OJK Didesak Investigasi Kredit Bank BUMN ke Usaha Tambang Batu Bara
Batu Bara. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Bank milik negara saat menyalurkan kredit kepada debitur perlu melakukan assessment yang cukup prudent. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus melakukan investigasi jika ada bank terutama BUMN yang diduga memberikan pinjaman triliunan rupiah ke perusahaan batu bara tanpa agunan.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal memilai, jika bank bumn menyalurkan kredit tanpa agunan, sudah menyalahi prinsip kehati-hatian perbankan dan ada prinsip yang dilanggarnya.
Baca Juga:
Malaysia Borong Batu Bara Indonesia USD 2,6 Miliar
"OJK sebagai otoritas keuangan yang mengawasi sektor keuangan termasuk dalam perbankan harus menginvestigasi dan memastikan ini sesuai dengan prinsip kehati-hatian itu," kata Faisal dalam keteranganya di Jakarta, Senin (6/6).
Faisal menegaskan, karena pada dasarnya perbankan ini kan menyimpan dana masyarakat, dana publik jadi pengelolaannya harus profesional harus prudent. Sehingga, jika ingin minta kredit ke bank harus ada syarat-syaratnya termasuk salah satunya adalah agunan atau collateral.
"Ada juga syarat-syarat yang lain seperti masalah pembukuan keuangan, administrasi dan lain-lain," katanya.
Terkait penyaluran kredit oleh Bank BUMN pada perusahaan Batu Bara di Sumatera Selatan, pihaknya menilai jangan sampai ada conflict of interest yang bisa berdampak pada kredit bermasalah.
"Ini kan berdampaknya nanti juga kepada cashflow keuangan di bank yang menyimpan dana publik gitu. Jadi itu yang memang perlu diinvestigasi," ujarnya.
Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR Anis Byarwati mengatakan, jika bank BUMN menyalurkan kredit tanpa agunan pada perusahaan tambang, salah satunya di Sumatera Selatan, bisa bertentangan dengan harus adanya prinsip collateral (agunan).
Menurut anggota Komisi XI DPR RI, agunan ini sangat penting sebagai second way out jika debitur melakukan wanprestasi dan secara psikologis menjadi pengikat keseriusan debitur menjalankan usaha dan membayar kewajiban kreditnya.
"Bank sebagai pemberi pinjaman tetap harus mengukur kelayakan kredit calon debitur dengan prinsip 6C, yakni character, capacity/cashflow, capital, conditions, collateral dan constraint," katanya.
Ia menegaskan, apabila terjadi penyalahgunaan wewenang atau aturan, bisa dikenakan beberapa pasal baik aturan perbankan, OJK maupun aturan lainnya.
"Ketika kredit macet dapat merugikan keuangan negara, maka perangkat hukum yang akan digunakan untuk menyelesaikannya permasalahan tersebut," katanya.
Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad mengingatkan, dunia usaha perbankan untuk tetap menjalan usaha sesuai tata laksana perbankan yang mengedepankan manajemen resiko yang baik.
"Apabila ada potensi penyalahgunaan wewenang dan kredit macet (default) dapat diselesaikan melalui aturan atau regulasi yang berlaku, baik UU Perbankan, OJK dan aturan lainnya termasuk UU Tipikor apabila ada potensi kerugian keuangan negara," ungkapnya. (*)
Baca Juga:
KPK Didesak Usut Mafia Tambang Pemasok Batu Bara Kualitas Rendah ke PLTU di Sumsel
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
KPR Masih Dominasi Pembelian Rumah di Indonesia
KPK Didesak Usut Dugaan Kejanggalan Saham Jiwasraya, Nilai Kerugian Capai Rp 600 Miliar
Duit Injeksi Pemerintah ke Bank Negara Hampir Habis, Bank Minta Tambahan
OJK Sebut Indonesia Pemain Utama Ekonomi Digital ASEAN, DPR: Jangan Berpuas Diri
Polda Metro Jaya Blokir 4.053 Aplikasi dan Konten Ilegal Sepanjang 2024-2025, Jadi Tempat Penampungan Penipuan Transaksi Lintas Negara
Legislator NasDem Rajiv Mangkir dari Panggilan KPK, Pemeriksaan Bakal Dijadwalkan Ulang
Bank Mandiri Minta Tambahan Dana SAL ke Menkeu Purbaya
Dana Syariah Gagal Bayar ke Investor, DPR Minta OJK Harus Pastikan Dana Investor Aman
Soal Uang Pemprov DKI Rp 14,6 Triliun Ngendap di Bank, Pramono: 1.000 Persen Betul
OJK dan DSN-MUI Didesak Tuntaskan Kasus Dana Syariah