Perbedaan Bahasa Akademik Anak Sekolah Vs. Kuliahan di Tongkrongan


Ada istilah yang dapat merujuk kepada jenjang pendidikan yang tengah di tempuh seseorang. (Foto- xinhuanet)
JENJANG pendidikan antara sekolah dan kuliah memiliki beberapa perbedaan. Salah satunya adalah gaya bahasa dari para pelajar ketika mereferensikan kegiatan-kegiatan belajar saat berada di tongkrongan.
Walau tubuh anak sekarang membuat kita kesulitan untuk mengetahui apakah mereka masih pelajar atau mahasiswa. Beberapa kata di bawah ini pun mampu membuat kita tahu tingkat pendidikan yang tengah mereka tempuh.
Baca juga:
1. Kelas vs. Pelajaran

"Eh, abis ini pelajaran apa sih?", "besok kita harus kumpul tugas pelajaran bu Sri nih", "pelajaran yang paling gue benci sih Matematika ya."
Dari ketiga kalimat di atas, ketebak banget jika tongkrongan tersebut masih berada di jenjang SMA. Anak sekolah biasanya sering menyebut istilah "pelajaran". Sedangkan anak kuliahan biasanya identik dengan kata "kelas" untuk menyebut kegiatan belajar mengajar.
"Duh, gue ada kelas nih jam tiga", "besok kelasnya siapa sih?", dan sebagainya menjadi kalimat yang akrab di telinga tongkrongan anak kuliahan.
2. Matkul vs. Mapel

"Eh, besok ada mapel MTK enggak?" dan "Wah gue cabut matkul Agama nih".
Biasanya, nama kelas yang diikuti oleh para pelajar sering disebut dengan istilah "mata pelajaran" di sekolah dan "mata kuliah" di dunia perkuliahan. Singkatnya, biasa anak sekolah akan menyebutkan "matkul" sedangkan anak kuliahan menyebutnya dengan istilah "mapel".
Jika di sekolah, mata pelajaran yang dipelajari bisa dibilang cukup umum dan sering didengar oleh masyarakat seperti Matematika, Geografi, Sosiologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan lain-lain. Biasanya, anak sekolahan pun lebih bergantung pada buku cetak untuk mempersiapkan ulangan atau Quiz.
Untuk mata kuliah di kampus, biasanya materi yang dipelajari lebih kompleks dan mendalam lagi. Beberapa contoh nama mata kuliah di universitas antara lain Perspektif dan Teori Komunikasi, Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif, Metode Penelitian Komunikasi Kuantitatif, dan lain-lain.
Buku dan jurnal pun hanya menjadi pedoman dalam belajar, tetapi ketika ada UTS atau Quiz, biasanya mahasiswa akan diminta untuk berpikir dengan kritis terhadap suatu studi kasus atau fenomena.
Baca juga:
3. Ulangan vs. Quiz

Jika kamu mendengar ada orang yang membahas tentang ujian dan menyebutnya dengan kata "ulangan", kemungkinan besar mereka adalah tongkrongan anak SMA. Di sisi lain, jika kamu akrab mendengar kata-kata "Quiz", maka kemungkinan mereka adalah tongkrongan anak kuliahan. Meski begitu, saat ini sudah ada beberapa sekolah yang menyebutkan ulangan sebagai Quiz, terutama di
Meski begitu, anak kuliahan dan anak sekolah masih menggunakan istilah yang sama untuk Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS).
Biasanya, makna UTS anak kuliahan dan sekolah pun berbeda. Bentuk UTS di sekolah biasanya tertulis dan dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan biasanya bisa didapatkan dari buku cetak. Maka dari itu, biasanya UTS dan UAS di kalangan pelajar sekolah bersifat close book.
Lain halnya dengan mahasiswa. Biasanya, UTS dan UAS tidak terbatas pada soal-soal yang harus dijawab. Terdapat variasi tugas untuk menyelesaikan UTS dan UAS seperti project, makalah, kerja kelompok, dan lain-lain. Jika UTS dan UAS bersifat tertulis, maka kemungkinan besar ujian tersebut bersifat open book karena kamu tidak bisa menemukan jawabannya di dalam buku cetak.
4. Guru vs. Dosen

Meski terkadang masih ada beberapa mahasiswa yang menggunakan istilah "guru" untuk mereferensikan pengajar, istilah tersebut sebenarnya digunakan di jenjang sekolah. Dunia perkuliahan akan menyebut pengajarnya sebagai dosen. Perbedaan ini pun bisa membuatmu ngeh dengan cepat dalam menentukan jenjang pendidikan suatu tongkrongan yang kamu temui.
Guru bisa merujuk kepada guru sekolah, guru les, dan lain-lain. Sedangkan dosen hanya merujuk kepada pengajar di perkuliahan.
Jika mendengar kata "guru", biasanya kita akrab dengan kata PR, ulangan, dan hukuman. Ya, guru di sekolah memiliki peran yang seolah-olah berusaha untuk membuat semua muridnya bisa mendapatkan nilai dengan baik. Bahkan, terkadang murid-muridnya yang malas pun diberikan hukuman agar bisa mengetahui kesalahan mereka dan lebih rajin sekolah.
Seperti yang pernah dikatakan oleh guru di sekolah Penulis dulu, "Sekarang saya (guru) yang ngejar-ngejar kalian untuk kumpul tugas. Kalo di kampus, kalian yang bakal mati-matian mengejar dosen."
Lain halnya dengan dosen. Jika kamu malas, dosen tidak akan menasehati atau memaksamu untuk mengerjakan tugas. Kamu bisa bolos kelas dan tidak mengikuti UTS tanpa dicegah oleh siapapun. Bahkan, yang lebih sering terjadi adalah mahasiswa yang mengejar-ngejar dosen untuk meminta penjelasan atau keringanan atas tugas yang diberikan.
Dosen biasanya sering menggunakan contoh kasus untuk menghantarkan materi yang ingin disampaikan. Bahkan, beberapa dosen tidak memperbolehkan mahasiswanya mencatat karena ia ingin pelajarnya mendengarkan dan memahami apa yang ia bicarakan. Jika logika yang ingin disampaikan sudah "ngena" ke mahasiswa, sang dosen akan membagikan PPT yang dipresentasikan sehingga mahasiswa tidak perlu mencatat lagi.
(SHN)
Baca juga:
Bagikan
annehs
Berita Terkait
Sekolah Ditargetkan Kembali Lancar di Rabu, 3 September 2025

Bukan Cuma Kuliah, ITPLN dan APERTI Ingin Dorong Mahasiswa Jadi Inovator

Strategi Disdik DKI Cegah Siswa Ikut Demo, Pemberlakuan Belajar Jarak Jauh hingga Pengawasan Khusus pada Sekolah Rawan

Pemerintah Targetkan 12 Sekolah Garuda Rampung pada 2026, 4 Siap Beroperasi

Pelajar Indonesia Kesulitan Membaca Jam Analog, Kemampuan Numerasi Siswa Rendah
Negara Salurkan Rp 354,09 Buat Kebutuhan Hidup Anak Yatim Piatu, Diberikan ke Anak di Bawah 18 Tahun

Belasan Ribu Siswa Sekolah Rakyat Bakal Dapat Laptop Baru, Mensos Beri Jaminan Penting

Pendirian Sekolah Rakyat Dinilai Langkah Strategis Atasi Kemiskinan Struktural

Miris, APBD Jakarta Rp 91,34 T Tapi Masih Ada Anak Putus Sekolah karena Biaya

HUT Ke-80 RI Jatuh pada Akhir Pekan, Apakah Sekolah Wajib Menggelar Upacara Bendera?
