MPR Sebut Putusan PN Jakpus soal Pemilu Bertentangan dengan UUD 1945


Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah
MerahPutih.com - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) dan menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu 2024 dinilai cacat hukum dan bertentangan dengan UUD 1945.
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah berpendapat gugatan Prima seharusnya diselesaikan dengan UU Pemilu, bukan hukum perdata berupa perbuatan melawan hukum.
Baca Juga
NasDem Nilai Putusan Hakim PN Jakpus Bentuk Penodaan Terhadap Konstitusi
"Putusan pengadilan negeri yang meminta KPU menunda Pemilu segara jelas bertentangan dengan UUD NRI 1945 yang secara jelas menyebutkan pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali," kata Basarah kepada wartawan, Jumat (3/3).
Padahal, kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) MPR ini, hakim dalam memutus perkara juga harus berpedoman kepada UUD 1945 sebagai hukum dasar tertinggi.
Diketahui, PN Jakpus mengabulkan gugatan Prima terhadap KPU yang dilayangkan partai tersebut pada 8 Desember 2022 dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Prima merasa dirugikan oleh KPU yang menetapkannya sebagai partai dengan status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Padahal, setelah dipelajari dan dicermati oleh Prima, jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS ternyata juga dinyatakan Memenuhi Syarat oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan. Akibat kecerobohan itu, PN Jakpus menghukum KPU untuk menunda Pemilu.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan yang diketok oleh ketua majelis T Oyong dengan anggota Bakri dan Dominggus Silabanitu.
Baca Juga
Mahfud MD Anggap PN Jakarta Pusat Bikin Sensasi Berlebihan Soal Penundaan Pemilu
Basarah menjelaskan, sengketa pemilu pada dasarnya adalah permasalahan yang tunduk pada lex spesialis (hukum yang bersifat khusus) tentang hukum pemilu, dalam hal ini UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Partai Prima yang merasa dirugikan oleh verifikasi administrasi KPU hingga tidak lolos ke tahap verifikasi faktual seharusnya merupakan sengketa proses pemilu yang harus diproses lewat upaya hukum ke PTUN," tegasnya.
Doktor ilmu hukum lulusan Universitas Diponegoro Semarang itu menambahkan, UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan telah menyatakan bahwa sejak berlakunya undang-undang tersebut, maka semua gugatan perbuatan melawan hukum oleh pejabat pemerintahan merupakan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Karena ada upaya banding oleh KPU, maka putusan PN Jakpus itu belum berkekuatan hukum tetap. Artinya tahapan pemilu 2024 tetap berjalan sebagaimana mestinya," ujar Basarah.
Untuk itu, Ketua DPP PDIP ini juga menegaskan dukungannya kepada KPU untuk melakukan upaya hukum banding atas putusan PN Jakpus itu dan tetap konsisten melaksanakan tahapan pemilu yang sudah disepakati bersama Pemerintah dan DPR.
"Upaya banding ini langkah yang tepat dan beralasan menurut hukum," pungkasnya. (Pon)
Baca Juga
Komisi Yudisial Bakal Panggil Hakim PN Jakpus Soal Putusan Penundaan Pemilu
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
4 Karyawan Melawan HT soal PHK, MNC Mangkir di Sidang Perdana

Iwakum Kritik PN Jakpus: Sidang Tak Ditayangkan di Lobi, Persulit Kerja Jurnalis

Didit Sowan Lebaran ke Teuku Umar, PDIP: Bukti Hubungan Megawati dan Prabowo Baik

Surat Suara Bekas Pemilu 2024 Laku Dijual Rp 210 Juta dalam Lelang Daring

Berkas Belum Lengkap, Sidang Gugatan Eks Pegawai PT Pegadaian Ditunda

DKPP akan Luncurkan IKEPP 24 Oktober 2024
Artis Jadi Ketua Tim Sukses Pilkada Hanya Buat Naikkan Popularitas

Suka Cita Rayakan Pelantikan Anggota DPRD DKI Jakarta Periode 2024-2029

Puan Sebut Pemilu 2024 Harus Menjadi Koreksi

Puan Sesalkan Rakyat tidak Pernah Benar-Benar Berkuasa
