NasDem Nilai Putusan Hakim PN Jakpus Bentuk Penodaan Terhadap Konstitusi


Simulasi TPS. (Foto: Bawaslu)
MerahPutih.com - Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda proses dan tahapan Pemilu 2024 menuai kritikan dari berbagai pihak, termasuk Partai NasDem. NasDem menilai putusan hakim PN Jakpus telah menabrak konstitusi.
Ketua Bidang Hubungan Legislatif DPP Partai NasDem, Atang Irawan mengatakan putusan PN Jakpus No 757 tahun 2022 merupakan penodaan terhadap konstitusi.
Baca Juga:
Mahfud MD Anggap PN Jakarta Pusat Bikin Sensasi Berlebihan Soal Penundaan Pemilu
"Kenapa demikian, karena dalam putusan PN Jakpus menyatakan 'Menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024'. Padahal, amanat konstitusi jelas menyatakan pemilu dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali," ujar Atang dalam keterangannya, Jumat (3/3).
Atang yang merupakan pakar hukum tata negara menganggap keputusan PN Jakpus ini merupakan turbulensi yustisial yang mencoreng muka eksistensi peradilan. Tak hanya itu, menurutnya putusan ini juga mencurigakan.
Kecurigaan itu, kata Atang, ketika PN Jakpus memeriksa gugatan ini. Pertama, jika melihat dalam skema kontestasi politik bahwa sengketa sebelum pencoblosan yang berdimensi administrative menjadi domain Bawaslu, dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Seharusnya, PN Jakpus menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard), tetapi justru diterima," bebernya.
Atang melanjutkan kecurigaan publik ini semakin menguat karena gugatan perdata tersebut menggunakan dasar Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Baca Juga:
Padahal, jika memperhatikan PERMA No 2 Tahun 2019 menyatakan bahwa Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechmatige Overheidsdaad), dan keputusan KPU selain penetapan perolehan suara merupakan perbuatan pemerintahan yang menjadi domain peradilan TUN (Tata Usaha Negara).
Dalam hal ini, menurut Atang, semakin kentara bahwa hakim melakukan ultra petita dengan melompat dari apa yang dimohonkan. Kasus ini adalah penyelesaian perdata yang putusannya seharusnya terkait dengan perbuatan KPU terhadap Penggugat dalam tahapan pemilu yang dimohonkan. Namun justru putusannya berakibat pada seluruh tahapan pemilu.
"Ironis memang jika kita memandang bahwa hakim dianggap tidak atau bahkan belum tahu regulasi tentang kontestasi politik, maka semakin menunjukan peradilan kita menuju kearah kesesatan berpikir, karena hakim harus dianggap memahami hukum sebagai bagian dari Prinsip Ius Curia Novit," kata Atang.
Menurut Atang, jika memperhatikan kompetensi absolut peradilan, maka jelas bahwa PN Jakpus mencoba merobek peraturan perundang-undangan bahkan konstitusi, karena pengaturan tentang kewenangan pengadilan secara absolut sangat jelas dan imperatif yang tidak mungkin ditafsir.
"Ini sangat berbahaya dan gejala turbulensi yustisial jika dibiarkan secara liar dalam penegakan hukum dan keadilan," pungkasnya. (Pon)
Baca Juga:
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Profil Rusdi Masse, Mantan Sopir Truk dan Bupati yang Geser Ahmad Sahroni dari Jabatan Pimpinan Komisi III DPR

Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach Dinonaktifkan, NasDem Beri Sinyal PAW di DPR

Politik Thailand Kembali Bergejolak, PM Sementara Ajukan Pembubaran Parlemen dan Pemilu Baru

Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach Bikin Blunder Fatal, NasDem Janji Bakal Berbenah

Pimpinan DPR Pastikan Ahmad Sahroni Belum Ajukan Pengunduran Diri Sebagai Anggota Legislatif

NasDem Minta Gaji hingga Tunjangan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach Dihentikan

Akun X ‘Sahroni Berdikari’ Palsu, Partai NasDem Siap Ambil Langkah Hukum

NasDem Geser Ahmad Sahroni, Pindah dari Wakil Ketua Komisi III ke Anggota Komisi I DPR

Sidang Korupsi Taspen, JPU Kembali Hadirkan 9 Saksi dari Pelaksana Kegiatan Pasar Modal

Tutup Rakernas, Surya Paloh Targetkan NasDem Masuk 3 Besar Pemilu 2029
