Menelisik Akar Budaya Rusia-Ukraina, Kakak Beradik yang Kini Terlibat Perang


Dosen Program Studi Sastra Rusia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad) Supian. (Foto: MP/Dok Unpad)
MerahPutih.com - Serangan militer Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari lalu merupakan konflik antarsaudara kandung. Kedua negara berasal satu rumpun budaya yang sama, yaitu Slavia Timur.
Dosen Program Studi Sastra Rusia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad) Supian menyayangkan konflik antarnegara yang bisa diibaratkan kakak beradik tersebut. Menurutnya, konflik tersebut bisa diredamkan dengan pendekatan budaya.
Supian yang pernah tinggal selama 7 tahun di Kota Moskow dan perbatasan Rusia-Ukraina Voronezh menuturkan, kedua negara layaknya Indonesia dan Malaysia. Karena itu, secara karakter masyarakat dan bahasa, Rusia-Ukraina tidak jauh berbeda.
Baca Juga:
10 Warganya Tewas di Ukraina, Yunani Panggil Dubes Rusia
Dari pengalamannya, ia menemukan banyak warga negara Ukraina yang sehari-hari sekolah ataupun bekerja di Rusia. Dua di antaranya berasal dari Provinsi Donetsk dan Luhansk, wilayah di Ukraina yang akhirnya diakui kedaulatannya oleh Rusia. Setiap akhir pekan, mereka mudik ke Ukraina.
“Secara kekerabatan masyarakat, sebenarnya tidak ada masalah. Sampai sekarang pun masyarakat Rusia dan Ukraina biasa saja,” tutur Supian, Minggu (27/2).
Kendati serumpun, budaya juga ternyata menjadi akar pemicu perang Rusia-Ukraina. Supian menjelaskan, larangan penggunaan bahasa Rusia di sekolah Donetsk dan Luhansk memicu lahirnya konflik tersebut. Padahal, bahasa Rusia menjadi bahasa sehari-hari yang digunakan di dua provinsi tersebut.
Faktor ekonomi memperburuk masalah tersebut. Sebagai negara bekas pecahan Uni Soviet, tingkat ekonomi Ukraina ternyata tidak semaju Rusia yang notabene memegang saham terbesar dari aset Uni Soviet.
Karena itu, Ukraina membuka peluang investasi yang besar dari luar agar bisa mengatasi ketertinggalan di bidang ekonomi.
“Sedikit demi sedikit kemudian semua ingin seperti Amerika, kemudian masuk juga 'invasi' Eropa Barat ke Ukraina,” kata Supian.
Baca Juga:
Pemerintah Siap Evakuasi WNI di Ukraina ke Polandia atau Rumania
Alumnus Pushkin State RL Institute Rusia ini mengatakan, secara budaya, rumpun Slavia Timur sulit berbaur dengan rumpun Indo-Jerman. Ada banyak perbedaan yang tampak dari budaya Slavia dengan budaya negara-negara Barat. Hal ini kemudian menuai kritik keras dari Rusia.
“Jadi konflik ini murni lebih ke politik. Akar masyarakat Rusia dan Ukraina itu sangat kuat, dan mereka sama-sama menganut Ortodoks,” tambahnya.
Ada kemungkinan konflik Rusia-Ukraina akan berakhir di meja perundingan. Sejarah telah membuktikan bagaimana diplomat Uni Soviet mampu menghindarkan konflik perang nuklir pada 1962.
“Ada satu moto yang dipegang teguh para diplomat Rusia-Ukraina hingga saat ini, yaitu ‘lebih baik 10 tahun berunding daripada 1 hari berperang’. Slogan ini jadi kurikulum wajib calon diplomat,” kata Supian.
Moto tersebut lahir dari Menteri Luar Negeri Uni Soviet Andrei Gromyko. Ia berhasil menjadi “pahlawan” yang mampu menghindarkan konflik perang nuklir di Kuba melalui meja perundingan.
Menyelisik profil Andrei, sang pahlawan Uni Soviet ternyata menarik. Supian menemukan, Andrei Gromyko berdarah Ukraina. Hal ini terlihat dari nama belakangnya yang merupakan marga Ukraina. Meski berasal dari Ukraina, Andrei kemudian besar di Moskow sampai ia wafat.
Dari sejarah ini menunjukkan, Rusia dan Ukraina selayaknya saudara kandung yang tidak bisa dipisahkan. Konflik terjadi akibat soal politik. “Saya yakin konflik ini akan berakhir di meja perundingan,” ujarnya. (Imanha/Jawa Barat)
Baca Juga:
Mengenal NRF, Pasukan yang Dikerahkan NATO untuk Hadapi Invasi Rusia ke Ukraina
Bagikan
Berita Terkait
Mikrofon Bocor, Xi Jinping dan Vladimir Putin Terekam Ngobrolin Transplantasi Organ dan Kehidupan Abadi

Bertemu di Beijing, Rusia dan Korut Bakal Tingkatkan Hubungan Bilateral Bikin Program Jangka Panjang

Ketemu Kim Jong-un di China, Putin Berterima Kasih karena Prajurit Korea Utara Bertempur di Ukraina

Respons Pernyataan Trump, Moskow Sebut Rusia, China, dan Korut Tidak Berkomplot Melawan Amerika Serikat

China Pamer Kekuatan Militer dalam Parade Peringatan 80 Tahun Berakhirnya Perang Dunia II

Komentari Eks Marinir Jadi Tentara Bayaran, Dubes Rusia Sebut Pihaknya tak Lakukan Rekrutmen

Eks Marinir Satria Kumbara Bukan Direkrut, Rusia Tegaskan Konsekuensi Tanggung Sendiri

Pertama Kali dalam 500 Tahun Gunung Berapi Rusia Meletus, Ahli Sebut Terkait dengan Gempa Besar

Otoritas Kamchatka Umumkan Pencabutan Peringatan Tsunami

Peringatan Tsunami Terdengar, Pekerja Pembangkit Fukushima Jepang Segera Dievakuasi
