Menteri Harus Mundur Bila Jadi Capres atau Cawapres


Ilustrasi pemilu. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Partai Garuda melayangkan gugatan terhadap UU Pemilu, di mana mereka menguji Pasal 170 ayat (1) terkait frasa "pejabat negara".
Kuasa Hukum Partai Garuda Munathsir Mustaman menilai menteri yang kini menjabat dalam Kabinet Indonesia Maju, juga pemohon yang mengusung menteri untuk menjadi capres atau cawapres, dapat mengalami kerugian konstitusional akibat Pasal 170 ayat (1) UU Pemilu.
Baca Juga:
BNPT Minta Hindari Politisasi Agama saat Pemilu 2024
"Perlakuan berbeda antara menteri dengan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota apabila dicalonkan sebagai presiden dan wakil presiden oleh pemohon, juga telah mencederai dan menimbulkan ketidakadilan bagi pemohon, sebagaimana yang dijamin dan dilindungi berdasarkan ketentuan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Tahun 1945," ujar Munathsir.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus sepakat dengan Pasal 170 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait pejabat negara yang harus mengundurkan diri apabila menjadi calon peserta pemilu.
"UU Pemilu sudah dengan jelas membuat pengaturan soal klasifikasi pejabat negara yang harus mengundurkan diri jika menjadi calon peserta pemilu. Umumnya, pejabat yang diharuskan mengundurkan diri adalah pejabat negara yang ditunjuk atau tidak dipilih langsung oleh rakyat," kata Lucius dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (2/8).
Pasal 170 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu berbunyi, "Pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya; kecuali Presiden, Wakil Presiden, Pimpinan dan anggota MPR, Pimpinan dan anggota DPR, Pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota".
Ia mengatakan, menteri adalah pejabat negara yang tidak dikecualikan untuk mengundurkan diri dalam jabatannya apabila dicalonkan sebagai calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawaores). Untuk kepentingan pemilu, menteri harus mundur jika menjadi kandidat capres atau cawapres, karena hirarki kementeriannya sangat mungkin disalahgunakan untuk kepentingan pemenangan pemilu.
"Ada konsekuensi-konsekuensi ketatanegaraan yang membuatnya tak bisa diatur mengundurkan diri karena menjadi peserta pemilu. Beda dengan menteri kabinet yang kursinya menjadi hak prerogatif presiden. Mereka bisa diganti setiap waktu," katanya. (Pon)
Baca Juga:
Pemerintah Klaim Tidak akan Revisi UU Pemilu
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Politik Thailand Kembali Bergejolak, PM Sementara Ajukan Pembubaran Parlemen dan Pemilu Baru

Tutup Rakernas, Surya Paloh Targetkan NasDem Masuk 3 Besar Pemilu 2029

NasDem Siap Tantang Partai Besar, Punya Strategi Khusus Rebut Tiga Besar Pemilu 2029

DPR Mulai Bahas Pilihan Alternatif Model Pilkada, Usulan PKB Gubernur Ditunjuk Presiden Belum Ada Yang Nolak

Junta Kembali Tetapkan Darurat Militer Jelang Pemilu Myanmar

Legislator Ungkap Keuntungan dari Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal

Partai Tengah Lagi Bikin Strategi Simulasi Pemilu dan Pilkada

Partai Buruh Ajukan Uji Materi Minta Ambang Batas Parlemen Dihapus Pada Pemilu 2029

4 Tahun Sebelum Pemilu, Golkar Jateng Ingin Rampungkan Seluruh Kepengurusan

Golkar Nilai Putusan MK soal Pemilu Bisa Jadi Bumerang dan Guncang Dunia Politik Indonesia
