Pengidap Depresi di Indonesia Melonjak Jadi 15,6 Juta Jiwa


Depresi perlu segera ditangani dengan optimal sampai tercapai kondisi yang dapat stabil dan tidak kambuh kembali. (Foto: Unsplash/Anthony Tran)
MerahPutih.com – Kejadian depresi merupakan salah satu gangguan perasaan yang ditandai dengan sejumlah kumpulan gejala klinis yang berbeda-beda. Di Indonesia angka depresi saat ini relatif tinggi, yakni mencapai 15,6 juta jiwa.
Dokter spesialis kedokteran jiwa, Alfonsus Edward Saun, mengatakan bahwa depresi bisa terjadi di semua usia. Namun, lebih sering muncul pada usia muda yang merupakan usia produktif, yaitu 20-40 tahun.
“Pada kelompok usia anak dan remaja, gangguan depresi memiliki pengaruh yang lebih buruk karena berpengaruh pada perkembangan emosi, sosial, dan kognitif selanjutnya,” kata Alfonsus, dikutip dari keterangan resmi, Senin (29/4).
Menurut Alfonsus, semakin awal gangguan depresi muncul, maka semakin meningkat risiko seseorang mengalami depresi yang lebih dalam hingga berpikir mencoba bunuh diri. Selain itu, ada pula peningkatan komorbiditas gangguan medis dan mental lainnya.
Baca juga:
Survei Kemenkes Temukan 22,4% Calon Dokter Spesialis Alami Depresi
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi adalah faktor biologis (genetik, ketidakseimbangan zat kimia, dan riwayat keluarga) dan faktor psikososial (peristiwa hidup yang membuat stres berlebihan).
“Secara umum dampak depresi dapat berbeda pada setiap orang. Selain gejala-gejala yang ada pada gangguan depresi yang mungkin bisa muncul, depresi juga bisa menyebabkan terjadinya masalah pencernaan, imunitas melemah, meningkatkan risiko penyakit kronis, dan penyusutan bagian otak,” ujarnya.
Depresi sering kali berpengaruh terhadap hubungan sosial, meningkatkan isolasi sosial, merasa terasing, mengganggu fungsi seksual, mengganggu aktivitas belajar atau kerja, yang dapat menimbulkan berbagai kendala dan masalah baru yang lebih besar.
“Oleh karena itu, depresi perlu segera ditangani dengan optimal sampai tercapai kondisi yang dapat stabil dan tidak kambuh kembali," kata Alfonsus.
Baca juga:
Berbagai kombinasi tatalaksana diperlukan untuk mencapai hasil tersebut meliputi farmakologi, psikoterapi, terapi relaksasi dan aktivitas, terapi stimulasi cahaya, terapi stimulasi otak, dan berbagai terapi lainnya. (chn)
Bagikan
Chindy Aprilia Pratiwi
Berita Terkait
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres

Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya

Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui

Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental

Ingat! Depresi Bukan Aib, Jangan Resistan Terhadap Pengobatan

Mengenali Gangguan Mental Sejak Dini: Ini Perbedaan Bipolar dan Skizofrenia pada Anak dan Remaja

Apa Saja Gejala Awal Penyebab Skizofrenia Pada Anak-Anak dan Remaja

Ahli Ungkap Gejala Awal dari Gangguan Bipolar I pada Anak-Anak dan Remaja

Pelan Tapi Pasti Hempas Insecure, Ini 5 Cara Mudah Tingkatkan Kepercayaan Diri
