MK Gelar Sidang Uji Materi UU Ormas, Ini Agendanya

Petugas mencatat perolehan suara per fraksi saat pengesahan RUU tentang Perppu Ormas menjadi undang-undang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
Merahputih.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materi UU Ormas yang diajukan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF).
"Agenda sidang pada Selasa (6/3) adalah mendengarkan keterangan pihak DPT dan pihak terkait, serta ahli atau saksi pemohon," ujar juru bicara MK Fajar Laksono melalui pesan singkatnya, Selasa (6/3) dilansir Antara.
Pihak terkait yang rencananya akan hadir memberi keterangan adalah FAPP dan LBH Pembela Pancasila.
Sebelumnya dalam sidang pendahuluan, para pemohon menyatakan merasa dirugikan atas berlakunya Pasal 1 angka 6 sampai dengan 21, kemudian Pasal 62 ayat (3), Pasal 80A, Pasal 82A ayat (1) dan ayat (2) UU Ormas, terutama terkait dengan kebebasan berserikat, berkumpul, hak konstitusional untuk menyampaikan pikiran dengan lisan dan tulisan, hak untuk memajukan diri dalam melakukan kegiatan sebagai warga negara secara kolektif.
Selain itu pemohon juga merasa hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, serta kepastian hukum mereka terlanggar dengan pemberlakuan ketentuan a quo.
Menurut para pemohon, salah satu prinsip negara hukum adalah adanya pengakuan hak azasi manusia dan adanya supremasi hukum. Sementara ketentuan a quo, menurut penilaian pemohon mengancam hak-hak asasi yang dimiliki oleh para Pemohon.
Proses penjatuhan sanksi kepada ormas yang diatur dalam ketentuan a quo telah melanggar hukum, karena tidak ada proses hukum sehingga pihak yang dinilai bersalah tidak bisa memberikan pembuktian.
Para Pemohon juga mempermasalahkan frasa "paham lain" dalam ketentuan a quo, yang dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum.
Dalam petitumnya, para pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 1 angka 6 sampai dengan 21, kemudian Pasal 62 ayat (3), Pasal 80A, Pasal 82A ayat (1) dan ayat (2) UU No.16 Tahun 2017 dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. (*)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa

Sekjen Iwakum Sebut Dalil Pemerintah Soal Pasal 8 UU Pers Multitafsir Tak Berdasar

MK Batalkan UU Tapera, Pimpinan Komisi V DPR Minta Kementerian PKP Kreatif Cari Pendanaan Program 3 Juta Rumah

MK Putuskan Tabungan Perumahan Tidak Wajib, BP Tapera Segera Sowan ke Kementerian PKP

Pemerintah Disebut Langgar Putusan MK, Tetap Lantik Wamen sebagai Komisaris BUMN

Mensesneg Tegaskan Pemerintah Hormati Putusan MK Larang Wamen Rangkap Jabatan di BUMN

Rapat Paripurna DPR Setujui Inosentius Samsul Jadi Hakim MK Gantikan Arief Hidayat

Komisi III DPR Setujui Kepala Badan Keahlian DPR Inosentius Samsul Jadi Hakim Konstitusi

Pemilu Nasional dan Lokal Dipisah, Ketua KPU Usulkan Seleksi Penyelenggara Dilakukan Serentak

Efek Putusan Pemisahan Pemilu Lokal dan Nasional, Masa Jabatan Anggota DPRD di Daerah bisa makin Lama
