
DPR Sentil Kemenhut Soal Loyonya Penegakan Hukum Kehutanan, Taubat Ekologi Bisa Jadi Solusi
Pemerintah Didesak Bentuk BRR Ad Hoc untuk Pemulihan Cepat Pasca Bencana Sumatera
DPR Serukan 'Taubat Ekologi' ke Menhut Raja Juli Sebagai Refleksi Kerusakan Lingkungan
DPR Minta Bapeten Berada Langsung di Bawah KLH untuk Perkuat Pengawasan Bahan Radioaktif
Pemulihan Infrastruktur Dasar Jadi Penentu Keselamatan Warga Terdampak Bencana Sumatra