Lansia di Gunungkidul Dominasi Kasus Bunuh Diri


Jangan takut untuk mencari bantuan dan jangan menyerah. (Foto: Unsplash/dmey503)
MerahPutih.com - Tren jumlah kasus bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul masih menduduki urutan tertinggi di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Setiap tahun ada puluhan warga Gunung Kidul yang bunuh diri. Sebagian besar dilakuk lansia yang berusia di atas 60 tahun.
Yayasan Pemerhati Kesehatan Jiwa yang berbasis di Gunungkidul, Imaji (Inti Mata Jiwa), mencatat, sejak awal 2020 hingga sekarang tercatat ada 22 kejadian bunuh diri.
"19 diantaranya gantung diri dan 3 lainnya minum cairan beracun). Sedangkan tahun 2019 tercatat 33 kejadian," kata Ketua Imaji, Jaka Yanu Idiasta.
Baca Juga:
Bukan Tindakan Egois, Bunuh Diri Bukanlah Sebuah Pilihan
Dari kasus tersebut, sebanyak 39 persen pelaku berusia di atas 60 tahun. Disusul usia 18-45 tahun yang mencapai 34 persen. Kemudian usia 46-60 tahun sebanyak 20 persen, dan terakhir di bawah 18 tahun ada 7 persen.
Faktor penyebab bunuh diri di Gunung Kidul hetrogen dan cukup kompleks. Namun sebagian besar dikelompokkan akibat depresi yang mencapai 43 persen. Faktor kedua adalah sakit fisik menahun sebanyak 26 persen, gangguan jiwa berat sebesar 6 persen dan faktor himpitan ekonomi sebanyak 4 persen. Sementara dari sisi gender, 57 persen adalah laki-laki dan 43 persen adalah perempuan.
"Setiap nyawa yang hilang akibat bunuh diri berimbas pada pasangan hidup, anak, orang tua, teman, atau kolega seseorang. Setiap 1 kasus bunuh diri, ada sekitar 135 orang yang terdampak dan menderita kesedihan yang mendalam," katanya.
Ia menilai upaya penurunan kasus bunuh diri harus dilakukan semua pihak termasuk masyarakat dan lingkungan tingkat terkecil. Pemerintah perlu lebih menggalakkan upaya pendekatan personal berbasis budaya pada masyarakat untuk mensosialisasikan ajakan stop bunuh diri.

Selain itu, perlu ada pendampingan pada keluarga calon pelaku bunuh diri agar bisa mengakses layanan kesehatan yang tepat dan tidak mendapatkan stigma negatif.
Psikiater di RSUD Wonosari dan RS PKU Muhammadiyah Wonosari, Ida Rochmawati menambahkan, sebenarnya Gunungkidul sudah selangkah lebih maju dibanding dengan daerah lain karena telah memiliki Peraturan Bupati (Perbup) Pencegahan Bunuh Diri.
Bahkan, kata ia, Gunungkidul, satu-satunya daerah yang memiliki Perbup pencegahan bunuh diri dan juga sudah memiliki Satgas pencegahan bunuh diri.
Sayangnya upaya bunuh diri masih banyak dikaitkan dengan mitos dan kepercayaan salah satunya "pulung gantung".
Mitos ini, tegas ia, menceritakan apabila seseorang melihat sebuah bola api berekor yang melintas dilangit, maka ia bersiap bunuh diri.
"Mitos ini banyak dijadikan dalih keluarga sebagai alasan kuat pelaku melakukan bunuh diri," ujarnya. (Theresia Ika/ Yogyakarta).
Baca Juga:
10 September: Hari Anti Bunuh Diri Sedunia
*Depresi jangan dianggap enteng. Jika Anda pernah memikirkan atau merasakan tendensi bunuh diri, mengalami krisis emosional, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Kecemasan dan Stres Perburuk Kondisi Kulit dan Rambut

Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres

Mengenal Burnout yang Diduga Pemicu Diplomat Arya Daru Pangayunan Mengakhiri Hidupnya, ini Cara Mengatasinya

Analisa Psikologi Forensik: Diplomat Arya Bunuh Diri karena Burn Out

Tidak Ada Kandungan Racun-Narkoba-Alkohol di Tubuh Diplomat Arya, Cuma Paracetamol dan Chlorpheniramine

Tidak Temukan Unsur Pidana, Polisi Umumkan Diplomat Arya Tewas Bunuh Diri

Diplomat Arya Pernah 2 Kali Kirim Email Ingin Bunuh Diri, Tahun 2013 dan 2021

Bukan Sekadar Mood Swing Biasa! Ini Beda Bipolar dan Depresi yang Wajib Diketahui

Dinkes DKI Jakarta Ungkap 15 Persen ASN Terindikasi Memiliki Masalah Kesehatan Mental

Anggota Komisi I DPR Duga Diplomat Kemlu Dibunuh Jelang Mutasi ke Eropa
