Peneliti Sebut Vaksin Covid-19 Mampu Proteksi dari Covid-19 Varian Delta
Vaksinasi mampu melawan varian virus corona. (Foto: Humas Pemda DIY)
KETUA Kelompok Kerja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Gunadi, mengatakan bahwa vaksinasi COVID-19 masih mampu memproteksi manusia dari paparan virus corona B.1.617.2 atau varian Delta.
"Dibandingkan yang tidak divaksinasi dengan yang sudah divaksinasi dosis pertama maupun dosis kedua, ternyata tetap ada efek protektifnya (terhadap varian Delta) secara umum," kata Gunadi dalam webinar Varian Virus Corona Delta di Kudus: Kenali dan Tingkatkan Kesiapan Diri, Komunitas dan Sistem Pelayanan Kesehatan dipantau di Yogyakarta, Rabu (16/06).
Baca Juga:
Ia melanjutkan merujuk penelitian di Inggris terhadap para penerima vaksin Pfizer maupun AstraZeneca, vaksinasi masih efektif menangkal varian Delta. Dosis kedua lebih efektif memberikan proteksi terhadap paparan varian Delta dibandingkan dosis pertama.
"Tetapi dosis pertama jauh lebih baik dibandingkan tanpa divaksinasi," kata dia.
Meski demikian, di sisi lain, ia juga menyebut varian Delta memiliki potensi menurunkan respons imun kendati pasien telah divaksinasi COVID-19 baik pertama maupun kedua.
"Setelah tiga bulan (vaksinasi kedua) beberapa pasien (antibodinya) betul-betul turun di bawah 40 konsentrasinya, sehingga ini dianggap implikasinya apakah perlu diberikan booster di kemudian hari," katanya.
Varian Delta, kata Gunadi, memiliki potensi menurunkan respons imun lebih tinggi dibandingkan SARS-CoV-2 varian alpha (B.1.1.7).
Sementara, berdasarkan faktor usia, ia menyebut semakin tua usia penderita, maka penurunan respon imun semakin besar.
Baca Juga:
Satgas Sebut Kenaikan Kasus COVID-19 Sesuai dengan Kalkulasi
Menurut Gunadi, diperlukan peningkatan kewaspadaan terhadap varian virus corona yang telah ditetapkan WHO menjadi Variant of Concern (VoC) pada 31 Mei 2021. Apalagi, varian ini terbukti memicu peningkatan kasus COVID-19 di Kudus, Jawa Tengah beberapa waktu lalu.
"Berdasarkan kalkulasi matematika para ahli menyimpulkan bahwa transmisi varian Delta 41 sampai 60 persen lebih menular dibandingkan varian Alpha. Padahal varian Alpha dulu disebutkan 70 persen lebih transmisiable dibandingkan yang ada di Wuhan," kata dia.
Pakar Epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad mengatakan agar benar-benar aman dari transmisi COVID-19, diperlukan restriksi (pembatasan) mobilitas setidaknya dua kali waktu periode infeksius atau sekitar tiga minggu.
Namun demikian, ketika kasus penularan sudah terjadi di banyak tempat penghentian mobilitas skala mikro tidak akan mampu menurunkan penularan karena penularan sudah terjadi di tempat-tempat lain.
"Kalau penularan sudah meluas kita perlu menghentikan mobilitas di satuan wilayah epidemiologi di mana populasi berada," ujar Riris. (Teresa Ika/Yogyakarta)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Penanganan Penyakit Tuberculosis Bakal Contoh Pola Pandemi COVID-19
Kasus ISPA di Jakarta Naik Gara-Gara Cuaca, Warga Diminta Langsung ke Faskes Jika Ada Gejala
Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID
Kemenkes Temukan 1 Kasus Positif COVID dari 32 Spesimen Pemeriksa
178 Orang Positif COVID-19 di RI, Jemaah Haji Pulang Batuk Pilek Wajib Cek ke Faskes Terdekat
Semua Pasien COVID-19 di Jakarta Dinyatakan Sembuh, Tren Kasus Juga Terus Menurun Drastis
Jakarta Tetap Waspada: Mengungkap Rahasia Pengendalian COVID-19 di Ibu Kota Mei 2025
[HOAKS atau FAKTA]: Vaksin COVID-19 Terkoneksi Bluetooth di Aplikasi Handphone
KPK Minta Tolong BRI Bantu Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19
KPK Periksa 4 Orang Terkait Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19, Ada Staf BRI