Pandemi Hadirkan Fenomena Xenophobia di Jepang


Masyarakat Jepang terjebak dalam xenophobia. (Foto: Pexels/Satoshi Hirayama)
DUA tahun belakangan menjadi periode paling menyakitkan dan menyulitkan semua orang di seluruh dunia. Bahkan untuk negara seperti Jepang, yang punya tingkat kewaspadaan bencana alam terbaik, tidak mampu membendung pandemi.
Mereka mungkin bisa mengendalikan laju persebaran virus. Namun mereka tidak mampu mengontrol efek samping dari yang ditimbulkan. Ada trauma mendalam yang dirasakan oleh masyarakat Jepang meski badai COVID-19 mulai mereda. Isolasi era pandemi meningkatnya xenofobia di Jepang.
Baca Juga:

Apa itu xenophobia? Xenophobia adalah ketidaksukaan atau ketakutan masyarakat setempat terhadap orang-orang dari negara lain atau yang dianggap asing. Ketakutan tersebut dampak dari negara-negara yang masih memiliki angka tinggi kasus COVID-19. Apalagi vaksinasi juga belum merata pada semua orang di beberapa negara.
Xenophobia terbentuk dari tidak irasional dan tidak masuk pada diri seseorang. Masyarakat tidak lagi memerangi virus COVID-19 melainkan melihat warga asing yang dianggap membawa virus. Meskipun faktanya mereka tidak positif COVID-19.
Muncul reaksi anti-asing menentang wacana '80 ribu orang China' dapat pindah ke Tokyo. Tidak hanya itu. Ada pula larangan kedatangan warga asing hingga kampanye menentang warga asing memilih. Serangkaian perkembangan di Jepang meningkatkan kekhawatiran baru tentang xenofobia di negara dengan tingkat ekonomi terbesar kedua di Asia.
Baca Juga:

Insiden tersebut memicu kekhawatiran bahwa interaksi Jepang dengan warga imigran memburuk mendekati tahun ketiga pandemi. Kondisi ini bila dibiarkan akan mengarah pada diskriminasi dan rasialisme.
Xenophobia tidak hanya datang dari masyarakat tetapi pemerintah setempat. Anggota parlemen di pinggiran kota Tokyo, Musashino, menolak RUU yang akan memungkinkan penduduk dari negara lain untuk memberikan suara pada isu apapun.
Akhir tahun 2021, pemerintah Perdana Menteri Fumio Kishida memprakarsai kontrol perbatasan baru yang melarang entri baru orang asing di tengah kekhawatiran tentang varian Omicron dari COVID-19. Larangan pemerintah terhadap kedatangan orang asing yang tidak memiliki status kependudukan didukung oleh hampir 90 persen responden dalam satu jajak pendapat media. (avia)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Pramono Tegaskan tak Ada Peningkatan Penyakit Campak

Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian

DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong

Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat

Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular

Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran

Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar

Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional

Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
