Lockdown Tingkatkan Kejadian Kekerasan Rumah Tangga?


Ditemukan cedera yang lebih parah. (Foto: Unsplash/Gabriel Benois)
PORSI pelecehan secara fisik jika dibandingkan dengan pelecehan secara verbal atau emosional, 80 persen lebih tinggi pada tahun 2020, jika dibandingkan digabungkan dalam tiga tahun terakhir.
Penelitian yang diterbitkan di jurnal Radiology mengungkapkan cidera yang diderita jauh lebih parah. The Los Angeles Times menuliskan ketika lockdown COVID-19 dicabut di Massachusetts, AS, dokter di rumah sakit di Boston menemukan ada hampir dua kali lebih banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Baca juga:
Berjalan Kaki Singkat di Pantai Meningkatkan Kesehatan Mental

Sayangnya menurut para peneliti di Brigham and Women's Hospital di Boston mencatat bahwa lebih sedikit orang yang melaporkan kekerasan dalam rumah tangga dibandingkan dengan tahun 2017 hingga 2019.
Mereka mengidentifikasi 62 orang dewasa yang mencari bantuan terhadap pelecehan fisik dan nonfisik oleh orang terdekat antara tanggal 11 Maret dan 3 Mei. Kurang dari 104 orang yang mencari bantuan pada tahun 2019, 106 orang pada tahun 2018, dan 146 orang pada tahun 2017.
Namun laman Insider mewartakan meski dalam tiga tahun terakhir rumah sakit mencatatkan 16 luka dalam karena kekerasan dalam rumah tangga, pada tahun 2020, mereka menemukan sebanyak 28 orang.
Dr. Bharti Khurana, ahli radiologi di Brigham and Women’s Hospital mengatakan temuan tersebut menunjukkan para korban tidak mencari pertolongan sampai keadaan menjadi lebih parah.
Baca juga:

"Betapapun para dokter kewalahan menghadapi pandemi, mereka harus waspada terhadap bukti kekerasan dalam rumah tangga," kata Khurana.
Dr. Babina Gosangi, salah satu penulis studi tersebut mengatakan cidera karena kekerasan rumah tangga ini karena pukulan berulang, tendangan, dan pukulan ke area perut dan wajah.
Business Insider juga memberitakan kekerasan dalam rumah tangga mempengaruhi lebih dari 10 juta orang per tahun.
Menurut Organisasi Nasional perempuan, kaum hawa secara tidak proporsional lebih terpengaruh, terutama perempuan muda, perempuan berpenghasilan rendah, dan etnis minoritas. "Kami melihat 26 korban kekerasan fisik terburuk. Itu sangat kecil dibandingkan dengan apa yang terjadi," tutup Khurana. (lgi)
Baca juga:
Anti Galau Selama Pandemi, Yuk Ikuti Kelas Daring Negara Paling Bahagia di Dunia
Bagikan
Leonard
Berita Terkait
Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID

Kemenkes Temukan 1 Kasus Positif COVID dari 32 Spesimen Pemeriksa

178 Orang Positif COVID-19 di RI, Jemaah Haji Pulang Batuk Pilek Wajib Cek ke Faskes Terdekat

Semua Pasien COVID-19 di Jakarta Dinyatakan Sembuh, Tren Kasus Juga Terus Menurun Drastis

Jakarta Tetap Waspada: Mengungkap Rahasia Pengendalian COVID-19 di Ibu Kota Mei 2025

KPK Minta Tolong BRI Bantu Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19

KPK Periksa 4 Orang Terkait Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19, Ada Staf BRI

COVID-19 Melonjak, Ini Yang Dilakukan Menkes Budi Gunadi Sadikin

COVID-19 Mulai Melonjak Lagi: Dari 100 Orang Dites, Sebagian Terindikasi Positif

Terjadi Peningkatan Kasus COVID-19 di Negara Tetangga, Dinkes DKI Monitoring Rutin
