Lembaga Penegak Hukum Diminta Kaji Ulang Pemberantasan Korupsi di Proyek Berjalan

Zulfikar SyZulfikar Sy - Selasa, 31 Oktober 2023
Lembaga Penegak Hukum Diminta Kaji Ulang Pemberantasan Korupsi di Proyek Berjalan

Ilustrasi - Demonstrasi anti-korupsi. ANTARA FOTO/Noveradika

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Kuasa hukum mantan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak, Maqdir Ismail mengatakan Indonesia harus mengkaji ulang cara pemberantasan korupsi, khususnya dugaan rasuah di proyek pemerintah yang pengerjaannya belum tuntas.

Sebab, Maqdir menilai, penerapan hukum pidana harus dilaksanakan secara hati-hati dan bijaksana supaya jalannya proyek pemerintah tidak terhambat. Menurutnya, penyelesaian masalah hukum yang terjadi dalam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah lebih baik diselesaikan terlebih dahulu dengan hukum administrasi dan perdata.

“Hal ini mengingat hukum pidana merupakan ultimum remedium, yaitu hukum yang digunakan sebagai upaya terakhir jika tidak ada cara lain untuk menyelesaikan suatu perkara,” kata Maqdir dalam keterangannya, Selasa, (31/10).

Baca Juga:

Jaksa Agung Diminta Konsisten Usus Dugaan Korupsi di Blok Mandiono PT Antam

Maqdir menilai,penggunaan hukum pidana untuk kasus di proyek pemerintah justru akan berdampak negatif terhadap para pelaku usaha dan perekonomian nasional. Tak hanya itu, hukum pidana juga berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) jika tidak diterapkan secara adil dan proporsional.

Menurut Madir, kekeliruan penggunaan hukum pidana terjadi dalam penanganan kasus dugaan korupsi pembangunan BTS 4G Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Dan Informasi Kementerian Komunikasi Dan Informatika (BAKTI Kominfo).

Dalam kasus tersebut, Kejaksaan Agung mendakwa para terdakwa menggunakan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyebutkan ada kerugian negara Rp 8,03 triliun. Angka tersebut mengacu pada jumlah menara yang belum selesai dibangun sebanyak 3.242 BTS hingga 31 Maret 2022 yang kemudian dianggap mangkrak.

Padahal, kata Maqdir, fakta-fakta persidangan mengungkapkan bahwa sebanyak 3.242 BTS yang dianggap mangkrak sebagian telah selesai dan hanya menunggu proses serah terima secara administratif. Bahkan, sebagian dari proyek tersebut sudah dalam proses pembangunan, dan yang belum dibangun tetap ada bernilai asetnya.

Maqdir menilai, penentuan cut-off date 31 Maret 2022 juga tidak sesuai dengan fakta hukum karena pekerjaan penyelesaian pembangunan BTS 4G terus berlanjut dan sampai Oktober 2023 telah selesai hampir 100 persen. Dengan demikian, Maqdir menyebut pandangan bahwa proyek BTS 4G mangkrak adalah pandangan yang keliru dan menyesatkan karena tidak berdasarkan fakta.

“Begitu juga dengan audit BPKP yang membatasi perhitungan sampai dengan 31 Maret 2022 tanpa memperhitungkan peristiwa yang terjadi setelah periode tersebut, termasuk adanya perpanjangan kontrak dan pengembalian uang sebesar Rp 1,7 triliun oleh konsorsium pelaksana,” ungkap Maqdir.

“Jadi, keliru kalau BPKP melakukan perhitungan secara total loss karena proyek masih berjalan dan ada pengembalian uang ke kas negara,” imbuhnya.

Baca Juga:

Kasus Korupsi BTS, Bos Moratelindo Dituntut 15 Tahun Penjara

Atas kekeliruan tersebut, Maqdir menyarankan agar pemerintah dan lembaga penegak hukum lebih berfokus pada upaya pencegahan dan penindakan korupsi dengan menggunakan hukum administrasi dan perdata.

Menurutnya upaya hukum tersebut penting agar proyek-proyek pemerintah yang diduga bermasalah tetap dapat diselesaikan dengan cepat dan efektif tanpa harus menunggu proses hukum pidana yang panjang dan rumit.

“Dengan cara ini, hukum pidana di Indonesia akan terlihat masih bisa melindungi HAM dan tidak akan terlihat seperti 'wajah garang' dengan ancaman penjara,” ujar Maqdir.

Sementara itu, ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda juga menilai, kerugian negara belum bisa disimpulkan terhadap sebuah pekerjaan yang belum selesai.

Karena, kata dia, dalam perspektif hukum pidana sebuah kerugian merupakan suatu akibat yang sifatnya nyata dan pasti dan tidak bisa hanya berupa potensi kerugian.

“Ilustrasinya seperti belum ada orang mati bagaimana bisa disimpulkan ada (tindak pidana) pembunuhan?” katanya saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi BTS 4G.

Chairul menuturkan karena belum ada kerugian negara yang nyata dan pasti, maka perkara BTS 4G belum bisa masuk domain hukum pidana.

“Pendapat saya hal seperti itu ranahnya hukum administrasi,” pungkasnya. (Pon)

Baca Juga:

Bertemu Relawan, Mahfud Soroti Masalah Korupsi dan Penegakan Hukum di Indonesia

#Kasus Korupsi #Dugaan Korupsi #Pencegahan Korupsi
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Indonesia
Sekjen DPR Mangkir dari Pemeriksaan Korupsi Rumah Jabatan, KPK Jadwalkan Ulang
KPK sudah menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan penghitungan total kerugian negara dalam perkata tersebut. ?
Dwi Astarini - Jumat, 24 Oktober 2025
Sekjen DPR Mangkir dari Pemeriksaan Korupsi Rumah Jabatan, KPK Jadwalkan Ulang
Indonesia
Kantornya Digeledah Kejaksaan, Bea Cukai Anggap Bagian Pengumpulan Data
Fokus utama penyelidikan Kejagung adalah dugaan permasalahan yang terkait dengan ekspor POME
Angga Yudha Pratama - Jumat, 24 Oktober 2025
Kantornya Digeledah Kejaksaan, Bea Cukai Anggap Bagian Pengumpulan Data
Indonesia
Kantor Bea Cukai Digeledah, Kejagung Belum Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Ekspor Limbah Minyak Sawit
Kejagung belum menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi ekspor limbah minyak sawit. Sebelumnya, Kejagung telah menggeledah kantor Bea Cukai.
Soffi Amira - Jumat, 24 Oktober 2025
Kantor Bea Cukai Digeledah, Kejagung Belum Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Ekspor Limbah Minyak Sawit
Indonesia
Kejagung Geledah Kantor Bea Cukai, Selidiki Dugaan Korupsi Ekspor Limbah Minyak Sawit
Kejaksaan Agung menggeledah kantor Bea Cukai, Rabu (22/10) lalu. Penggeledahan ini masih terkait dugaan korupsi ekspor limbah minyak sawit.
Soffi Amira - Jumat, 24 Oktober 2025
Kejagung Geledah Kantor Bea Cukai, Selidiki Dugaan Korupsi Ekspor Limbah Minyak Sawit
Indonesia
Pelaku Dugaan Korupsi Kasus Mesin EDC Bank BRI, Sama Dengan Kasus EDC Pertamina
KPK mengusut pengondisian dalam pengadaan mesin EDC untuk membandingkan kualitas barang dari vendor dengan harganya.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 24 Oktober 2025
Pelaku Dugaan Korupsi Kasus Mesin EDC Bank BRI, Sama Dengan Kasus EDC Pertamina
Indonesia
KPK Lamban Usut Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, MAKI Siap Ajukan Gugatan Praperadilan
MAKI menilai KPK lamban dalam mengusut dugaan korupsi proyek Whoosh. MAKI pun siap mengajukan gugatan praperadilan.
Soffi Amira - Kamis, 23 Oktober 2025
KPK Lamban Usut Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, MAKI Siap Ajukan Gugatan Praperadilan
Indonesia
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja Dilaporkan ke KPK, Diduga Korupsi Proyek Command Center
Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, dilaporkan ke KPK atas dugaan kasus korupsi proyek Command Center.
Soffi Amira - Kamis, 23 Oktober 2025
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja Dilaporkan ke KPK, Diduga Korupsi Proyek Command Center
Berita Foto
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Sambangi KPK Bahas Pencegahan Korupsi Sektor Pertanahan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid (kiri) tiba untuk melakukan audiensi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Didik Setiawan - Rabu, 22 Oktober 2025
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Sambangi KPK Bahas Pencegahan Korupsi Sektor Pertanahan
Dunia
Dipenjara 5 Tahun, Nicolas Sarkozy Jadi Eks Presiden Prancis Pertama Masuk Bui
Televisi BFM TV menampilkan laporan saat Sarkozy tiba di Penjara La Santé, Paris, pada Selasa (21/10) waktu setempat
Wisnu Cipto - Rabu, 22 Oktober 2025
Dipenjara 5 Tahun, Nicolas Sarkozy Jadi Eks Presiden Prancis Pertama Masuk Bui
Indonesia
Legislator NasDem Apresiasi Kejagung Kembalikan Rp 13 Triliun Uang Negara dari Kasus Ekspor CPO
Menjadi bukti nyata komitmen Kejagung dalam menjalankan mandat undang-undang untuk menegakkan keadilan dan memberantas korupsi.
Dwi Astarini - Selasa, 21 Oktober 2025
Legislator NasDem Apresiasi Kejagung Kembalikan Rp 13 Triliun Uang Negara dari Kasus Ekspor CPO
Bagikan