MoU Kejagung-Operator Soal Penyadapan, Sudding: Jangan Sampai Penegak Hukum Seenaknya!
Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding (DPR RI)
Merahputih.com - Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menyoroti kerja sama antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dan empat operator telekomunikasi yakni PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Telekomunikasi Selular, PT Indosat Tbk, dan PT XL Axiata Tbk untuk mendukung penegakan hukum, termasuk penyadapan
Sudding menegaskan bahwa meskipun ini adalah langkah strategis untuk pelacakan buronan, pengumpulan bukti digital, dan akses data pendukung. Sehingga, penegakan hukum tidak boleh melanggar privasi masyarakat.
“Dalam negara hukum yang demokratis, prinsip check and balance adalah fondasi yang tidak boleh diabaikan, apalagi saat negara diberikan kewenangan untuk mengakses ranah privat warga,” kata Sudding.
Menurut Sudding, penggunaan teknologi, terutama penyadapan dan akses informasi pribadi, harus sesuai dengan konstitusi dan menghormati hak asasi manusia.
Baca juga:
Ia menekankan pentingnya prinsip check and balance dalam negara hukum yang demokratis, terutama saat negara memiliki kewenangan untuk mengakses ranah privat warga.
Penyadapan tidak boleh dilakukan sembarangan tanpa tujuan hukum yang jelas, serta harus memenuhi kriteria dan mekanisme yang ada.
MoU antara Kejagung dan operator telekomunikasi, yang mencakup pemasangan perangkat penyadapan dan penyediaan rekaman informasi telekomunikasi, harus diawasi ketat untuk mencegah pelanggaran privasi, penyalahgunaan wewenang, atau pengawasan berlebihan (surveillance overreach).
Sudding mengakui urgensi penggunaan teknologi tinggi dalam kasus-kasus besar dan pelacakan Daftar Pencarian Orang (DPO), namun ia mengingatkan bahwa penyadapan dan akses informasi komunikasi pribadi adalah tindakan yang sangat sensitif dan diatur ketat dalam Undang-Undang ITE serta UU Telekomunikasi, yang mewajibkan proses hukum jelas dan terukur.
Baca juga:
Oleh karena itu, Sudding menegaskan bahwa kerja sama ini harus didasari oleh kerangka regulasi dan pengawasan yang transparan. Kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum dan sektor telekomunikasi sangat bergantung pada sejauh mana hak-hak warga dihormati.
Sudding berharap inisiatif Kejagung ini menjadi titik awal integrasi teknologi dalam sistem peradilan modern yang tidak mengorbankan keadilan, hak individu, dan akuntabilitas publik.
"Demokrasi digital harus dibangun dengan kebijakan yang bukan hanya cepat dan efisien, tetapi juga beradab dan menjunjung tinggi etika hukum," tutup Sudding.
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
DPR Desak BMKG Lakukan Pembenahan Total untuk Kirim Peringatan Dini Sampai ke Pelosok
Beri Efek Jera, DPR Minta Menhut Ungkap 12 Perusahaan Penyebab Banjir Bandang Sumatra
6 RUU Dicabut, ini Daftar 64 RUU yang Masuk Prolegnas Prioritas 2026
DPR Minta Riset Kebencanaan Harus 'Membumi', Kesiapsiagaan Bencana Melalui Pendidikan dan Riset
DPR Setujui Prolegnas Prioritas 2026: 6 RUU Jadi Fokus Legislasi
DPR Sentil Kemenhut Soal Loyonya Penegakan Hukum Kehutanan, Taubat Ekologi Bisa Jadi Solusi
Pemerintah Didesak Bentuk BRR Ad Hoc untuk Pemulihan Cepat Pasca Bencana Sumatera
DPR Serukan 'Taubat Ekologi' ke Menhut Raja Juli Sebagai Refleksi Kerusakan Lingkungan
DPR Minta Bapeten Berada Langsung di Bawah KLH untuk Perkuat Pengawasan Bahan Radioaktif
Pemulihan Infrastruktur Dasar Jadi Penentu Keselamatan Warga Terdampak Bencana Sumatra