Maarak Jari-Jari, Tradisi Pengumpamaan Pengumpulan Jasad Cucu Nabi
Tabuik, tradisi Pariaman. (Foto: instagram@jafri21s)
MALAM itu, di Pariaman suasana terang ramai. Puluhan masyarakat dengan wajah semangat mulai melangkahkan kaki berkeliling kota. Gairah masyarakat semakin menjadi-jadi saat tassa dan dhol dipukul dengan irama semangat.
Ini bukan kejadian yang pertama kalinya. Acara ini rutin dilakukan masyarakat setempat yang disebut ritual Maarak Jari-Jari. Prosesi ini merupakan salah satu dari rangkaian Pesta Budaya Tabuik yang dihelat oleh Pemerintah Kota Pariaman, Sumatera Barat.
"Ritual Maarak Jari-Jari pengumpamaan jasad cucu Nabi Muhammad SAW yang dibunuh secara keji oleh pasukan tentara Raja Yazid Bin Muawiyah pada perang Karbala," kata Tuo atau Tokoh Tabuik Nagari Subarang, Nasrun Jon seperti dilansir Antara.
1. Membuat duplikat jari jemari
Pada prosesi Maarak Jari-Jari dilaksanakan oleh para anak tabuik, baik Pasa maupun Subarang. Mereka membuat semacam duplikat jari-jari manusia yang ditempatkan dalam sebuah "Panja" atau wajan.
Kemudian, duplikat jari-jari tersebut diarak di sekitar kawasan kota itu untuk melanjutkan prosesi "Maradai" atau meminta sumbangan kepada masyarakat.
Ritual maradai tersebut juga memiliki makna bahwa kegiatan pesta budaya tabuik perlu melibatkan masyarakat luas untuk memberikan sumbangan.
"Jadi dalam ritual maradai tersebut anak tabuik sama-sama meminta sumbangan karena biaya kegiatan itu cukup besar," katanya.
2. Saling lempar di persimpangan
Setelah melaksanakan ritual maarak jari-jari, kedua kubu tabuik melanjutkan prosesi "Basalisiah" atau pertemuan kedua belah pihak di Simpang Tabuik Kecamatan Pariaman Tengah.
Saat basalisiah tersebut biasanya kedua kubu saling serang dan melemparkan gendang tasa sehingga terjadi bentrokan. Namun, setelah kejadian masyarakat tidak ada menyimpan dendam.
"Basalisiah ini sudah menjadi tradisi sejak dulu, memang ada bentrokan namun masyarakat tidak pernah menyimpan dendam karena pesta budaya tabuik hanya agenda pariwisata bukan kriminal," katanya.
Meski tak pernah ada dendam, kelak ia berharap agar tradisi basalisiah diganti dengan kesenian tari gelombang untuk menghindari bentrokan yang anarkis.
Sebagai informasi, pesta budaya tabuik merupakan perayaan lokal dalam rangka memperingati Asyura, gugurnya Imam Husein, cucu Nabi Muhammad SAW, yang dilakukan oleh masyarakat di Kota Pariaman.
Pesta Budaya Tabuik tersebut juga menampilkan kembali pertempuran Karbala, dan memainkan gendang tassa. Tabuik merupakan istilah untuk usungan jenazah yang dibawa selama prosesi upacara tersebut. (zaim)
Bagikan
Berita Terkait
Berwisata Murah Dengan Naik KA Batara Kresna, Nikmati Alam danKuliner Dari Purwosari Sampai Wonogiri
DPRD DKI Protes Tarif Buggy Wisata Malam Ragunan Rp 250 Ribu, Minta Dikaji Ulang
Wisata Malam Ragunan, DPRD Minta Pemprov DKI Sediakan Alternatif Angkutan Murah untuk Warga
7 Alasan Hijrah Trail Harus Masuk Bucket List Petualangan di Arab Saudi
Tahok dan Bubur Samin Solo Jadi Warisan Budaya tak Benda
Polisi Sediakan WA dan QR Code untuk Laporan Cepat Gangguan Keamanan Hingga Kerusakan Fasilitas Umum
Night at the Ragunan Zoo Dibuka Hari ini, Harga Tiket Masuknya Mulai Rp 3.000
WNA Pengguna Kereta Api di Indonesia Tembus Setengah Juta, Yogyakarta jadi Tujuan Paling Favorit
Makanan Halal Magnet Utama Pilihan Liburan Muslim Indonesia
Aji Mumpung Banget ini, Seoul Tawarkan Paket Wisata dengan Kelas Tari 'KPop Demon Hunters'