Maqdir Ismail Sebut Perlu Undang-Undang Khusus Atur Obstruction of Justice
Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Maqdir Ismail (tengah) (MP/Ponco)
MerahPutih.com - Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Maqdir Ismail, menilai pentingnya pembentukan undang-undang khusus yang mengatur secara jelas perbuatan obstruction of justice (OOJ).
Hal itu disampaikan Maqdir dalam diskusi yang digelar oleh Ikatan Wartawan Hukum bertajuk 'Revisi KUHAP dan Ancman Pidana: Ruang Baru Abuse of Power?' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (2/5).
Mulanya, Maqdir menyoroti perbedaan antara KUHP Indonesia dan KUHP Belanda dalam menangani perkara obstruction of justice. Ia menyebut KUHP di Belanda membatasi perbuatan OOJ yaitu pada tindakan yang secara sengaja tidak menuruti perintah UU. Sementara di Indonesia, kata Maqdir, istilah OOJ masih multitafsir.
"Apa ukurannya segala hal ini? Yang merintangi langsung, tidak langsung, itu seperti apa? Ada nggak ketentuan Undang-Undang?" Kata Maqdir.
Baca juga:
Ketum Ikadin Minta KPK Tak Kriminalisasi Advokat dalam Kasus Febri Diansyah
Ia menilai kondisi ini bisa membuka celah kriminalisasi, termasuk terhadap jurnalis. Ia mempertanyakan dasar hukum jika seorang wartawan dituduh melakukan OOJ karena memberitakan informasi yang dianggap menyesatkan.
"Kalau misalnya teman kita yang wartawan itu membuat pemberitaan menyesatkan, apakah dia melanggar undang-undang? Kita tidak punya ketentuan yang jelas soal itu," kata Maqdir.
Ia mengusulkan agar setidaknya ada empat kriteria yang dapat dikategorikan sebagai OOJ, yakni membuat keterangan atau berita menyesatkan, menyuruh orang menahan informasi, membuat tuduhan palsu, dan menyuruh orang mengakui perbuatan yang tidak dilakukan.
Baca juga:
Revisi KUHAP: Pasal Hina Presiden Bisa Diselesaikan dengan Restorative Justice
Namun sayangnya, menurutnya, keempat kriteria ini belum diatur secara eksplisit dalam hukum nasional.
"Yang harus kita dorong bukan hanya soal KUHAP, tapi kita perlu undang-undang khusus tentang obstruction of justice. KUHAP itu hanya alat untuk penegakan hukum, Tetapi, materi dari perbuatan orang itu akan dikukur dengan undang-undang," pungkasnya. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
DPR Diminta Akomodasi Hukum Syariat Aceh dalam RKUHAP
DPR Tekankan Kualitas Hukum Diukur dari Pelaksanaan, Bukan Jumlah Aturan
DPR Desak Perlindungan Hukum dan Jaminan Kesejahteraan yang Mendesak Bagi Anggota Polri dalam Pembahasan RUU KUHAP
DPR Belum Bawa RUU KUHAP ke Rapat Paripurna Buat Disetujui
Advokat Probono Curhat Sulitnya Berjuang Melawan APH Berwenang Besar, RUU KUHAP Diminta Fokus Pembinaan dan Reintegrasi
Legislator Tegaskan Revisi KUHAP Harus Prioritaskan Kemanfaatan dan Kepastian Hukum, Wajib Jadikan Pidana Penjara Opsi Paling Akhir
4 Permintaan Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas Dalam Revisi KUHAP
Mewujudkan Keadilan yang Melekat pada Presiden, Hinca Pandjaitan Desak Reformasi Total KUHAP
Keadilan Restorative Hanya Buat Tindak Pidana Ringan, Tapi Korban Harus Diperhatikan
Komnas HAM Sebut Restorative Justice tak Boleh Dipakai untuk Kasus HAM Berat dan TPKS