Politikus PDIP : Penurunan Presidential Threshold Tidak Perlu Diteruskan
Simulasi TPS. (Foto: Bawaslu)
MerahPutih.com - Menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024, ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) menjadi perdebatan para politisi. Teranyar, anggota DPD mengajukan judicial review ke MK.
Anggota Komisi II DPR Rifqinizami Karsayuda menilai, ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjadi instrumen pelembagaan partai politik.
Baca Juga:
Puan Tegaskan Presidential Threshold Sudah Final
"Wacana menurunkan presidential threshold menjadi 5—10 persen bahkan 0 persen tidak perlu diteruskan," kata Rifqi di Jakarta, Jumat (17/12).
Ia menyebutkan, salah satu unsur pelembagaan partai adalah kemampuan parpol untuk meraih suara yang sebesar-besarnya, hasil dari kemampuan bekerja menyalurkan aspirasi rakyat.
"Persentase presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR RI dan 25 persen suara nasional yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu harus dimaknai sebagai bagian memperkuat kelembagaan parpol itu sendiri," ujarnya.
Rifqi mengatakan, parpol adalah episentrum dari demokrasi atau kedaulatan rakyat yang sudah dipilih sebagai asas dalam sistem politik yang dianut dalam konstitusi Indonesia.
Menurut politikus PDI Perjuangan itu, kalau semua parpol bisa mencalonkan pasangan calon presiden/wakil presiden, legitimasi pencalonan dalam konteks kedaulatan rakyat bisa dipertanyakan.
"Itu (penurunan presidential threshold) membuat pencalonan seperti tidak ada penjaringan dalam konteks sistem kepartaian dan kepemiluan. Oleh karena itu, saya menolak wacana menurunkan presidential threshold menjadi 5—10 persen atau bahkan 0 persen," katanya.
Ia menegaskan, kesepakatan antara parpol dan pemerintah untuk tidak merevisi UU Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada harus dihormati oleh semua pihak.
"Norma-norma yang telah diatur dalam kedua UU tersebut, dapat digunakan untuk menatap dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024," katanya. (Pon)
Baca Juga:
La Nyalla Tegaskan Presidential Threshold Sumber Korupsi
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Pemerintah Sepakat Susun PP Pelaksanaan UU Kepolisian
Pengamat Sebut Putusan MK Tentang Larangan Penempatan Polisi di Jabatan Sipil Picu Guncangan
2 Mahasiswa Gugat Larangan Rangkap Jabatan Menteri ke MK
Komisi III DPR Sebut Putusan MK bukan Larangan Mutlak Penugasan Anggota Polri, Justru Perjelas Status dan Rantai Komando
MK Tolak Gugatan Rakyat Bisa Pecat DPR, Pilihannya Jangan Dipilih Lagi di Pemilu
Ketua DKPP Sebut Kritik Media Massa Vitamin yang Menyehatkan
DKPP Janji Penyelesaian Etik Penyelenggara Pemilu Dijamin Cepat
Putusan MK Larang Polisi Isi Jabatan Sipil, Mabes Polri Tarik Perwira Tinggin yang dalam Masa Orientasi Alih Jabatan di Kementerian
No Viral No Justice Berlaku di Kasus Konkret, Punya Keterkaitan Publik
MK Tolak Permintaan agar Jabatan Kapolri Ikut Periode Presiden, Setingkat Menteri dan Berpotensi Mereduksi Polri sebagai Alat Negara