Kemenkes Bakal Ganti Obat COVID-19 untuk Pasien Isoman


Petugas menyiapkan peralatan kesehatan untuk pasien COVID-19 di RSPJ Ekstensi Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta, Senin (19/7/2021). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/hp.
MerahPutih.com - Kementerian Kesehatan bakal secara bertahap mengganti pemberian obat Azitromychin dan Oseltamivir menjadi Azitromychin dan Favipiravir.
Obat ini tertera dalam pemberian paket obat untuk pasien COVID-19 gejala ringan yang sedang menjalani isolasi mandiri (isoman).
Favipiravir akan mengganti Oseltamivir sebagai obat antivirus. Azitromisin itu antibiotik.
Baca Juga:
Ini Klaim Erick Terkait Stok dan Pasokan Obat Buat Pasien COVID-19
"Favipiravir ini masuk kategori antivirus yang oleh dokter lima profesi di Indonesia sudah mengkaji dampaknya terhadap mutasi virus Delta, dan mereka menganjurkan agar antivirusnya diganti Favipiravir," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Senin (26/7).
Budi lantas merinci, saat ini Indonesia memiliki stok obat Azitromychin sebanyak 11,4 juta, yang diproduksi oleh 20 pabrik lokal. Kemudian Oseltamivir 12 juta, Sementara untuk Favipiravir masih 6 juta.
Budi menyebut, pihaknya telah berkoordinasi dengan Gabungan Pengusaha Farmasi di Indonesia untuk memperbesar kapasitas produksi obat terapi COVID-19, serta mempersiapkan distribusinya juga.
Ia menargetkan, di Agustus PT Kimia Farma mampu memproduksi sendiri Favipiravir dengan kapasitas produksi 2 juta per hari, PT Dexa Medika 15 juta di Agustus.
Pemerintah juga bakal mengimpor 9,2 juta Favipiravir dari sejumlah negara.
"Agustus kita sudah punya kapasitas produksi dalam negeri antara 2-4 juta tablet per hari yang bisa memenuhi kebutuhan," kata dia.

Mantan wakil menteri BUMN itu mengakui, sejauh ini masih ada tiga obat terapi COVID-19 yang belum bisa diproduksi dalam negeri, dan relatif susah dicari. Mereka yakni; Remdesivir, Actemra, dan Gammaraas.
Budi menyebut, ketiga merek obat itu menjadi obat yang diincar banyak negara sehingga mulai langka.
Untuk itu, pemerintah telah menargetkan pada Juli ini akan menyediakan 150 ribu Remdesivir dan 1,2 juta Remdesivir di Agustus.
Kemudian seribu vial Actemra di Juli, dan bakal mengimpor 138 ribu Actemra di Agustus.
Selanjutnya 26 ribu impor Gammaraas di Juli, dan 27 ribu di Agustus. Budi memastikan, mereka akan didatangkan secara bertahap.
"Dan kita dalam proses membuat Remdesivir di dalam negeri, doakan itu bisa segera terjadi," jelas Budi.
Ia juga menekankan pentingnya mengukur saturasi oksigen ketika sedang menjalani isolasi mandiri di rumah.
Budi menyebut dari penjelasan pihak rumah sakit, banyak pasien COVID-19 yang terlambat masuk ke rumah sakit lantaran saturasinya sangat rendah.
"Saya sudah cek dengan banyak Direktur Utama Rumah Sakit, penyebabnya telat masuk, saturasi yang sudah sangat rendah. Penting untuk mengukur saturasi dengan alat oximeter yang dicolok dijari," ujar Budi.
Menurut Budi, jika saturasi oksigen di bawah 94 persen, ia meminta pasien untuk segera dibawa ke rumah sakit ataupun ke tempat isolasi terpusat.
Sementara jika saturasi oksigen pasien di atas 94 persen, tidak perlu dibawa ke rumah sakit.
"Yang penting ukur saturasinya, kalau di bawah 94 persen baru dibawa ke rumah sakit," tutur Budi.
Budi mengingatkan masyarakat tidak menunggu saturasi oksigen sampai turun 80 atau 70 persen dan merasa sehat. Namun segera memeriksakan kondisinya untuk mendapatkan penanganan perawatan COVID-19.
"Jangan tunggu sampai turun 80-70 persen karena merasa sehat. Ya kadang-kadang banyak orang hanya batuk-batuk kecil.
"Saya enggak mau ke rumah sakit, apa lagi takut dites, saya enggak mau dites," ucap dia.
Baca Juga:
Pimpinan DPR Minta Polisi Selidiki Hilangnya Obat Terapi COVID-19 di Pasaran
Mantan Wakil Menteri BUMN itu meyakini, penyakit COVID-19 dapat disembuhkan jika ditangani lebih dini dan cepat.
"Di seluruh dunia dari 100 yang sakit yang masuk rumah sakit cuma 20 persen, yang wafat mungkin sekitar 1,7 persen lebih rendah dari TBC atau HIV, tapi harus dirawat dengan tepat dan cepat," tutur Budi.
Budi meminta masyarakat yang mengalami gejala, segera melakukan tes dan segera mengecek saturasi oksigen.
"Kalau saturasi di atas 94 stay at home insyallah akan sembuh. Tapi kalau di bawah nah itu harus segera dikirim ke rumah sakit atau di isolasi terpusat," katanya. (Knu)
Baca Juga:
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID

Kemenkes Temukan 1 Kasus Positif COVID dari 32 Spesimen Pemeriksa

178 Orang Positif COVID-19 di RI, Jemaah Haji Pulang Batuk Pilek Wajib Cek ke Faskes Terdekat

Semua Pasien COVID-19 di Jakarta Dinyatakan Sembuh, Tren Kasus Juga Terus Menurun Drastis

Jakarta Tetap Waspada: Mengungkap Rahasia Pengendalian COVID-19 di Ibu Kota Mei 2025

KPK Minta Tolong BRI Bantu Usut Kasus Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19

KPK Periksa 4 Orang Terkait Korupsi Bansos Presiden Era COVID-19, Ada Staf BRI

COVID-19 Melonjak, Ini Yang Dilakukan Menkes Budi Gunadi Sadikin

COVID-19 Mulai Melonjak Lagi: Dari 100 Orang Dites, Sebagian Terindikasi Positif

Terjadi Peningkatan Kasus COVID-19 di Negara Tetangga, Dinkes DKI Monitoring Rutin
