Masih Andalkan Impor Migas, DPR Pertanyakan Kinerja SKK Migas


Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKB, Ratna Juwita Sari. Foto: DPR RI
MerahPutih.com - Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKB, Ratna Juwita Sari mempertanyakan kinerja SKK Migas selama ini. Menurut Ratna, impor BBM (Bahan Bakar Minyak) Indonesia mencapai lebih dari 800 juta barel atau setara Rp249 triliun per tahun.
“Harusnya kita bisa mengurangi impor. Anggaran segitu kan bisa dipakai untuk membangun kilang minyak sendiri. Apalagi praduksi minyak dan gas kita selalu tidak memenuhi target, bahkan tren liftingnya terus menurun,” ungkap Ratna kepada wartawan di Jakarta, Rabu (18/12).
Baca Juga
Jokowi Perluas Kewenangan Ahok Biar Pertamina tidak Tekor Terus
Pengurangan impor tersebut, kata Ratna Juwita, seharusnya dapat dikurangi minimal 50% dalam rentang waktu 2021-2024.
Menurutnya hal itu bisa dilakukan dengan membuat kebijakan Out of The Box dengan cara berkolaborasi dengan lintas pemangku kepentingan untuk mempercepat realisasi sumber energi non-fosil seperti bio-energi.
Ia juga menyampaikan perlunya optimalisasi kilang yang sudah ada, sementara pabrik baru harus diupayakan perepatan operasionalisasinya.
Selain itu, mengingat krisis iklim yang terus meningkat, Ratna Juwita meminta para pengambil kebijakan untuk segera merealisasikan kebijakan energi baru terbarukan dalam rangka mengurangi energi kotor berbasis fosil.
“B20 sudah berhasil, harusnya dapat dinaikkan B30, B50, B100 dan seterusnya,” tambah Ratna Juwita.

Sebagai perwakilan Tuban-Bojonegoro, Ratna Juwita juga menyoroti titik lifting di Banyuurip dan Tuban, yang kontribusinya mencapai 29,20% terhadap produksi minyak nasional. Oleh karenanya, ia berharapa partisipasi pemerintah daerah bisa lebih ditingkatkan.
Secara khusus Ratna juga menyinggung realisasi tanggungjawab sosial dan lingkungan hidup perusahaan (TJSL) atau corporate social responsibility (CSR) agar diarahkan lebih kongkrit dan berkualitas, serta mampu mendukung terciptanya SDM yang unggul dan perlindungan lingkungan hidup secara berkelanjutan.
“Misalnya SMK Migas seperti di Cepu, seharusnya bisa didirikan di Tuban. Hal ini dalam rangka meningkatkan daya saing tenaga kerja lokal, berkontribusi langsung ke perusahaan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat,” tuturnya.
Presiden Joko Widodo sempat menyinggung persoalan impor migas di Indonesia. Dia mengaku sudah mengetahui pihak yang selama ini mendapatkan untung besar dari impor minyak dan gas.
Baca Juga
Yakinkan Investor Global, Ini Agenda Menteri BUMN Erick Thohir di Singapura
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rilis per 16 Desember 2019, impor migas mencapai 2,13 miliar dollar AS pada November 2019. Nilai tersebut naik 21,6 persen dibandingkan Oktober 2019.
Tetapi, secara kumulatif nilai impor migas pada Januari hingga November 2019 adalah 156,22 miliar dollar AS atau turun 9,88 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. (Knu)
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
Donald Trump Tetapkan Tarif Impor 32 Persen, Gelombang PHK di Indonesia Diprediksi Naik

10 Ladang Minyak Berkapasitas 51 Juta Barel Mangkrak, SKK Migas Bergerak Cari Sponsor

Pemerintah Tawarkan Blok Migas Cadangan Besar ke Perusahaan AS, Termasuk Wilayah Blok Bali

KPK Diminta Waspadai Modus Baru Pemain Lama Korupsi Kuota Impor

DPR Desak Kebijakan Impor Selektif dan Peningkatan Pajak di Tengah Gejolak Global

Pengusaha Dukung Penghapusan Kuota Impor dan Minta Pengurangan Pajak

Komisi IV DPR Wanti-Wanti Kebijakan Kuota Impor

Penghapusan Kuota Impor Bisa Jadi Ancaman bagi UMKM

Ketua Badan Anggaran DPR Dukung Pengahapusan Kuota Impor, Diubah Jadi Kebijakan Tarif

Prabowo Minta Kuota Impor Tak Diskriminatif, Anggap Hanya Untungkan Perusahaan Besar
