Kapolri Jenderal Tito Karnavian Beberkan Cara Perangi Terorisme di Amman


Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
MerahPutih.Com - Upaya memerangi terorisme bisa dilakukan lewat dua strategi yang saling berlawanan. Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan dalam menghadapi terorime, bisa ditempuh dengan strategi pendekatan lunak dan cara keras.
Dalam pemaparananya di forum Middle East Special Operation Commanders Conference (MEDSOC) 2018 di Amman, Yordania, Tito Karnavian juga menekankan pentingya upaya counter terorism yang cocok dengan situasi dan kondisi di setiap tempat.
"Upaya counter teroris sama dengan counter insurjensi. Adapun strategi terbaik adalah strategi yang paling cocok diterapkan di setiap arena," kata Tito melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin (7/5).
Kapolri Tito menjelaskan penanganan teroris di Indonesia melalui metode strategi pendekatan keras dengan kekuatan militer sebagai "back up" dari kepolisian.

Selain itu, upaya optimalisasi intelijen institusi penegak hukum melalui metode pendekatan halus dengan strategi ekonomi, negosiasi politik, konter ideologi, program deradikalisasi dan sosial budaya.
Jenderal Tito Karnavian sebagaimana dilansir Antara menegaskan kemampuan yang dibutuhkan untuk memberantas teror melalui deteksi, investigasi ilmiah, pasukan penindak dan hukum yang optimal.
Diungkapkan polisi jenderal bintang empat itu, organisasi teroris yang ada di Indonesia yakni Jamaah Islamiyah berafiliasi terhadap Al Qaedah dan Jamaah Ansharoh Tauhid bergabung dengan ISIS.
Tito menuturkan terdapat sekitar 2.000 militan teroris mantan pemberontak bersenjata yang tercatat sebagai alumni Afghanistan dan Filipina Selatan berada di kawasan pedesaan, pegunungan, hutam dan sungai di Indonesia.

Indonesia sebagai negara satu-satunya di dunia yang memberantas jaringan teroris melalui persidangan dan tercatat mencapai 1.441 orang ditangkap, 1.035 orang dihukum dan empat terpidana dihukum mati.
Tito menjadi pembicara utama yang diundang langsung Raja Arab King Abdullah II pada konferensi pemimpin operasi khusus di seluruh dunia.
Kapolri Tito dianggap memiliki kompetensi dan pemahaman yang besar terkait operasi khusus terhadap jaringan kelompok kejahatan bersenjata di Indonesia.
Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) itu menyampaikan langkah dan strategi pencegahan kelompok radikal dan teroris bertemakan "Law Enforcement, LED Strategy In Countering Terrorisme in Indonesia" pada konferensi internasional yang dibuka King Abdullah II diwakili HRH Pangeran Faisal bin Husein.
Dalam kunjungan tersebut Jenderal Tito juga terlibat perbincangan dengan Menteri Pertahanan dan Menteri Dalam Negeri Jordania Samir Ibrahim Mohammad Mbaidin.
Sementara itu, secara terpisah dalam Global Counter Terrorism Forum (GCTF) dalam forum internasional yang digelar di Nusa Dua Bali, 7-8 Mei 2018, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme memperkenalkan dan menularkan cara pendekatan lunak dalam memerangi terorisme kepada negara-negara anggotanya.
Dalam kegiatan bertajuk The Second Regional Workshop on Initiative on Addressing the Challenge of Returning Families of Foreign Terrorist Fighters (FTF) di Nusa Dua, Bali itu, BNPT menyampaikan pengalamannya dalam menangani FTF dengan pendekatan lunak selama ini.
"Workshop GTCF ini membahas berbagai isu terorisme, dan fokusnya tentang returness dan keluarga FTF. Indonesia kebetulan punya pengalaman masalah itu sehingga kami akan sharing dengan mereka," ujar Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius usai membuka workshop tersebut, Senin, dikutip dari siaran pers.
Suhardi mengungkapkan, saat ini sudah lebih 600 returness FTF dan keluarganya yang kembali dari Suriah.

"Ini menjadi ancaman tersendiri karena mereka sudah radikal sehingga kalau tidak dimonitor dan diperhatikan bisa menjadi ancaman. Apalagi tidak hanya fighter-nya saja, tapi ada keluarganya, yaitu istri dan anak sehingga harus ada penanganan khusus," katanya.
Menurut Suhardi, BNPT sudah beberapa kali memulangkan keluarga FTF dari Turki ke Indonesia. Mereka tetap ditangani secara intensif bersama stakeholder lain seperti Kementerian Sosial dan Kepolisian agar tidak merasa dimarjinalkan.
"Artinya, mereka harus disentuh dan terus dilakukan upaya untuk mereduksi tingkat radikal mereka sehingga nantinya bisa kembali di tengah masyarakat dan bisa berreintegrasi secara sosial," pungkas Suhardi Alius.(*)
Baca berita menarik lainnya dalam artikel: Jangan Marjinalkan Mantan Teroris
Bagikan
Berita Terkait
Apa Itu Makar? Ini Penjelasan dan Sejarahnya di Dunia

Mendagri Larang Kepala Daerah yang Wilayahnya Terjadi Demo Pergi Ke Luar Negeri

785 Korban Terorisme Telah Terima Kompensasi Dari Negara, Tertinggi Rp 250 Juta

ASN Kemenag Jadi Tersangka NII, Wamenag Minta Densus 88 Tidak Gegabah Beri Label Teroris

Oknum ASN Ditangkap karena Terlibat Terorisme, Pengamat: Kemenag ‘Lalai’ dalam Tangkal Ideologi Radikal

Oknum ASN Ditangkap karena Terlibat Terorisme, Kementerian Agama janji Berikan Hukuman Berat

ASN Kemenag dan Dinas Pariwisata Aceh Ditangkap Densus 88 Antiteror Polri

Menteri Tito Sebut BUMD Rugi Karena Banyak Titipan, Pramono Sebut Tunjuk Tim Sukses Jadi Komisaris Tidak Masalah

Perusahaan Besar Terlibat Kasus Beras Oplosan, DPR: Jangan Ditutup-tutupi, Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu

Terungkap, Penghubung Teroris dengan Penyedia Dana dan Logistik Selama Ini Bersembunyi di Bogor
