Lembaga Penegak Hukum Diminta Kaji Ulang Pemberantasan Korupsi di Proyek Berjalan


Ilustrasi - Demonstrasi anti-korupsi. ANTARA FOTO/Noveradika
MerahPutih.com - Kuasa hukum mantan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak, Maqdir Ismail mengatakan Indonesia harus mengkaji ulang cara pemberantasan korupsi, khususnya dugaan rasuah di proyek pemerintah yang pengerjaannya belum tuntas.
Sebab, Maqdir menilai, penerapan hukum pidana harus dilaksanakan secara hati-hati dan bijaksana supaya jalannya proyek pemerintah tidak terhambat. Menurutnya, penyelesaian masalah hukum yang terjadi dalam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah lebih baik diselesaikan terlebih dahulu dengan hukum administrasi dan perdata.
“Hal ini mengingat hukum pidana merupakan ultimum remedium, yaitu hukum yang digunakan sebagai upaya terakhir jika tidak ada cara lain untuk menyelesaikan suatu perkara,” kata Maqdir dalam keterangannya, Selasa, (31/10).
Baca Juga:
Jaksa Agung Diminta Konsisten Usus Dugaan Korupsi di Blok Mandiono PT Antam
Maqdir menilai,penggunaan hukum pidana untuk kasus di proyek pemerintah justru akan berdampak negatif terhadap para pelaku usaha dan perekonomian nasional. Tak hanya itu, hukum pidana juga berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) jika tidak diterapkan secara adil dan proporsional.
Menurut Madir, kekeliruan penggunaan hukum pidana terjadi dalam penanganan kasus dugaan korupsi pembangunan BTS 4G Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Dan Informasi Kementerian Komunikasi Dan Informatika (BAKTI Kominfo).
Dalam kasus tersebut, Kejaksaan Agung mendakwa para terdakwa menggunakan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyebutkan ada kerugian negara Rp 8,03 triliun. Angka tersebut mengacu pada jumlah menara yang belum selesai dibangun sebanyak 3.242 BTS hingga 31 Maret 2022 yang kemudian dianggap mangkrak.
Padahal, kata Maqdir, fakta-fakta persidangan mengungkapkan bahwa sebanyak 3.242 BTS yang dianggap mangkrak sebagian telah selesai dan hanya menunggu proses serah terima secara administratif. Bahkan, sebagian dari proyek tersebut sudah dalam proses pembangunan, dan yang belum dibangun tetap ada bernilai asetnya.
Maqdir menilai, penentuan cut-off date 31 Maret 2022 juga tidak sesuai dengan fakta hukum karena pekerjaan penyelesaian pembangunan BTS 4G terus berlanjut dan sampai Oktober 2023 telah selesai hampir 100 persen. Dengan demikian, Maqdir menyebut pandangan bahwa proyek BTS 4G mangkrak adalah pandangan yang keliru dan menyesatkan karena tidak berdasarkan fakta.
“Begitu juga dengan audit BPKP yang membatasi perhitungan sampai dengan 31 Maret 2022 tanpa memperhitungkan peristiwa yang terjadi setelah periode tersebut, termasuk adanya perpanjangan kontrak dan pengembalian uang sebesar Rp 1,7 triliun oleh konsorsium pelaksana,” ungkap Maqdir.
“Jadi, keliru kalau BPKP melakukan perhitungan secara total loss karena proyek masih berjalan dan ada pengembalian uang ke kas negara,” imbuhnya.
Baca Juga:
Kasus Korupsi BTS, Bos Moratelindo Dituntut 15 Tahun Penjara
Atas kekeliruan tersebut, Maqdir menyarankan agar pemerintah dan lembaga penegak hukum lebih berfokus pada upaya pencegahan dan penindakan korupsi dengan menggunakan hukum administrasi dan perdata.
Menurutnya upaya hukum tersebut penting agar proyek-proyek pemerintah yang diduga bermasalah tetap dapat diselesaikan dengan cepat dan efektif tanpa harus menunggu proses hukum pidana yang panjang dan rumit.
“Dengan cara ini, hukum pidana di Indonesia akan terlihat masih bisa melindungi HAM dan tidak akan terlihat seperti 'wajah garang' dengan ancaman penjara,” ujar Maqdir.
Sementara itu, ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda juga menilai, kerugian negara belum bisa disimpulkan terhadap sebuah pekerjaan yang belum selesai.
Karena, kata dia, dalam perspektif hukum pidana sebuah kerugian merupakan suatu akibat yang sifatnya nyata dan pasti dan tidak bisa hanya berupa potensi kerugian.
“Ilustrasinya seperti belum ada orang mati bagaimana bisa disimpulkan ada (tindak pidana) pembunuhan?” katanya saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi BTS 4G.
Chairul menuturkan karena belum ada kerugian negara yang nyata dan pasti, maka perkara BTS 4G belum bisa masuk domain hukum pidana.
“Pendapat saya hal seperti itu ranahnya hukum administrasi,” pungkasnya. (Pon)
Baca Juga:
Bertemu Relawan, Mahfud Soroti Masalah Korupsi dan Penegakan Hukum di Indonesia
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Nadiem Makarim jadi Tersangka, Bukti Gurita Korupsi sudah ‘Mencengkeram’ Sistem Pendidikan di Indonesia

Awal Kasus Korupsi Pengadaan Laptop Terbongkar, Dari ‘Kesepakatan’ Nadiem dengan Google

Bantah Lakukan Korupsi, Nadiem: Integritas Nomor 1, Tuhan Pasti Melindungi Saya

Nadiem Tersangka Pengadaan Laptop, Kejagung Bongkar Kejanggalan Proyek Digelar Tertutup meski Gunakan Anggaran Negara

Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Nadiem Makarim Langsung Dipenjara di Rutan Salemba

Kejagung Resmi Tetapkan Nadiem Makarim Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan Laptop Chromebook

KPK Periksa Eks Direktur Keuangan Telkom terkait Kasus Digitalisasi SPBU Pertamina

Penuhi Panggilan KPK, Ilham Habibie Tanggapi soal Mobil Mercy Warisan BJ Habibie

Eks Ketua Banggar DPR Ahmadi Noor Supit Terseret Korupsi Proyek Mempawah

KPK Panggil Khalid Basalamah Terkait Korupsi Kuota Haji
