Kebijakan Darurat Sipil Dinilai tidak Tepat


Ilustrasi pembatasan sosial di tengah pandemi corona (Foto: pixabay)
MerahPutih.Com - Pemerintah akan menerapkan pembatasan sosial dalam skala besar dengan disertai pemberian sanksi bagi yang melanggar. Keputusan ini diambil untuk menekan angka penyebaran COVID-19 yang makin meningkat dan masif.
Koalisi Reformasi Sektor Keamanan mengkritik langkah tersebut. Pemerintah diminta berhati-hati dalam menggunakan dasar hukum yang digunakan untuk meminimalisir bias tafsir dan penggunaan kewenangan yang lebih tepat sasaran.
Baca Juga:
Ekonomi Lesu Terdampak Wabah COVID-19, Apindo Usulkan Pemerintah Subsidi THR
"Merujuk kepada regulasi yang tersedia, Koalisi mendesak pemerintah tetap mengacu pada UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan," kata salah seorang anggota koalisi, Anton Aliabas dalam keterangannya, Senin (30/3).

Hal ini, kata Anton, didasarkan pada isu COVID-19 yang merupakan kondisi yang disebabkan oleh bencana penyakit. Selain itu, lanjut dia, penerapan pembatasan sosial yang merujuk pada karantina kesehatan perlu dilakukan guna menghindari sekuritisasi problem kesehatan yang tidak perlu.
"Harus diakui, sejak awal pemerintah alpa mematuhi keseluruhan prosedur yang telah diatur dalam UU Penanggulangan Bencana," ujarnya.
Menurut Anton, sebelum penetapan masa tanggap darurat nasional, semestinya Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan penetapan status darurat bencana nasional. Oleh karena itu, Presiden harus segera mengeluarkan Kerpres terkait penetapan status bencana nasional yang akan menjadi payung hukum penerapan kebijakan pembatasan sosial.
Selain itu, Koalisi mendesak pemerintah untuk membuat alur komando kendali bencana yang lebih jelas. Ketiadaan pengaturan struktur komando kendali bencana dalam Keppres 9/2020 membuat penanganan bencana COVID-19 berjalan secara parsial dan tidak terkoordinasi.
"Komando kendali ini harus langsung dipimpin oleh Presiden Joko Widodo," tegas dia.
Anton melanjutkan, mengingat pembatasan sosial akan disertai sanksi, Koalisi mendesak pemerintah untuk berpijak pada UU Karantina kesehatan. Koalisi menilai, pemerintah belum saatnya menerapkan keadaan darurat militer dan darurat sipil.
"Optimalisasi penggunaan UU Kekarantina Kesehatan dan UU Penanggulangan Bencana masih dapat dilakukan pemerintah dalam penanganan wabah COVID-19. Oleh karena itu, pemerintah belum saatnya menerepakan keadaan darurat militer dan darurat sipil," bebernya.
Baca Juga:
Indonesia Tak Perlu Bantuan IMF dan Bank Dunia Dalam Penanganan COVID-19
Selain itu, lanjut Anton, Pemerintah harus memikirkan juga konsekuensi ekonomi, sosial dan kesehatan masyarakat yang terdampak kebijakan tersebut, terutama bagi kelompok-kelompok yang rentan.
"Keppres soal penetapan status bencana nasional itu harus mengatur pula dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan terhadap masyarakat," pungkasnya.(Pon)
Baca Juga:
Selamatkan Perekonomian Akibat COVID-19, DPR Desak Jokowi Segera Relokasi Anggaran
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Kurikulum Baru untuk Bidan Diluncurkan, Kado untuk Hari Bidan Nasional 2025

Gerakan Berhenti Merokok Prioritaskan Turunnya Angka Perokok Pemula di Indonesia

Fase Pemulangan Haji Dimulai, DPR Minta Kemenkes Awasi Kesehatan Jemaah

COVID-19 Mulai Melonjak Lagi: Dari 100 Orang Dites, Sebagian Terindikasi Positif

Terjadi Peningkatan Kasus COVID-19 di Negara Tetangga, Dinkes DKI Monitoring Rutin

Waspada Varian COVID-19 XEC dan JN.1: Begini Perbandingan Tingkat Keparahannya

Kemenkes Keluarkan SE Kewaspadaan COVID-19 Buntut Kasus Negara Tetangga Naik

Kemenkes Diminta Perbaiki Komunikasi dengan Organisasi Profesi

Minta Insiden Ledakan Amunisi di Garut Diusut Tuntas, Koalisi Masyarakat: Harus Dilakukan Lembaga Independen

Pemanfaatan Ganja Medis di Indonesia, BNN: Perlu Kajian dan Riset Mendalam untuk Pengobatan
