Uang dapat Memberikan Kebahagiaan?


Studi ini dipublikasikan dalam jurnal American Psychological Association. (Foto: Unsplash/Aidan Bartos)
SEPERTI lagu yang dinyanyikan grup band pop asal Swedia, ABBA. Lirik dinyanyikan dengan sangat baik, "Money, money, money, always sunny, in the rich man's world. All the things I could do, if I had a little money."
Apa yang dinyanyikan ABBA benar-benar tepat sasaran. Sebuah studi terbaru menemukan bahwa orang-orang di AS saat ini lebih bahagia jika mereka memiliki lebih banyak uang. Tampaknya sekarang ini uang dan kebahagiaan lebih terkait erat daripada di masa-masa sebelumnya.
Baca juga:
Berjalan Kaki Singkat di Pantai Meningkatkan Kesehatan Mental

Analisis terbaru mempelajari lebih dari 40 ribu orang dewasa di AS yang berusia 30 tahun dan lebih. "Saya dan rekan menemukan hubungan yang lebih dalam antara uang dan kebahagiaan," jelas Jean Twenge, ketua penelitian dan profesor psikologi di San Diego State University.
Survei Twenge dan rekan-rekannya berlangsung selama lima dekade. Dimulai dari rentan waktu tahun 1972 hingga 2016. Tim berhasil mencatat perubahan sikap di sekitar orang dan uang selama ini. Sepertinya, antara uang dan kebahagiaan hari-hari ini lebih akrab hubungannya daripada di masa lalu. Jadi, mungkin saja uang bisa benar-benar membeli kebahagiaan.
Sebagian besar dari rasa kebahagiaan yang lebih tinggi ini terkait dengan uang berasal dari kelas masyarakat dan tingkat pendidikan. Pada tahun 1970-an, terlepas apakah orang dewasa memiliki gelar sarjana atau tidak, 40% dari mereka menilai diri mereka bahagia. Saat ini, hanya 29% dari non-lulusan menganggap diri mereka bahagia. Sedangkan mereka yang memiliki gelar sarjana masih di angka 40%.
Baca juga:
Anti Galau Selama Pandemi, Yuk Ikuti Kelas Daring Negara Paling Bahagia di Dunia

Selain itu, kebahagiaan telah tumbuh selama bertahun-tahun tergantung pada berapa banyak yang bisa didapatkan dari seseorang.
Studi ini mencatat bahwa salah satu alasan untuk perubahan sikap kebahagiaan ini adalah karena perbedaan kesenjangan pendapatan yang lebih besar. Orang yang kaya jadi lebih kaya, dan yang miskin sekarang lebih miskin.
Selain itu, sebuah penelitian di tahun 2015 menyatakan bahwa tingkat kematian orang tanpa gelar sarjana meningkat. Sesuatu yang disebut "kematian putus asa." Kematian ini termasuk bunuh diri dan overdosis karena obat-obatan dan narkotika.
Studi baru menemukan bahwa secara umum, perbedaan besar dalam kelas masyarakat memberikan dampak negatif pada masyarakat secara keseluruhan.
Ini adalah penelitian yang menarik dengan menyoroti perubahan dalam masyarakat berkaitan dengan uang dan kebahagiaan di AS dari tahun 1970-an hingga saat ini. (lgi)
Baca juga:
Bagikan
Leonard
Berita Terkait
Sopir Bawa Kabur Rp 10 Miliar, Bank Jateng Wonogiri Pastikan Simpanan Nasabah Aman

Tantiem Direksi dan Komisaris BUMN Dihapus, Prabowo: Yang Tidak Setuju, Mundur

Celios Desak Negara Tinjau Ulang Insentif Pajak, Selama Ini Lebih Untungkan Konglemerat

Jumlah Penduduk Miskin di Jakarta Tembus 464 Ribu Jiwa, Begini Respons Pramono Anung

Angka Kemiskinan Jakarta Mendadak Meroket, Gubernur Pramono Anung Ungkap Fakta Mengejutkan

Tingkat Konsumsi Antara Kaya dan Miskin di Indonesia Timpang, Kelas Menengah Ke Bawah di Perkotaan Makin ‘Ngirit’

Jumlah Orang Miskin di Indonesia Sampai 23,85 Juta Orang, Turun Dibanding September 2024

Antusias Warga Menukarkan Uang dalam Program Serambi 2025 di Hall Basket GBK

ART Curi Uang Majikan Rp 315 Juta, Ternyata Dipakai untuk Beli Makeup

Prabowo Minta Pejabat Jaga Uang Rakyat agar Tak Dikorupsi
