Mengenal Kampung Muslim Loloan di Pulau Bali


Kampung Loloan merupakan komunitas muslim Bugis terbesar di Jembrana, Bali. (foto: Instagram @kampungloloan)
TOLERANSI menjadi napas dalam kehidupan keseharian masyarakat Bali. Hal itulah yang membuat hidup di Pulau Dewata berjalan harmonis. Meskipun sebagian besar penduduk Bali ialah pemeluk agama Hindu, sekitar 13% penduduknya merupakan umat muslim.
Di tengah adat dan ritual Hindu yang kental, berkembang pula sejumlah kampung Islam yang tetap memegang keislaman dengan mengasimilasikannya ke kebudayaan setempat. Tidak mengherankan jika sejumlah kampung Islam berkembang di Bali. Mereka unik, punya budaya yang khas. Meskipun demikian, hidup rukun dengan tetangga berbeda suku dan agama tetap berjalan setiap harinya. Salah satu kampung muslim yang ada di Bali ialah Kampung Loloan di Kabupaten Jembrana.
BACA JUGA:
Kampung Loloan merupakan permukiman khas nelayan. Sejak lama, kampung ini terkenal dengan penduduknya yang mayoritas beragama Islam. Bahkan, Kampung Loloan merupakan kampung Islam terbesar di Jembrana.
Awal mula berdirinya Kampung Loloan tak bisa dilepaskan dari kedatangan orang Bugis dan Melayu ke tanah Bali. Seperti dikutip dari laman Bimas Islam Kementerian Agama RI, Kampung Bugis di Desa Loloan bermula dari kedatangan pasukan Bugis sekitar 4 abad lalu, tepatnya pada 1653. Ketika itu, Belanda telah menguasai Benteng Somba Opu di Makassar. Pasukan penjajah pun mengejar para prajurit yang memeluk Islam tersebut.

AKhirnya, para prajurit itu menetap di wilayah Perancak. Bukti kedatangan mereka di wilayah itu bisa dilihat dari keberadaan Sumur Bajo di pinggir pantai. Kedatangan mereka pun diketahui penguasa Jembrana saat itu, I Gusti Arya Pancoran.
Karena I Gusti Arya Pancoran berkenan, para prajurit itu kemudian diperkenankan menempati daerah Loloan. Sejak itulah, didirikan kampung Islam di Loloan Timur dan Loloan Barat. Sejak saat itu, hubungan harmonis antara penganut Islam dan Hindu pun terjalin.
Pada 1675, Kampung Islam Loloan kedatangan seorang ulama besar asal Sarawak, Malaysia, bernama Buyut Lebai. Karena hubungan masyarakat muslim yang sedemikan baiknya dengan penguasa saat itu, Buyut Lebai diperkenankan melakukan dakwah di daerah tersebut. Kini, makam Buyut Lebai masih dihormati dan dikramatkan warga Kampung Islam Loloan.

Berbagai suku hidup berdampingan selama sekian lama membuat budaya masyarakat di Kampung Islam Loloan bercampur baur. Hal itu jelas terlihat dari bahasa yang digunakan di kampung itu. Base Loloan, demikian mereka menyebutnya. Bahasa itu merupakan bahsa Melayu yang bercampur dengan banyak kosakata bahasa Bali. Saking lekatnya kehidupan sosial mereka, warga Loloan menyebut warga kampung sekitar dengan sebutan 'nyama' (saudara).(dwi)
Bagikan
Berita Terkait
Berwisata Murah Dengan Naik KA Batara Kresna, Nikmati Alam danKuliner Dari Purwosari Sampai Wonogiri

DPRD DKI Protes Tarif Buggy Wisata Malam Ragunan Rp 250 Ribu, Minta Dikaji Ulang

Wisata Malam Ragunan, DPRD Minta Pemprov DKI Sediakan Alternatif Angkutan Murah untuk Warga

7 Alasan Hijrah Trail Harus Masuk Bucket List Petualangan di Arab Saudi

Polisi Sediakan WA dan QR Code untuk Laporan Cepat Gangguan Keamanan Hingga Kerusakan Fasilitas Umum

Night at the Ragunan Zoo Dibuka Hari ini, Harga Tiket Masuknya Mulai Rp 3.000

WNA Pengguna Kereta Api di Indonesia Tembus Setengah Juta, Yogyakarta jadi Tujuan Paling Favorit

Makanan Halal Magnet Utama Pilihan Liburan Muslim Indonesia

Aji Mumpung Banget ini, Seoul Tawarkan Paket Wisata dengan Kelas Tari 'KPop Demon Hunters'

Cara Ramah Pulau Jeju Ingatkan Wisatawan yang Bertingkah, tak ada Hukuman
