Pentingnya Memahami 12 Jenis Depresi


Depresi menyerang siapa saja. (Foto: Unsplash/Fernando @cferdophotography)
DEPRESI bisa ringan atau berat. Tak hanya satu jenis depresi yang mengintai kesehatan mental kamu. Laman Health.com menuliskan ada 12 jenis depresi yang bisa menyerang siapa saja. Memahami jenis depresi yang kamu alami dapat membantu dokter untuk menemukan solusi menanganinya. Apa saja?
Depresi mayor. Kondisi paling umum terjadi ini juga disebut sebagai depresi berat atau depresi klinis. American Psychiatric Association mengatakan ada lima gejala terlihat pada depresi ini seperti sedih, hampa, tidak berharga, putus asa, dan bersalah; kehilangan energi, nafsu makan, atau minat dalam kegiatan yang menyenangkan; perubahan kebiasaan tidur; dan pikiran tentang kematian dan bunuh diri.
Baca Juga:
Depresi yang resistan terhadap pengobatan. Kadang-kadang orang dengan gangguan depresi mayor tidak segera menanggapi pengobatan. "Bahkan setelah mencoba satu antidepresan dan kemudian yang lain dan mungkin sepertiga atau keempat, depresi mereka terus berlanjut," kata Psikiater dari Einstein Healthcare Network di Philadelphia Sarah Noble, DO.

Depresi subsindromal. Orang dengan depresi ini memiliki tiga atau empat gejala. Depresi subsindromal biasanya berlangsung selama seminggu saja. "Jika orang tersebut berjuang, mereka mungkin masih mendapat manfaat dari pengobatan, termasuk dengan obat-obatan," ujarnya.
Depresi persisten. Orang dengan gangguan depresi persisten (PDD) memiliki suasana hati yang rendah, gelap, atau sedih hampir setiap hari. Setidaknya dua gejala tambahan pada depresi ini yang berlangsung dua tahun atau lebih. Pada anak-anak dan remaja, PDD (juga disebut dysthymia) dapat didiagnosis jika gejala lekas marah atau depresi bertahan selama satu tahun atau lebih. "Intensitasnya mungkin meningkat dan berkurang, tetapi umumnya tingkat depresinya rendah,” jelas Dr. Noble.
Depresi pramenstruasi. Sebanyak 10 persen perempuan usia subur mengalami gangguan disforik pramenstruasi (PMDD). Bentuk PMS yang parah ini dapat memicu depresi, kesedihan, kecemasan , atau lekas marah, serta gejala ekstrem lainnya, pada minggu sebelum menstruasi pada perempuan. "Ini bisa sangat tidak nyaman, melumpuhkan, dan mengganggu kehidupan sehari-hari perempuan," kata Profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Fakultas Kedokteran Feinberg Universitas Northwestern di Chicago. Dorothy Sit, MD.
Depresi bipolar. Bipolar biasanya muncul pada usia dewasa muda. Bipolar biasanya memburuk tanpa pengobatan tetapi dapat dikelola dengan stabilisator suasana hati, obat antipsikotik, dan terapi bicara.
Gangguan disregulasi suasana hati yang mengganggu. Jeritan dan amarah dapat menjadi ciri gangguan disregulasi suasana hati yang mengganggu (DMDD), sejenis depresi yang didiagnosis pada anak-anak yang kesulitan mengatur emosinya. Gejala lain termasuk suasana hati yang mudah tersinggung atau marah hampir setiap hari dan kesulitan bergaul di sekolah, di rumah, atau dengan teman sebayanya.
Baca Juga:
Depresi pascapersalinan. Satu dari empat perempuan dan satu dari delapan pria mengalami depresi ini. Depresi pascapersalinan dapat dimulai kapan saja pada tahun pertama setelah kelahiran anak, meskipun biasanya muncul segera setelah kelahiran baru. Perasaan sedih, cemas, dan kelelahan yang intens menjadi berlebihan dan dapat mengganggu kehidupan sehari-hari. Ini dapat memancing pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bahkan bayi.
Gangguan afektif musiman. Depresi juga bisa terjadi berulang, yang biasa dikenal dengan gangguan afektif musiman (SAD). Seiring dengan perubahan suasana hati, penderita SAD cenderung memiliki energi yang rendah. Mereka mungkin makan berlebihan, tidur berlebihan, mendambakan karbohidrat, menambah berat badan, atau menarik diri dari interaksi sosial. SAD biasanya diobati dengan terapi cahaya dosis harian dan terkadang obat-obatan.

Gangguan mood yang diinduksi zat. Menggunakan atau menyalahgunakan obat penenang dapat mengubah suasana hati. Depresi ini muncul segera setelah mengonsumsi atau menyalahgunakan zat atau selama penarikan. Zat yang dapat menyebabkan jenis depresi ini termasuk alkohol obat penghilang rasa sakit opioid, dan benzodiazepin (yang bekerja pada sistem saraf pusat).
Depresi psikotik. Orang dengan depresi psikotik mengalami depresi berat disertai psikosis, yang didefinisikan sebagai kehilangan kontak dengan kenyataan. Gejala psikosis biasanya termasuk halusinasi (melihat atau mendengar hal-hal yang tidak benar-benar ada) dan delusi (keyakinan salah tentang apa yang terjadi). Dokter biasanya meresepkan antidepresan dan obat antipsikotik bersama-sama untuk mengobati depresi psikotik.
Depresi karena suatu penyakit. Mengatasi penyakit kronis yang serius, seperti penyakit jantung, kanker, multiple sclerosis, dan HIV/AIDS, dapat membuat depresi dengan sendirinya. Bahkan, peradangan terkait penyakit juga dapat berperan dalam timbulnya depresi. Antidepresan dapat membantu mengatasi depresi ini. (ikh)
Baca Juga:
Jauh Persamaan Antara Stres, Depresi, dan Gangguan Kecemasan
Bagikan
Berita Terkait
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
