Koalisi Seni Indonesia dan UNESCO Rilis Sistem Pantau Kebebasan Berkesenian


Bekerja sama dengan UNESCO, Koalisi Seni Indonesia luncurkan sistem terbaru. (Foto: Dok. Koalisi Seni Indonesia)
KETIKA seorang seniman berkarya, ada serangkaian tantangan yang harus dihadapinya. Bukan hanya dari sisi karya seni itu sendiri, tapi juga dari struktur masyarakatnya seperti kebebasan berkesenian.
Tak terhitung lagi berapa banyak pelanggaran yang terjadi terhadap kebebasan berkesenian. Melihat isu tersebut, Organisasi nirlaba Koalisi Seni didukung oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), meluncurkan sebuah sistem pemantauan kebebasan berkesenian.
Sistem ini untuk mewadahi laporan yang menyangkut pelanggaran kebebasan berkesenian yang dialami oleh banyak seniman di Indonesia.
Baca juga:
Bernostalgia Lewat Sinema Di Hari Musik Nasional 2020

Sistem ini nantinya bisa diakses melalui laman resmi kebebasanberkesenian.id. Melalui sistem tersebut, seniman dan masyarakat bisa berkontribusi untuk melaporkan kejadian pelanggaran kebebasan berkesenian yang terjadi.
“Ketika mereka mengalami suatu kasus yang bisa dibilang masuk dalam kategori melanggar kebebasan berkesenian itu bisa mencatatkan kasusnya kemari,” ucap Manajer Advokasi Koalisi Seni Hafez Gumay ketika peluncuran sistem pemantauan kebebasan berkesenian di Taman Ismail Marzuki pada Rabu (10/5) seperti dikutip dari Antara.
Hafez melanjutkan, Koalisi Seni memang belum dapat mendampingi pelapor secara langsung untuk menyelesaikan kasus. Namun, setidaknya melalui laman tersebut, ia berharap seniman dan masyarakat bisa mencatatkan kasusnya.
“Dan kami bisa mendokumentasikannya dan mungkin merujuk mereka ke lembaga-lembaga yang mampu untuk membantu (masalah hukum),” tambahnya.
Pihak Koalisi Seni menjamin kerahasiaan dan keamanan data dari pelapor dalam sistem pemantauan tersebut. Dia juga menegaskan bahwa data yang terkumpul tidak digunakan untuk mendiskreditkan pelapor.
“Bahwa ini semua (data laporan yang terkumpul) semata-mata untuk menunjukkan bahwa kondisi kebebasan berkesenian di Indonesia itu seperti apa,” jelasnya.
Baca juga:
Perempuan Bekerja di Balik Layar Seni dan Kreatif Minim Perlindungan

Sebelumnya pada 2005 silam, Hafez mengingatkan bahwa Indonesia telah meratifikasi UNESCO Convention on the Protection and Promotion of Diversity of Cultural Expressions. Karena itu, Indonesia wajib melaporkan kondisi kebebasan berkesenian dalam Laporan Periodik Empat Tahunan.
Tercatat Indonesia telah membuat laporan sebanyak dua kali pada 2016 dan 2020. Namun, Indonesia tidak memenuhi kewajibannya untuk mencantumkan kondisi kebebasan berkesenian.
“Pada waktu itu alasannya adalah kita sebagai negara enggak punya datanya, kita enggak tahu situasinya seperti apa. Inilah yang kemudian bagi UNESCO, tidak mungkin suatu negara yang besar seperti Indonesia yang cukup mapan pemerintahannya tak memiliki data seperti itu,” tutur Hafez.
Karena latar belakang tersebut, UNESCO menggandeng Koalisi Seni untuk membuat sistem pemantauan yang bisa membantu untuk mendeteksi kebebasan berkesenian di Indonesia. (Far)
Baca juga:
Pidato Kebudayaan DKJ 2022, Pentingnya 'Lumbung' Bagi Kesenian
Bagikan
Berita Terkait
Kisruh Royalti Lagu, Pelaku Usaha dan Seniman Desak DPRD Solo Bubarkan LMKN

Ruang Seni Portabel Pertama Hadir di Sudirman, Buka dengan Pameran ‘Dentuman Alam’
Gamelan Ethnic Music Festival 2025 Siap Digelar, Seniman dari 7 Daerah Bakal Ikut Meramaikan

Seniman Tato Korea Selatan Perjuangan Revisi Tattooist Act, Janjikan Praktik Sesuai Standar Kesehatan dan Keamanan

Museum MACAN Gelar Pameran “GORENGAN Bureau”, Karya Adi Sundoro yang Penuh Edukasi

Melihat Jejak Kolonialisme dan Krisis Lingkungan Karya Kei Imazu di Museum MACAN

Seniman Tak Mau Kalah dari Ilmuwan yang Temukan Olo, Ciptakan Warna Baru yang Disebut Yolo

ara contemporary Hadirkan Galeri Seni Beriskan 17 Seniman Asia Tenggarra

Deretan Film yang Pernah Dibintangi Titiek Puspa: Dari Komedi, Drama, hingga Musikal

Kepergian Titiek Puspa, Jokowi: Indonesia Kehilangan Tokoh Inspiratif
