Kesehatan

MPASI Fortifikasi Tetap Menyehatkan untuk Bayi

Ikhsan Aryo DigdoIkhsan Aryo Digdo - Selasa, 03 Oktober 2023
MPASI Fortifikasi Tetap Menyehatkan untuk Bayi

MPASI fortifikasi memiliki nutrisi yang baik untuk bayi. (Foto: Unsplash/Hui Sang)

Ukuran:
14
Audio:

MPASI fortifikasi aman untuk bayi? Pertanyaan ini timbul karena MPASI fortifikasi termasuk makanan pabrikan yang menimbulkan persepsi bahwa makanan pabrikan tidak baik untuk bayi.

Makanan pabrikan merupakan hasil pengolahan makanan di pabrik yang mencakup pemasakan (biasanya perebusan atau pengukusan) dan pengeringan. Ini berarti, makanan untuk bayi nan rentan mengalami gangguan kesehatan juga melalui proses pemasakan.

Baca Juga:

Pahami Bahaya MPASI Dini

Proses pemasakan makanan untuk bayi tersebut juga direbus atau dikukus lalu dilunakkan, sehingga aman untuk dikonsumsi dan memberikan nutrisi diperlukan agar bayi dapat tumbuh dan berkembang optimal.

Setelah proses pemasakan, dalam pembuatan makanan pabrikan, dilakukan proses pengeringan. Tujuan pengeringan adalah untuk mengeluarkan air dari makanan sehingga menjadi tahan lama atau awet disimpan tanpa mengalami kerusakan atau pembusukan dan kandungan nutrisinya dapat dipertahankan.

"Dengan begitu, asumsi bahwa makanan pabrikan itu pasti mengandung pengawet tambahan tidak selalu benar adanya," ujar Prof. Dr. Ir. Sugiyono, M.AppSc. Pakar Teknologi Pangan dalam siaran pers yang diterima merahputih.com.

MPASI Fortifikasi melalui proses pengolahan yang aman. (Foto: Unsplash/Tanaphong Toochinda)

Dalam bidang industri, salah satu makanan yang melalui proses pengeringan agar lebih awet adalah makanan bayi yang dikeringkan menjadi MPASI fortifikasi. Sugiyono mengatakan makanan pabrikan sebenarnya diproduksi untuk tujuan positif, yaitu untuk memberikan kesetaraan akses terhadap gizi di Indonesia.

Pendapat negatif lain mengenai pemrosesan yang 'menghilangkan gizi' pada MPASI fortifikasi, lanjut Sugiyono harus diluruskan. Tidak dipungkiri bahwa proses pengolahan, termasuk saat pengolahan di rumah seperti memasak, dapat merusak sebagian vitamin yang ada pada makanan. Meski begitu, makanan fortifikasi tetap mengandung gizi karena diganti dengan kandungan lain.

Baca Juga:

Tanda-tanda ASI dengan Kandungan Lipase Tinggi

"Pada makanan fortifikasi, sebagian zat gizi yang rusak atau hilang karena proses pengolahan, dapat diatasi dengan menambahkan vitamin dan mineral pada makanan yang telah diolah. Hal inilah yang membedakan fortifikasi dengan makanan yang diolah di rumah," tambahnya.

Proses penambahan vitamin dan mineral ini justru bisa memberi tambahan nutrisi yang sangat sulit dipenuhi tiap harinya, misalnya zat besi dan zat gizi mikro lainnya untuk memenuhi kebutuhan bayi.

MPASI Fortifikasi diklaim tidak sehat karena berawal dari kesalahpahaman. (Foto: Unsplash/Kazuend)

Kesalahpahaman mengenai MPASI fortifikasi berawal dari persepsi negatif yang muncul terhadap makanan yang masuk kategori ultra processed food (UPF) dalam sistem klasifikasi makanan bernama NOVA. Klasifikasi NOVA sendiri dicetuskan oleh peneliti dari Brasil pada tahun 2009 yang menggolongkan makanan dalam empat kategori berdasarkan tingkat pengolahannya.

"Empat kategori tersebut adalah unprocessed dan minimally processed foods (seperti pangan segar), processed culinary ingredients (bahan pangan yang meliputi minyak atau lemak, gula, dan garam), processed foods (buah atau ikan di kaleng), dan UPF (makanan cemilan, biskuit, minuman susu, sereal sarapan, makanan instan)," urainya.

Klasifikasi NOVA sama sekali tidak memperhitungkan kandungan nutrisi makanan, dan hanya mengkategorikan makanan berdasarkan tingkat pengolahannya saja. Kandungan nutrisi makanan lebih banyak ditentukan melalui komposisi bahan yang digunakan untuk membuat makanan tersebut.

Selain kesalahpahaman yang disebabkan sistem kategorisasi NOVA, ada pula kesalahpahaman yang dipicu oleh klaim studi efek negatif UPF. Yang perlu diluruskan adalah sebenarnya, belum ada satupun studi yang menggunakan produk MPASI fortifikasi sebagai sumber makanan yang diteliti.

"Tentunya hal ini menjadikan kesimpulan studi efek negatif UPF tersebut tidak relevan apabila kita berbicara mengenai MPASI fortifikasi," tutupnya. (ikh)

Baca Juga:

Busui, Ketahui Kecukupan ASI untuk Kebutuhan Bayi

#Kesehatan
Bagikan
Ditulis Oleh

Ikhsan Aryo Digdo

Learner.

Berita Terkait

Indonesia
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Langkah cepat yang diambil jajaran Dinkes DKI untuk mencegah penyakit campak salah satunya ialah melalui respons penanggulangan bernama ORI (Outbreak Response Immunization).
Dwi Astarini - Selasa, 09 September 2025
Dinkes DKI Catat 218 Kasus Campak hingga September, tak Ada Laporan Kematian
Indonesia
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lonjakan kasus malaria yang kembali terjadi setelah daerah tersebut sempat dinyatakan eliminasi pada 2024 itu harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
DPR Desak Pemerintah Perkuat Respons KLB Malaria di Parigi Moutong
Lifestyle
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Stres dapat bermanifestasi pada gangguan di permukaan kulit.
Dwi Astarini - Kamis, 04 September 2025
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut
Dunia
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Menkes AS juga menghapus program pencegahan penyakit yang krusial.
Dwi Astarini - Rabu, 03 September 2025
Menkes AS Pecat Ribuan Tenaga Kesehatan, Eks Pejabat CDC Sebut Pemerintah Bahayakan Kesehatan Masyarakat
Lifestyle
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Mereka yang membatasi makan kurang dari delapan jam sehari memiliki risiko 135 persen lebih tinggi meninggal akibat penyakit kardiovaskular.
Dwi Astarini - Selasa, 02 September 2025
Intermittent Fasting, antara Janji dan Jebakan, Bisa Bermanfaat Juga Tingkatkan Risiko Kardiovaskular
Indonesia
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran
Irma mendorong BPJS Kesehatan untuk bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik
Angga Yudha Pratama - Kamis, 28 Agustus 2025
Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Belum Dapat 'Lampu Hijau' DPR, Legislator Soroti Pentingnya Keadilan Sosial dan Akurasi Data Penerima Bantuan Iuran
Indonesia
Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar
Presiden Prabowo juga menargetkan membangun total 500 rumah sakit berkualitas tinggi sehingga nantinya ada satu RS di tiap kabupaten dalam periode 4 tahun ini.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 26 Agustus 2025
Prabowo Janji Bikin 500 Rumah Sakit, 66 Terbangun di Pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar
Indonesia
Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional
Presiden Prabowo yakin RS PON Mahar Mardjono dapat menjadi Center of Excellence bagi RS-RS yang juga menjadi pusat pendidikan dan riset, terutama yang khusus berkaitan dengan otak dan saraf.
Alwan Ridha Ramdani - Selasa, 26 Agustus 2025
Prabowo Resmikan Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional
Indonesia
Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
Riza Chalid, selaku pemilik manfaat PT Orbit Terminal Merak, merupakan salah satu dari delapan tersangka baru dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah
Angga Yudha Pratama - Jumat, 22 Agustus 2025
Viral Anak Meninggal Dunia dengan Cacing di Otak, Kenali Tanda-Tanda Awal Kecacingan yang Sering Dikira Batuk Biasa
Lainnya
Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke
Vertigo merupakan istilah medis yang digunakan untuk menyebut sensasi seolah-olah lingkungan di sekitar penderita terus berputar dan biasanya disertai rasa pusing.
Frengky Aruan - Kamis, 21 Agustus 2025
Periksakan ke Dokter jika Vertigo Sering Kambuh Disertai Gejala Lain, Bisa Jadi Penanda Stroke
Bagikan