Pedang Bermata Dua Kenaikan Cukai Rokok


Buruh mengerjakan pelintingan rokok di Kendal, Jawa Tengah, Rabu (17/1/2024). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.
MerahPutih.com - Kebijakan pemerintah terus menaikan tarif cukai dianggap pedang bermata dua. Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) Malang menyatakan kenaikkan cukai yang terlalu tinggi justru berisiko mendorong peredaran rokok ilegal.
"Ketika tarif cukai dinaikkan, maka mendorong konsumen untuk beralih ke produk ilegal yang lebih terjangkau," kata Direktur PPKE FEB UB Prof. Dr. Candra Fajri Ananda, dalam keterangannya di Jakarta, Senin (30/9).
Candra mengungkapkan hasil penelitian lembaga yang dipimpinnya menunjukkan peningkatan harga rokok akibat kenaikan tarif cukai tidak efektif menurunkan jumlah konsumsi rokok.
Dia menambahkan hasil kajian juga menunjukkan kebijakan kenaikan tarif cukai dalam beberapa tahun terakhir telah mencapai titik optimum. Menurutnya, kenaikan tarif lebih lanjut tidak efektif dalam menurunkan konsumsi rokok.
Baca juga:
Rencana Pemerintah Batalkan Kenaikan Tarif Cukai Rokok Bentuk Kemunduran
Meskipun pemerintah telah meningkatkan operasi penindakan terhadap rokok ilegal, kata Candra, data menunjukkan jumlah rokok ilegal yang beredar di pasaran turut melonjak ketika harga cukai meningkat.
Penelitian PPKE FEB UB tahun 2023 mengungkapkan lebih dari 40 persen konsumen rokok pernah membeli rokok polos tanpa pita cukai.
Dilansir Antara, hasil simulasi PPKE juga menunjukkan kenaikan tarif cukai dari 0 persen hingga 50 persen dapat meningkatkan peredaran rokok ilegal dari 6,8 persen menjadi 11,6 persen.
Hasil simulasi menunjukkan potensi CHT yang hilang akibat peredaran rokok ilegal seiring dengan kenaikan tarif cukai, dari Rp 4,03 triliun ketika tidak ada kenaikan tarif cukai (0%), hingga mencapai Rp 5,76 triliun ketika cukai dinaikkan sebesar 50 persen.
Baca juga:
Kajian UI Temukan 63,1 Persen Perokok Pria Berpotensi Pakai Ganja
"Konsumen cenderung beralih ke rokok ilegal atau produk dengan harga lebih murah. Hal ini tidak hanya mengurangi volume produksi rokok legal tetapi juga berpotensi menurunkan penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT)," tandas Prof Candra. (*)
Bagikan
Wisnu Cipto
Berita Terkait
Anggota DPR Usul Gerbong Kereta Khusus Merokok, Wapres Gibran: Belum Masuk Skala Prioritas

Penelitian Klaim Rokok Elektrik Jadi Jawaban Ampuh Berhenti Merokok, Tingkat Keberhasilan Hampir Tiga Kali Lipat dari Terapi NRT

Dinilai Menguntungkan dari Sisi Bisnis, Legislator PKB Usulkan KAI Sediakan Gerbong Khusus Merokok

Berani Merokok di Kereta? Siap-Siap Tiket Hangus dan Diusir Stasiun Terdekat!

Stop! Bahaya Asap Rokok di Baju Mengancam Nyawa Bayi, Begini Cara Menyelamatkannya

Jumlah Perokok Naik 5 Juta Orang, Termasuk Perokok Usia 15 Tahun

Dukung Satgas Rokok Ilegal, Jaga Penerimaan Negara dan Lindungi Industri Legal

Bukan Larangan Total! Wagub DKI Bocorkan Strategi Baru Hadapi Pro-Kontra KTR

Masa Depan Jakarta sebagai Kota Global Ditentukan oleh KTR, Sudah Saatnya Bebas Rokok

Bukan Solusi, Raperda KTR DKI Dinilai Malah Perparah Pengangguran dan Hantam Daya Beli Masyarakat
