Tabuik, Peringati Wafatnya Cucu Nabi Muhammad


Tabuik diarak menuju pantai (Foto: dofra-newsholic.blogspot)
Masyarakat Pariaman, Sumatra Barat, memiliki tradisi rutin untuk memperingati wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW. Tradisi tersebut dilakukan pada tanggal 10 Muharram, yang bertepatan dengan wafatnya Hussein bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW yang tewas terbunuh di Karbala, Irak. Festival tersebut adalah Tabuik, yang diperkirakan sudah dilakukan sejak abad 19.
Tabuik berasal dari bahasa Arab, yakni "tabut" yang artinya peti kayu. Disebut Tabuik karena setelah wafat, jenazahnya diterbangkan ke langit menggunakan peti kayu oleh kuda bersayap berkepala manusia. Maka dari itu, berdasarkan kejadian tersebut, masyarakat Pariaman membuat tiruan kuda yang sedang mengangkat tabut di punggungnya.
Tabuik terbagi menjadi dua bagian, yakni atas dan bawah. Bagian atas merupakan puncak tabuik dengan hiasan payung besar dan bunga-bunga salapan. Terdapat juga hiasan menutupi bagian peti yang berdiri tegak di atas tabuik. Secara keseluruhan, bagian ini adalah gambaran peti Nabi Muhammad SAW.
Bagian bawah menggambarkan bentuk kuda yang berkepala manusia berambut panjang. Dengan dibuat dari rotan dan bambu, kuda tersebut dilapisi kain beludru. Terdapat juga lambang kalajengking yang menghadap ke atas pada keempat kaki kuda tersebut, yang melambangkan buraq dengan warna merah dan hitam. Buraq adalah kendaraan dengan kemampuan terbang secepat kilat yang digunakan Nabi Muhammad SAW pada peristiwa Isra Miraj.
Tabuik dilakukan melalui 7 tahapan. Secara berurutan, 7 tahap tersebut terdiri dari mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, mengarak jari-jari, mengarak serban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut.
Tahap tersebut dilakukan pada hari yang berbeda-beda. Tahap mengambil tanah dilakukan pada 1 Muharam, menebang batang pisang pada 5 Muharam. Pada 7 Muharam dilakukan mataam dan pada malam harinya mengarak jari-jari. Pada 8 Muharam langsung dilakukan ritual mengarak serban.
Puncak ritual ini dilakukan pada 10 Muharam, yakni tabuik naik pangkek dan dilanjutkan dengan hoyak tabuik. Sebagai penutup, pada hari tersebut menjelang magrib, tabuik diarak ke pantai dan pada akhirnya dibuang ke laut.
Akan tetapi, saat ini ritual puncak dilakukan pada tanggal yang berbeda, antara 10-15 Muharam, biasanya disesuaikan dengan akhir pekan. Ritual ini juga biasa dilakukan di Pantai Gandoriah, Pariaman, Sumatera Barat, yang kerap disaksikan ribuan orang hingga turis mancanegara.
Jika sahabat MerahPutih tertarik untuk melihat tradisi ini, Anda bisa ke Pantai tersebut pada 10 Muharam nanti. Atau, Anda bisa pergi ke sana pada 1 Muharam untuk menyaksikan keseluruhan tahap Tabuik.
Baca juga artikel Nyadran, Tradisi Bakti pada Leluhur Jelang Ramadan.
Bagikan
Berita Terkait
Gunung Marapi Meletus, Lontaran Kolom Abu Capai Ketiinggian 3.691 MDPL

Komisi VIII DPR Desak Hukuman Berat Pelaku Perusakan Rumah Doa di Padang

Sesalkan Pembubaran Ibadah Jemaat Rumah Doa di Padang, Kemenag: Harusnya Jangan Terprovokasi!

Dentuman Erupsi Gunung Marapi Terasa Hingga Bukittinggi, Kaca-Kaca Rumah Sampai Bergetar

Panggung Megah Tomorrowland Hancur Dilalap Api, Nasib Festival di Ujung Tanduk

Temuan Dugaan Mutilasi Perempuan di Sumbar, Potongan Tubuh Disebar di 3 Lokasi

Gunung Marapi di Sumbar Erupsi pada Selasa Pagi, Semburkan Abu Vulkanik Setinggi 1,1 Km

JE KA TE World: Transformasi Lapangan Banteng dalam Gemerlap Jakarta Light Festival 2025

Pagi Tadi, Marapi Pecahkan Rekor Lontaran Abu Erupsi Tertinggi

Gunung Marapi di Sumatera Barat Erupsi, Tinggi Letusan hingga 1.600 meter di Atas Puncak
