MK Sebut Presidential Threshold Langgar Moralitas dan Rasionalitas


Gedung MK. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta secara nyata bertentangan dengan UUD 1945.
Hal itu disampaikan hakim konstitusi Saldi Isra saat membacakan pertimbangan putusan terkait uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1).
"Ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 222 UU 7/2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945," kata Saldi.
Baca juga:
Diketahui, MK telah menguji sebanyak 27 kali Pasal 222 UU Pemilu dengan lima amar putusan ditolak dan sisanya tidak dapat diterima. Dengan demikian, MK memiliki alasan yang kuat dan mendasar untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya.
Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya terkait angka persentase ambang batas, menurut Saldi Isra, yang paling mendasar presidential threshold berapa pun angka persentasenya bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.
"Dalil para pemohon yang menyatakan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7/2017 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat adalah beralasan menurut hukum," ungkapnya.
Baca juga:
Diketahui, MK mengabulkan gugatan terkait presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
MK mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan Enika Maya Oktavia untuk seluruhnya. Dengan demikian, persyaratan presidential threshold 20 persen kursi di DPR atau 25 persen dari suara nasional dihapus
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.
Baca juga:
MK Beberkan Putusan Perkara yang Menyita Perhatian Publik Selama 2024
MK menyatakan, norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 222 yang mengatur persyaratan capres-cawapres hanya dapat dicalonkan oleh parpol yang memiliki minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," ucap Suhartoyo. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Sri Mulyani Buka Suara usai Rumahnya Dijarah, Minta Masyarakat Ajukan Judicial Review ke MK

Mensesneg Tegaskan Pemerintah Hormati Putusan MK Larang Wamen Rangkap Jabatan di BUMN

Prabowo Perintahkan Anak Buahnya Pelajari Putusan MK yang Larang Wakil Menteri Rangkap Jabatan

MK Putuskan Wakil Menteri Tidak Boleh Rangkap Jabatan

Iwakum Hadiri Sidang Perdana Uji Materi UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 di Mahkamah Konstitusi

Iwakum Minta MK Pertegas Pasal Perlindungan Wartawan di UU Pers

Aksi Teatrikal Iwakum depan Gedung MK: Minta Perlindungan Wartawan Dipertegas

Rapat Paripurna DPR Setujui Inosentius Samsul Jadi Hakim MK Gantikan Arief Hidayat

Paripurna DPR Setujui Inosentius Samsul Jadi Hakim MK, Disebut Orang Kredibel

Legislator PDIP Ingatkan Inosentius Jangan Hantam DPR Setelah Jadi Hakim MK
