Jokowi Diminta Upayakan Gencatan Senjata dalam Lawatan ke Rusia-Ukraina
 Andika Pratama - Jumat, 24 Juni 2022
Andika Pratama - Jumat, 24 Juni 2022 
                Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (23/6). (ANTARA/Indra Arief)
MerahPutih.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dijadwalkan akan melawat ke Rusia dan Ukraina pada pekan depan. Diketahui, kedua negara masih terus berperang.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana meminta Jokowi mendorong gencatan senjata antar kedua negara pecahan Uni Soviet itu agar peperangan tidak meluas.
Baca Juga
Lokasi Kunjungan Jokowi di Kiev Berjarak 380 Km dari Area Pertempuran
"Rencana kunjungan Presiden ke Kiev dan Moskow akan lebih maksimal bila mengupayakan gencatan senjata dan pengakhiran tragedi kemanusiaan akibat konflik bersenjata, bukan penuntasan konflik," ujar Hikmahanto dalam keterangan pers kepada wartawan, Kamis (23/6).
Menurut Hikmahanto, Jokowi tidak perlu mengupayakan perdamaian yang bertujuan untuk menyelesaikan akar masalah terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina. Sebab, lanjut Hikmahanto, Indonesia tidak berada di kawasan dan tidak memiliki berbagai sumber daya yang dibutuhkan.
"Kemungkinan berhasilnya misi untuk menciptakan gencatan senjata dan pengakhiran tragedi kemanusiaan sangat besar daripada mendamaikan kedua negara," ucap Hikmahanto yang juga merupakan Rektor Universitas Jenderal A. Yani ini.
Ada dua alasan utama yang mendasari pandangan Hikmahanto. Pertama, konflik senjata di Ukraina telah berlangsung lama. Kedua, saat ini tidak ada satu negara pun yang sedang melakukan upaya gencatan senjata, kecuali Indonesia.
Baca Juga
Paspampres Latihan Beragam Skenario Penyelamatan Jokowi di Ukraina
Usaha untuk mendorong gencatan senjata pertama kali dilakukan oleh Turki dan Israel. Kedua negara itu pernah menjadi tuan rumah dialog diplomasi perwakilan Kiev dan Moskow. Namun, perbincangan tersebut tidak dapat menghasilkan kesepakatan yang nyata.
Pasalnya, upaya itu dilakukan saat konflik bersenjata itu baru saja dimulai. Saat itu, kedua belah pihak masih memiliki berbagai sumber daya untuk saling melakukan serangan.
Kini, hampir empat bulan setelah konflik bersenjata dimulai, keadaan sudah berubah drastis. Baik Rusia maupun Ukraina setiap harinya terus menerus kehilangan sumber daya akibat perang yang tak kunjung reda.
Kemungkinan Rusia banyak menanggung beban atas serangan militer khusus, termasuk legitimasi dari masyarakatnya. Demikian pun Ukraina yang menderita tragedi kemanusiaan akibat perang yang relatif lama.
"Sehingga keberadaan Indonesia dibutuhkan untuk menyelamatkan muka Rusia bila hendak menghentikan serangan," jelas Hikmahanto. (Knu)
Baca Juga
Peralatan Keselamatan Jokowi Selama di Kiev: Helm hingga Peluru tanpa Batas
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Putin Umumkan Uji Coba Drone Poseidon Sukses, Rudal Nuklir Antarbenua Terkuat Rusia
 
                      Masih Dibangun, Jokowi Belum Tempati Rumah Hadiah Negara Setelah 1 Tahun Lengser
 
                      DPR Sahkan UU Ekstradisi RI-Rusia
 
                      Mikrofon Bocor, Xi Jinping dan Vladimir Putin Terekam Ngobrolin Transplantasi Organ dan Kehidupan Abadi
 
                      Bertemu di Beijing, Rusia dan Korut Bakal Tingkatkan Hubungan Bilateral Bikin Program Jangka Panjang
 
                      Ketemu Kim Jong-un di China, Putin Berterima Kasih karena Prajurit Korea Utara Bertempur di Ukraina
 
                      Respons Pernyataan Trump, Moskow Sebut Rusia, China, dan Korut Tidak Berkomplot Melawan Amerika Serikat
 
                      China Pamer Kekuatan Militer dalam Parade Peringatan 80 Tahun Berakhirnya Perang Dunia II
 
                      Komentari Eks Marinir Jadi Tentara Bayaran, Dubes Rusia Sebut Pihaknya tak Lakukan Rekrutmen
 
                      Eks Marinir Satria Kumbara Bukan Direkrut, Rusia Tegaskan Konsekuensi Tanggung Sendiri
 
                      




