Jam Matahari Masjid Agung Keraton Surakarta Peninggalan PB VIII


Jam matahari di Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menjadi saksi sejarah PB VIII, Rabu (14/4). (Foto: MP/Ismail)
MASJID Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningkrat menjadi salah satu masjid tertua di Kota Solo. Di masjid tersebut terdapat jejak peninggalan Raja Paku Buwono (PB) VIII berupa jam Istiwa atau jam Matahari yang dibuat Tahun 1855 masehi.
Meskipun sudah lama dibangun dan berada di halaman masjid, jam matahari tersebut tetap dalam kondisi bagus. Jam matahari tersebut dulunya digunakan sebagai pedoman dalam menentukan salat.
Baca juga:
Sejarah Eratnya Hubungan Masjid Agung dan Keraton Kasunanan Solo
Untuk menjaga agar terjaga dan tidak rusak, Jam Istiwa diletakkan di atas tembok dan ditutup dengan kaca bening. Sehingga masyarakat masih bisa melihat dan tahu cara kerja peninggalan sejarah ini.

"Jam matahari ini meskipun sudah puluhan tahun masih bisa berfungsi dengan baik," ujar Kepala Tata Usaha Masjid Agung Surakarta Muhammad Alif, Rabu (14/4).
Dikatakannya, jam matahari tersebut saat ini masih digunakan untuk menentukan waktu salat dzuhur dan salat asar. Cara kerjanya menggunakan cahaya matahari langsung.
Baca juga:
"Jam yang disebut juga jam bencet ini.merupakan jam yang memanfaatkan bayangan paralel sinar matahari," katanya.
Terkait bentuk jam, kata dia, cekungan setengah silinder berbahan tembaga dan terdapat garis-garis yang disertai angka 1 hingga 12. Pada jam tersebut dilengkapi juga jarum yang posisinya dipasang horizontal mengarah utara selatan.
"Bayang-bayang dari jarum tersebut mempunyai arah jatuh dan diartikan waktu tertentu, terutama menunjukkan waktu angka 12 siang saat matahari tegak lurus dengan bumi saat waktu dzuhur dikumandangkan," papar dia.
Ia menjelaskan penggunaan jam istiwa ini dikomparasikan atau dicocokan dengan waktu shalat yang ditunjukkan berdasarkan Greenwich Mean Time (GMT) yang menjadi patokan utama. Terkait selisih sekitar 20 menit antara GMT dengan jam istiwa.
"Tidak semua Masjid Agung di daerah di Jawa Tengah memilikinya. Yang masih ada itu di Solo serta Pekalongan. Keberadaannya sudah pada sejak Masjid Agung Surakarta berdiri atau dimasa PB VIII sekitar tahun 1855," tandasnya. (Ismail/Jawa Tengah)
Baca juga:
Alun-Alun Kidul Keraton Kasunanan Surakarta, Tempat Nongkrong Sambil Melihat Kerbau Bule
Bagikan
Berita Terkait
Aji Mumpung Banget ini, Seoul Tawarkan Paket Wisata dengan Kelas Tari 'KPop Demon Hunters'

Cara Ramah Pulau Jeju Ingatkan Wisatawan yang Bertingkah, tak ada Hukuman

PSI Tolak Rencana Pramono Buka Ragunan hingga Malam Hari, Pertanyakan Kesiapan Fasilitas

Penyegelan Pulau Reklamasi di Perairan Gili Gede Lombok Tunggu Hasil Observasi Lapangan

Serba-serbi Gunung Tambora, Pesona Jantung Konservasi Alam Khas Indonesia Timur

Korea Utara Buka Resor Pantai Baru demi Cuan di Tengah Sanksi Ketat

Tidak Perlu Ribet Isi Berbagai Aplikasi Pulang Dari Luar Negeri, Tinggal Isi ALL Indonesia

Dibekali Kemampuan Bahasa Asing, Personel Satpol PP DKI Jakarta Dikerahkan ke Kawasan Wisata dan Hiburan

Menelusuri Jakarta Premium Outlets, Ruang Belanja Baru yang Mengusung Keberlanjutan dan Inklusi

Gubernur Jabar KDM Minta Teras Cihampelas Dibongkar, ini nih Sejarah Pembangunannya
