MK Tolak Permintaan agar Jabatan Kapolri Ikut Periode Presiden, Setingkat Menteri dan Berpotensi Mereduksi Polri sebagai Alat Negara
Gedung MK. (Foto: Antara)
MERAHPUTIH.COM – MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak permohonan Perkara Nomor 19/PUU-XXIII/2025 mengenai pengujian Pasal 11 ayat (2) dan Penjelasan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri). Permohonan ini diajukan Syukur Destieli Gulo, Christian Adrianus Sihite, dan Devita Analisandra yang berstatus sebagai pelajar/mahasiswa.
Para pemohon pada pokoknya ingin usul pengangkatan dan pemberhentian Kepala Polri (Kapolri) antara lain berakhirnya masa jabatan presiden dalam satu periode bersama-sama dengan masa jabatan anggota kabinet. Pemohon juga meminta Kapolri diberhentikan dalam masa jabatannya oleh presiden dalam periode yang bersangkutan dengan persetujuan DPR.
Menurut Mahkamah, jabatan Kapolri merupakan jabatan karier profesional yang memiliki batas masa jabatan, tetapi tidak ditentukan secara periodik dan tidak secara otomatis berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan presiden.
“Artinya, jabatan Kapolri memiliki batas waktu dan dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan evaluasi presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” kata Hakim Konstitusi Arsul Sani saat membacakan Putusan Nomor 19/PUU-XXIII/2025 di kantornya, Kamis (13/11).
Baca juga:
Gerindra Tidak Permasalahkan Perpanjangan Masa Jabatan Kapolri
Arsul mengatakan tidak dicantumkannya frasa 'setingkat menteri' dalam UU 2/2002, menurut pembentuk undang-undang, telah memaknai penempatan posisi Polri dalam sistem ketatanegaraan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
Secara konstitusional, Pasal 30 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 secara expressis verbis (cetho welo-welo) menyatakan Polri sebagai alat negara. Sebagai alat negara, Polri harus mampu menempatkan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegakan hukum di atas kepentingan semua golongan termasuk di atas kepentingan presiden.
“Artinya, dengan memosisikan jabatan Kapolri menjadi setingkat menteri, Kapolri secara otomatis menjadi anggota kabinet, jelas berpotensi mereduksi posisi Polri sebagai alat negara,” kata Arsul.
Selain itu, Arsul mengatakan, dalam batas penalaran yang wajar untuk menghindari kekosongan hukum, Penjelasan Pasal 11 ayat (2) UU 2/2002 masih relevan untuk dipertahankan.
“Oleh karena itu, upaya para pemohon untuk menempatkan substansi Penjelasan Pasal 11 ayat (2) UU 2/2002 terutama pada petitum angka 2 huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f telah dinyatakan tidak beralasan menurut hukum,” tutup Arsul.(knu)
Baca juga:
MK Putuskan Larang Polisi di Jabatan Sipil, Nasir Djamil: Perlu Disikapi dengan Sinkronisasi Aturan
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
MK Tolak Permintaan agar Jabatan Kapolri Ikut Periode Presiden, Setingkat Menteri dan Berpotensi Mereduksi Polri sebagai Alat Negara
MK Putuskan Larang Polisi di Jabatan Sipil, Nasir Djamil: Perlu Disikapi dengan Sinkronisasi Aturan
MK Batasi HGU Tanah IKN Sampai 190 Tahun yang Ditetapkan Era Jokowi Jadi 35 Tahun
Tidak Ada Celah Lagi, MK Tegaskan Polisi Jabat Posisi di Luar Polri Harus Mundur atau Pensiun
Komisi Percepatan Reformasi Polri Bakal Libatkan Tim Internal Polri di Setiap Rapat
MK Gelar Sidang Uji Materiil UU Pers, Ahli Nilai Pasal 8 Belum Jamin Perlindungan Wartawan
IWAKUM Hadirkan Saksi dan Ahli dalam Sidang Lanjutan Uji Materiil UU Pers di MK
Presiden Ingatkan Kepastian Hukum Jadi kunci Keberhasilan Sebuah Negara
Susunan Komisi Reformasi Kepolisian, Diisi 2 Mantan Ketua MK dan 3 Mantan Kapolri
RS Polri Kramat Jati Serahkan Jenazah Farhan dan Reno Kepada Pihak Keluarga